TIMES MALANG, MALANG – Annisa Stefanny Maureen Erlangga (21), seorang mualaf di Kota Malang, pernah mengalami masa sulit dalam hidupnya yang membuat ia sadar atas apa yang namanya cobaan dari Allah SWT.
Perempuan kelahiran Jakarta yang kini berdomisili di Kota Malang tersebut, menceritakan bagaimana Allah SWT membuktikan kehebatannya dengan memberikan berbagai cobaan kepada Anissa saat ia memutuskan untuk menjadi mualaf.
Sebelumnya, Annisa sempat viral di Tiktok setelah mengunggah perjalanannya menjadi mualaf melalui akun @steeeeepp. Sejak kecil, dia memeluk agama Kristen Protestan yang bersekolah di Yayasan Muslim dan akhirnya memeluk Islam pada 10 November 2021.
Saat ditemui TIMES Indonesia di Masjid Agung Jami Kota Malang, ia menceritakan berbagai pengalamannya sembari belajar Shalat bersama salah satu pengurus masjid.
Annisa menceritakan, bagaimana kehebatan Allah SWT memberikan cobaan besar kepadanya agar tetap memantapkan pilihan untuk menjadi mualaf. "Dari sebelum mualaf aku sudah ngerasain beberapa ujian untuk menguatkan hati aku. Aku pikir semua rencanaku berjalan tanpa ada izin ke Allah," ujar Annisa, Senin (4/3/2022).
Rencana sempurna pun telah dibentuk Annisa, 1 November 2021 lalu ia berulang tahun dan 10 November 2021 ia resmi menjadi seorang mualaf. Namun ternyata cobaan datang bertubi-tubi sehari setelah ia menggelar acara ulang tahun sederhana di Panti Asuhan dan Panti Jompo.
"Aku langsung merencanakan sesempurna mungkin di bulan November itu yang aku pikir terbaik, ternyata Allah di situ malah membuktikan kehebatannya," ungkapnya.
Sehari setelah ia memasuki usia 21 tahun, calon suami dari Annisa pun tiba-tiba meninggal dunia tepat di tanggal 2 November 2021. Apalagi ia sudah mempunyai rencana juga untuk umrah setelah Annisa Mualaf.
Tak berhenti di situ, beberapa masalah lain pun juga datang, seperti kebangkrutan yang dihadapi usaha calon suaminya, Annisa pun di situ merasa dalam 1 bulan hidupnya seperti roller coaster.
"Calon suami usaha produk kecantikan terus ada makanan dan minuman itu bangkrut semua. Tapi aku di situ berpikir aku tetap fokus rencana selanjutnya. Aku yakin, niatku mualaf itu sudah bulat. Aku juga berpikir, mungkin ini ujian sebelum mualaf," bebernya.
Annisa membeberkan, keputusan untuk menjadi mualaf adalah dari dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Apalagi, Annisa sejak kecil yang didik oleh lingkungan sekitar dan hidup mandiri, dinilai cukup matang untuk bisa memutuskan arah hidupnya sendiri.
Annisa mengaku sejak kecil merupakan anak yang membutuhkan sosok ayah. Ayahnya meninggal sejak kecil dan sang ibu sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Dari situ, ia pun terbiasa bersosialisasi dengan orang lain. Terutama dengan gurunya yang beragama Islam. Semua masalah, Annisa hadapi sendiri sejak kecil dan saat remaja ia menceritakan semuanya kepada sang guru.
"Semua yang memutuskan mulai kerjaan, rumah apapun itu aku sendiri. Jadi mama itu beri kepercayaan kepadaku sejak kecil," katanya.
Lalu, saat Annisa mencoba untuk meminta izin kepada orang tua, yakni sang ibu, dari situ sang ibu pun kaget dan merasa sedih atas keputusan Annisa untuk menjadi seorang mualaf. Akan tetapi, lanjut Annisa, sang ibu tetap memantapkan diri untuk menaruh kepercayaan penuh kepada Annisa dan mendukung keputusannya.
"Aku izin, mohon maaf ini keputusan terbaik saya mualaf. Sebenarnya mami (ibu Annisa) sedih, karena beda agama. Tapi ini yang terbaik buatmu (Annisa menirukan perkataan ibunya). Kalau keluarga semua baik-baik saja," bebernya.
Menariknya, pada Ramadan di tahun 2022 ini merupakan Ramadan pertama yang dijalani Annisa. Ia yang hingga saat ini masih terus belajar kewajiban-kewajiban Islam, merasa sangat kaget tapi sangat antusias menyambut bulan Ramadan pertamanya.
"Excited (antusias) dan terharu. Aku merasa kuat sendiri bisa sampai titik ini, karena aku sendiri bukan orang lain," tegasnya.
Saat menginjak bulan puasa, banyak sekali pengalaman dan support dari lingkungan sekitar kepada Annisa dalam menjalani bulan puasa. "Banyak yang support dan penasaran, gimana tarawih pertama ya, gimana puasa pertama ya. Aku sangat excited aku bisa. Sembari belajat hafalan materi yang lain," tuturnya.
Annisa yang terbiasa melakukan segala hal sendiri, juga menjalani Tarawih sendiri dengan berjalan menuju masjid dekat rumahnya. Meski ia pernah salah gerakan saat melakukan ibadah Shalat, ia tak malu dan mau terus belajar sebagai seorang mualaf yang benar.
"Tarawih aku sendiri dan nyaman. Kemarin sempat salah gerakan gitu. Bukan buat aku takut, tapi bikin terus semangat," imbuhnya.
Selama 6 bulan ia menjadi mualaf, selama itu pun ia terus mencoba bangkit dalam keterpurukan yang pernah dirasakannya. Kebangkitan yang didukung penuh oleh lingkungan sekitar, mulai yang muslim hingga non muslim pun memberikan dukungan moril hingga finansial agar Annisa kembali bangkit.
"Semua support aku. Mau teman-temanku yang kristen, semua support aku. Terus saudaraku support aku. Keluarga dari papa yang Katolik semua support aku," bebernya.
Setelah Annisa memeluk Islam seutuhnya, ia kini telah berada di titik tenang. Selama Ramadan pertama berjalan hingga nantinya Idul Fitri, Annisa tak berharap apa-apa.
Ia hanya ingin menjalankan 5 rukun Islam sembari menguasai seluruh pembelajaran tentang Islam. Annisa tak mau lagi berharap ataupun merencanakan sesuatu. Ia hingga kini masih merasa trauma atas keterpurukan yang pernah dialami.
"Gak ada harapan dan keinginan. Biar tenang dan ngalir. Saat ini aku benar-benar sudah tenang, karena beberapa bulan kemarin rasain yang rasanya trauma. Biat ngalir tenang, penting sekitarku positif dan support," pungkas warga Kota Malang yang baru 6 bulan ini menjadi mualaf. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kisah Perempuan Mualaf di Kota Malang, Jalani Ramadan Pertama Setelah Sempat Terpuruk
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ronny Wicaksono |