https://malang.times.co.id/
Berita

Pakem dan Nilai Filosofi Tradisi Masyarakat Loro Pangkon Kabupaten Malang Dikenalkan dalam Seminar

Sabtu, 17 Mei 2025 - 17:48
Pakem dan Nilai Filosofi Tradisi Masyarakat Loro Pangkon Kabupaten Malang Dikenalkan dalam Seminar Penyampaian materi oleh narasumber dalam seminar tradisi Loro Pangkon oleh DKKM, di Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Sabtu (17/5/2025). (FOTO: Amin/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Masyarakat Kabupaten Malang dikenal punya banyak tradisi budaya lampau yang biasanya dilakukan saat acara perkawinan. Salah satunya, tradisi adat loro pangkon dalam acara perkawinan. 

Akan tetapi, tradisi upacara loro pangkon saat acara perkawinan ini kini tidak banyak ditemui lagi digelar secara utuh. Padahal, ada pakem dan nilai filosofi yang terkandung dalam tradisi loro pangkon tersebut. 

Ki-Suroso.jpgKetua Dewan Kesenian Kabupaten Malang, Ki Suroso. (FOTO: Amin/TIMES Indonesia) 

"Tradisi loro pangkon tidak banyak ditemui sekarang. Ketika muncul saat acara perkawinan, pakem atau urutannya juga banyak yang keliru. Padahal, tiap rangkain profesinya ada makna dan nilai-nilai filosofinya," terang Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Malang (DKKM), Ki Suroso, di sela workshop dan seminar tradisi masyarakat Loro Pangkon, di Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Sabtu (17/5/2025) sore. 

Dalam tradisi perkawinan Jawa, menurutnya, loro pangkon dilakukan saat akan temu calon pengantin. Dimana, calon pengantin pria mendatangi calon yang akan dipinangnya, dengan membawa seekor ayam jago atau sawung lanang sesaji, juga beberapa bawaan lainnya. 

DKKM-2.jpg

Karakter fisik dan gambaran ayam jago dalam loro pangkon ini melambangkan nilai-nilai leluhur, menggambar kriteria calon pengantin laki-laki yang akan meminang. Termasuk, sifat-sifat dari manusia. 

"Sekarang banyak yang terbalik, pengantin bertemu dulu baru prosesi loro pangkon dilaksanakan. Bukan tidak boleh, tetapi bisa menghilangkan esensi dan nilai filosofinya," kata Ki Suroso. 

Ki Suroso menambahkan, masyarakat Kabupaten Malang secara umum bisa dikategorikan punya tradisi etnis masyarakat Tengger, Pandalungan, Arek dan Mataraman. 

"Nah, tradisi loro pangkon dalam perkawinan adat Jawa ini biasanya dilakukan masyarakat Mataraman dan Arek. Dan, dalam perkembangannya juga berkembang dengan kekhasan lokal, seperti Malang Keprabon dan Keputren," terangnya. 

Akan tetapi, secara asal usul tradisi loro pangkon berkiblat pada tradisi perkawinan Jawa keraton, yang banyak berkembang dari Solo dan Yogyakarta. 

Seminar loro pangkon ini dipandu beberapa narasumber. Yakni, Ki Soleh Adi Purnomo, tokoh seniman yang sekaligus penasehat DKKM, Ki Suroso dan Ki Iswantoro, juga Pak Takim selaku pelestari dan pelaku kesenian tradisi loro pangkon. 

Saat workshop, peserta juga ditunjukkan simulasi seperti apa urutan prosesi loro pangkon. Setelah itu, peserta dibagi beberapa kelompok, dan sebagian mempraktikkan di hadapan peserta lainnya. 

Untuk pemajuan, fungsi tradisi loro pangkon bisa menjadi satu kesatuan pelestarian warisan budaya sekaligus sebagai pertunjukan yang menarik, mengiringi prosesi saat upacara perkawinan Jawa. Karena, di dalamnya juga bisa dimasukkan unsur lawakan. 

Meski demikian, kata Ki Suroso, jika dilakukan secara utuh, prosesi tradisi loro pangkon memang membutuhkan waktu cukup lama. Sehingga, untuk bisa diterima masyarakat, menurutnya bisa disederhanakan hanya dalam waktu 10-15 menit. 

Seminar ini juga dihadiri pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, yang diwakili Kabid Kebudayaan, Hartono. 

Hartono menekankan, seminar dan workshop tradisi loro pangkon yang digelar ini menjadi bagian dari pelestarian.

"Harapannya harus tetap ada pengembangan, paling tidak untuk dikenalkan dan sebagai pembelajaran nilai tradisi kepada generasi muda ke depan," tandasnya. (*) 

Pewarta : Khoirul Amin
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.