TIMES MALANG, MALANG – Gelaran Berlayar Sinema: Silaturahmi Sinema Komunitas Film Indonesia menghadirkan pengalaman sinematik sekaligus edukatif bagi komunitas film dan pegiat sinema di Malang.
Bertempat di Basecamp Cafe and Resto, Dau, Kabupaten Malang, acara yang berlangsung pada Selasa malam (29/07/2025) ini menghadirkan sutradara muda berbakat, Wahyu Agung Prasetyo, dalam sesi pemutaran film pendek dan diskusi terbuka yang inspiratif.
Acara dimulai dengan pemutaran tiga film pendek, yaitu film terbaru berjudul “Kepaten Obor” karya sutradara Lukman Hakim serta dua film karya Wahyu Agung Prasetyo, yakni “Anak Lanang” dan “Tilik”. Ketiganya menyoroti isu-isu sosial dan realitas lokal yang relevan, sehingga mampu membangun kedekatan emosional dengan penonton.
Pemutaran ini disambut antusias oleh peserta yang hadir, mulai dari komunitas film, mahasiswa, hingga penikmat sinema yang sengaja datang untuk menikmati karya dan berdiskusi langsung dengan sutradaranya.
Pemutaran film pendek "Anak Lanang". (FOTO: Tasya Luthfiany Widyadhana/TIMES Indonesia)
Usai pemutaran film, suasana malam yang sejuk berubah menjadi hangat oleh sesi tanya jawab bersama sang sutradara, Wahyu Agung Prasetyo. Dalam forum yang terbuka dan bersahabat itu, ia membagikan pengalaman di balik proses produksi film-filmnya.
Salah satu kisah yang mencuri perhatian adalah proses di balik pembuatan film “Anak Lanang”, yang ternyata berawal dari tugas akhir temannya. Film ini menampilkan percakapan ringan empat bocah SD di Yogyakarta yang sedang membahas kehidupan sehari-hari mereka saat menumpang becak sepulang sekolah. Meski tampak sederhana, percakapan mereka mencerminkan realitas sosial dan cara pandang anak-anak terhadap sekelilingnya.
“Reading-nya cuma seminggu, tapi intens setiap hari,” jelas Wahyu. Ia menjelaskan bahwa pendekatannya terhadap aktor anak-anak adalah membuat mereka nyaman dan tidak terbebani naskah.
Wahyu juga menjawab pertanyaan peserta mengenai strategi promosi film yang ia terapkan. Ia mengakui bahwa saat akan merilis film “Tilik”, dirinya tidak menaruh ekspektasi besar karena keterbatasan dana promosi. Meski begitu ia dan tim menyiasatinya dengan menggandeng teman-teman yang memiliki banyak pengikut di media sosial untuk membantu mempromosikan film tersebut sebulan sebelum perilisan. Namun siapa sangka, film tersebut justru mendapat sambutan luar biasa hingga akhirnya berkembang menjadi film series yang banyak diminati.
Sesi foto bersama sang sutradara, Wahyu Agung Prasetyo, dan peserta yang hadir. (FOTO: Tasya Luthfiany Widyadhana/TIMES Indonesia)
Tak hanya itu, ia juga berbagi pengalamannya saat mengembangkan film pendek menjadi format serial. Menurutnya, transisi tersebut membutuhkan usaha ekstra karena harus mengembangkan cerita yang lebih panjang dan detail. Namun, pengalaman itulah yang justru membuatnya merasa lebih siap saat akhirnya menggarap film layar lebar.
Meski sudah menapaki dunia film layar lebar, Wahyu tak pernah berniat untuk meninggalkan film pendek. “Bagaimanapun aku merasa film pendek itu adalah hidupku, tempat di mana aku bisa jujur dalam bercerita tentang segala peristiwa di dalamnya,” jelasnya dengan penuh senyuman.
Antusiasme peserta pun turut menyemarakkan suasana diskusi. "Kesempatan yang luar biasa, bertemu sutradara film layar lebar secara langsung. Gratis tapi nambah ilmunya drastis" ungkap Aulia, salah satu mahasiswi yang turut hadir dalam acara tersebut.
Silaturahmi sinema ini bukan sekedar ajang temu bagi para pecinta film, tetapi juga menjadi wadah yang menumbuhkan inspirasi dan semangat terus berkarya di dunia perfilman. (*)
Pewarta: Tasya Luthfiany Widyadhana
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |