https://malang.times.co.id/
Berita

Ahmad Labib: Sinergi APBN, Pajak, dan Transfer Daerah Kunci Ekonomi Inklusif

Rabu, 24 September 2025 - 22:27
Ahmad Labib: Sinergi APBN, Pajak, dan Transfer Daerah Kunci Ekonomi Inklusif Anggota MPR RI Fraksi Golkar, Ahmad Labib, dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

TIMES MALANG, JAKARTA – Sistem keuangan negara tak sekadar urusan teknis fiskal, tetapi juga menjadi instrumen penting untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

Hal ini disampaikan Anggota MPR RI Fraksi Golkar, Ahmad Labib, dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Labib menegaskan, keuangan negara idealnya berpihak pada rakyat dengan mendorong daya tumbuh ekonomi sekaligus menjaga kesejahteraan. “Sistem keuangan kita harus benar-benar menjadi instrumen yang pro-rakyat. Ujungnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, ada empat pilar utama dalam sistem keuangan negara yang perlu dikelola secara sinergis: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perpajakan, pembiayaan dan utang negara, serta transfer fiskal ke daerah.

“APBN tidak boleh sekadar menjadi laporan angka, melainkan katalis bagi pembangunan. Belanja negara harus diarahkan pada sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, teknologi, dan program perlindungan sosial,” tegas Labib.

Ia juga menyoroti perkembangan ekonomi digital yang kini menyumbang sekitar Rp1.900 triliun terhadap PDB, dengan proyeksi melonjak hingga Rp5.000 triliun pada 2030. Menurutnya, negara harus hadir mendukung ekosistem ini melalui investasi di infrastruktur digital dan energi terbarukan.

Meski demikian, Labib mengingatkan masih ada tantangan besar, mulai dari kebocoran anggaran, ketimpangan antarwilayah, hingga kerentanan akibat ketergantungan pada komoditas tertentu. Ia pun mendukung langkah tegas pemerintah menindak para penunggak pajak besar senilai Rp60 triliun.

“Daripada menambah beban pajak masyarakat kecil, lebih baik kita maksimalkan penegakan hukum pada penunggak pajak besar. Itu lebih adil dan berkelanjutan,” tegasnya.

Ke depan, ia menekankan pentingnya strategi memperluas basis penerimaan negara, meningkatkan efisiensi belanja, memperkuat kinerja BUMN, sekaligus mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Transparansi, digitalisasi, dan partisipasi publik juga harus diperkuat untuk memastikan keuangan negara benar-benar berpihak pada rakyat.

“Jika dikelola sehat dan transparan, keuangan negara bisa menjadi fondasi kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan,” tandasnya.

Kritik atas Kebijakan Transfer Daerah

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menyoroti masalah pemotongan dana transfer pusat ke daerah. Menurutnya, kebijakan ini bukan hanya menghambat pembangunan, tetapi juga berpotensi mengganggu pembayaran gaji tenaga honorer dan PPPK.

“Pemotongan transfer bukan sekadar mengurangi proyek infrastruktur, tapi langsung menyentuh dapur rakyat kecil. Gaji P3K bisa terganggu, padahal hanya sekitar Rp1,2 juta per bulan,” kata Pangi.

Ia juga mengkritisi arah kebijakan pajak yang dinilai lebih membebani kelas menengah ke bawah, sementara potensi besar dari sektor pertambangan dan energi justru banyak bocor.

“Pajak pedagang kecil, rumah tinggal, dan sektor digital dikejar. Tapi kebocoran di sektor tambang, batu bara, dan sawit dibiarkan hingga 80 persen,” tegasnya.

Selain itu, Pangi menilai dominasi oligarki semakin merusak kualitas demokrasi. Menurutnya, banyak undang-undang yang lebih mencerminkan kepentingan pemilik modal ketimbang aspirasi rakyat.

“Omnibus Law contohnya. Lebih pro-investor daripada pro-rakyat. Ini membuat pejabat tidak lagi nyambung dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Ia mendorong agar ke depan undang-undang lebih berpihak pada rakyat, termasuk pembatasan masa jabatan pejabat, aturan pembuktian terbalik harta kekayaan, hingga percepatan UU Perampasan Aset.

“Pasal 33 UUD 1945 jelas menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tapi faktanya, 78 persen pendapatan rakyat masih di bawah Rp700 ribu per bulan, sementara segelintir orang menguasai kekayaan setara puluhan juta rakyat. Ini luka bangsa yang harus disembuhkan,” ucapnya. (*)

Pewarta : Rochmat Shobirin
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.