TIMES MALANG, JAKARTA – Museum Bank Indonesia (BI) di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, menjadi salah satu destinasi edukasi sejarah yang menarik untuk dikunjungi. Melalui koleksi yang tersimpan, pengunjung diajak menelusuri perjalanan panjang sistem keuangan Indonesia, mulai dari masa barter hingga transaksi digital menggunakan QRIS.
Museum ini menempati bangunan bergaya neo-klasik rancangan arsitek Belanda Eduard Cuypers pada abad ke-19. Gedung yang awalnya berfungsi sebagai kantor De Javasche Bank tersebut diresmikan sebagai Museum BI pada 21 Juli 2009 oleh Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.
Awalnya, De Javasche Bank dibangun untuk menstabilkan kondisi keuangan kolonial pasca-bangkrutnya VOC. Setelah Indonesia merdeka, gedung tersebut dinasionalisasi dan sejak diberlakukannya UU Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, bangsa Indonesia resmi memiliki bank sentral bernama Bank Indonesia.
Jejak-jejak sejarah panjang itu ikut dipertontonkan dalam film pendek yah diputar langsung di Museum BI.
Bukan hanya itu, koleksi di museum ini sangat beragam. Di antaranya koin dari era kerajaan Nusantara, uang kertas pertama Oeang Republik Indonesia (ORI) tahun 1946, hingga Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) yang diterbitkan pada masa revolusi 1947–1950. ORIDA kala itu digunakan untuk mengatasi keterbatasan ORI sekaligus sebagai bentuk perlawanan terhadap mata uang NICA.
Koleksi lain yang menarik adalah Ruang Emas Moneter, tempat dipajang replika emas batangan seberat 13,5 kilogram per batang. Tak ketinggalan, museum juga memamerkan artefak Krisis Moneter 1998, seperti mesin ATM rusak hingga motor bekas dibakar, yang menggambarkan kekacauan ekonomi saat itu.
Pada Selasa (23/9/2025) kemarin, sejumlah wartawan dari Malang berkesempatan diajak untuk mengunjungi Museum BI dalam kegiatan Capacity Building and media gathering yang digelar Kantor Perwakilan BI Malang.
Dalam penelusurannya, semua hal tentang sistem keuangan tersaji di lokasi tersebut. Bukan hanya tentang perjalanan panjangnya saja, namun penjelasan tentang bangunan yang dulunya De Javasche Bank dan saat ini mejadi Museum BI dirincikan secara detail dan mewah.
Sejumlah ornamen tiang penyangga maupun dinding hasil arsitektur sang maestro Eduard Cuypers, memiliki makna tersembunyi.
Seperti halnya, motif hias bunga convolvulus dengan kelopak-kelopak ikal di ujungnya yang memiliki arti, yakni bunga convolvulus melambangkan kerendahan hati. Hiasan bunga diapit oleh volute atau gulungan berbentuk huruf S yang saling membelakangi.
Lalu ada capital memiliki kecenderungan gaya romanesk, bercampur ionic dan corinthia. Terdapat motif hias bunga marigold dalam bentuk ceplok bunga. Bunga marigold merupakan bunga emas sebagai simbol bunda maria pada kepercayaan umat katolik. Capital ini memiliki 4 volute/ gulungan sebagai simbol kekuatan.
Pemandu Museum BI juga menunjukkan sejumlah patung yang memperlihatkan bagaimana suasana jaman dulu gedung tersebut beroperasi dan menjadi sejarah panjang perjalanan dunia keuangan.
“Ini menjadi titik utama dari sistem keuangan yang saat ini anda sekalian nikmati. Semua berawal dari sini,” ucap sang pemandu.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mengenal Perjalanan Panjang Sistem Keuangan Indonesia Lewat Penelusuran Museum BI
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |