https://malang.times.co.id/
Berita

Cerita Mahasiswa Muslim Asing Menjalani Ramadan di Kota Malang

Kamis, 28 Maret 2024 - 22:59
Cerita Mahasiswa Muslim Asing Menjalani Ramadan di Kota Malang Yusuf (kiri) dan Fatmata (kanan) mahasiswa muslim asing di Universitas Negeri Malang. (Foto: Afifah FItri Wahyuningtyas/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Ramadan selalu membawa cerita bagi tiap umat muslim. Termasuk mahasiswa muslim asing yang sedang berkuliah di Kota Malang. Perbedaan letak dan kultur antara Indonesia, khususnya Kota Malang, dan negara asalnya memberikan pengalaman berbeda bagi para mahasiswa muslim asing. 

Hal tersebut disampaikan oleh dua mahasiswa asing yang sedang melakukan studi di Universitas Negeri Malang. Perbedaan tersebut berkaitan dengan durasi puasa, makanan, kuliah serta kultur bulan Ramadan di Indonesia. 

Menurut Sonko Yusuf, mahasiswa muslim asal Uganda, terdapat banyak perbedaan antara Ramadan di Malang dengan negara asalnya.

“Kalau di Malang puasa 12 jam, sementara di negara saya 11 jam. Jadi ini pengalaman baru,” ungkap Yusuf.

Menurut mahasiswa yang punya nama panggilan Ucup tersebut, pengalaman berbeda juga dialaminya ketika akan berbuka puasa, yaitu berburu makanan buka puasa atau takjil seperti di Jalan Surabaya. Bagi Yusuf, berburu takjil merupakan hal yang luar biasa. 

Berbeda dengan Yusuf yang berasal dari Uganda, Fatmata Jaiteh mahasiswi asal Gambia mengatakan bahwa menjalani puasa di Malang lebih mudah karena durasinya lebih pendek daripada di negaranya. “Sekitar 13 jam,” kata mahasiswi yang sering dipanggil Fatimah tersebut.

Perbedaan lain yang ditemui yaitu perihal makanan. Menurut pengamatan Yusuf, masyarakat lokal berbuka puasa dengan pola yang sederhana, yakni dengan meminum minuman seperti jus kemudian dilanjut makan berat.

Sementara itu, di negaranya jumlah makanan cenderung lebih banyak. “Biasanya kami (orang Uganda) memulai dengan minum jus lalu makan buah, seperti kurma atau pisang, lalu jeda untuk shalat, baru kemudian makan berat,” terang Yusuf.

Ia menilai makanan di Malang punya cita rasa yang manis dan pedas. Berbeda dengan makanan di negaranya yang condong ke rasa asin. Hal ini membuat Yusuf sulit beradaptasi terkait makanan di Malang yang punya rasa manis dan pedas.

Sementara itu, Fatmata yang lebih sering memasak mengalami kesulitan ketika tidak menemukan bahan makanan yang biasa ia temui di Gambia.

Walaupun begitu, mereka tetap memiliki makanan favorit di Malang. Yusuf mengaku sangat menyukai tahu campur yang ada di daerah Merjosari, sedangkan Fatmata menyukai seblak.

Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk membuat acara buka bersama juga menjadi hal yang baru bagi Yusuf dan Fatmata. Bagi Yusuf, sangatlah menarik melihat bagaimana masyarakat berbuka bersama dan ketika ia juga terlibat di dalamnya. “Rasanya seperti rumah,” kata Yusuf.

Pun demikian dengan Fatmata. Terkadang ia diajak berbuka bersama dan itu baginya merupakan sarana untuk bertemu orang baru. “Bertemu orang baru dan bertemu kesempatan baru,” ungkapnya.

Perbedaan lain yang cukup mengejutkan adalah terkait kelas saat bulan Ramadan. Yusuf mengatakan bahwa di negaranya, kelas sering dibatalkan saat bulan Ramadan, sedangkan di Universitas Negeri Malang tidak demikian. Kelas tetap berjalan. “Jadi itu mengejutkan bahwa kami harus pergi ke kelas,” katanya.

Meski banyak terdapat perbedaan dan kesulitan, mereka mengaku sangat senang dan antusias berada di Malang saat Ramadan. “Kesulitan pasti ada, tapi itu tidak menghentikan saya untuk berbahagia,” pungkas Yusuf mengakhiri ceritanya. (*)

 

Pewarta : Afifah Fitri Wahyuningtyas (MBKM)
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.