TIMES MALANG, MALANG – Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang telah menewaskan sekitar 131 nyawa Aremania. Hal itu terjadi di laga Arema FC vs Persebaya Surabaya Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022) lalu.
Setidaknya, dari data yang didapat ada 42.000 tiket terjual habis di laga panas Derbi Jawa Timur tersebut. Hingga kini, data terbaru korban secara keseluruhan mulai dari yang meninggal dunia, luka berat, luka sedang hingga luka ringan sudah ada 714 korban.
Pasca tragedi ini pun, sejumlah spanduk hingga poster pun mulai bertebaran di wilayah Malang Raya. Mulai dari bernada 'Usut Tuntas, 'Gas Air Mata Brutal' vs Air Mata Ibu' hingga 'Pembantaian Berkedok Pengamanan'.
Kondisi lapangan pasca tragedi Kanjuruhan Malang. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
TIMES INDONESIA pun merangkum bagaimana tragedi tersebut terjadi sampai menyisakan duka mendalam yang tak tergantikan hingga saat ini.
Sejumlah prosedur pun dinilai tak dijalankan oleh pihak Panitia Pelaksana, Pemilik Liga hingga aparat keamanan. Sejumlah fakta pun mulai terkuak bagaimana Tragedi Kanjuruhan Malang tersebut bisa terjadi hingga merenggut ratusan nyawa suporter.
Setelah dirangkum, setidaknya ada 4 poin yang diduga sebagai penyebab tragedi Kanjuruhan Malang ini. Hal ini bisa dibilang 'Ratusan Nyawa Aremania Melayang Dalam 4 Babak'.
Babak Pertama (Gas Air Mata)
Saksi mata salah satu Aremania bernama Achmad Zaini Chilmi Ischaqo (21) menceritakan bagaimana gas air mata tersebut muncul pertama kali ditembakan ke tengah lapangan usai pertandingan.
Seperti dengan kesaksian lain bahwa sejumlah suporter turun ke lapangan hanya untuk memberikan semangat hingga sekedar berfoto kepada pemain Arema FC atas kekalahannya melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3.
Setidaknya ia menghitung ada 3 tembakan gas air mata yang ditujukan ke lapangan sesaat setelah banyak suporter yang mulai memasuki lapangan.
Kemudian, ia bertanya-tanya kenapa gas air mata tersebut tiba-tiba di tembakkan tepat di tribun yang ia tempati, yakni tribun 12.
"Waktu penembakan gas air mata pertama di tengah lapangan. Pertama kali suporter turun. Nah ada dua tembakan gas air mata langsung ditujukan ke Tribun 12. Saya kaget. Itu membrutal dan suporter lagi rapet-rapetnya," ujarnya saat dikonfirmasi TIMES Indonesia, Sabtu (8/10/2022) kemarin.
Setelah gas air mata tersebut ditembakkan ke Tribun, sontak ia bersama suporter lain pun panik. Ia mencoba lari ke Tribun atau gate (pintu keluar) terdekat, tepatnya di gate 13.
Ia sempat menaiki tangga tribun tertinggi, tapi asap gas air mata tak kunjung turun. Ia pun semakin panik hingga mencoba untuk ke sisi gate 13, namun malah desak-desakan yang ia alami.
"Ke Tribun paling atas dulu, tapi asapnya gak turun-turun. Akhirnya saya langsung ke Tribun terdekat di 13 itu. Desak-desakan sampai ada anak kecil usia dibawah 5 tahun, itu kita dahulukan," ungkapnya.
Hal serupa juga dialami oleh Sadam (18) yang saat itu posisinya berada diluar stadion. Sadam memang tak bisa masuk ke stadion karena tak kebagian tiket hingga akhirnya ia memutuskan untuk menonton bareng (nobar) di luar stadion.
Tembok jebol di gate 13. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)
Saat ia tahu kericuhan semakin parah. Ia melihat langsung bagaimana aparat keamanan juga sempat menembakan gas air mata di luar stadion. Bukan hanya didalam stadion.
"Mereka (aparat keamanan) masih menembakkan gas air mata di luar stadion. Di dekat pintu VIP. Setahu saya satu kali. Saya lari mengamankan diri sendiri," katanya saat ditemui TIMES Indonesia di area Alun-Alun Tugu Malang beberapa waktu lalu.
Perlu diketahui, hasil investigasi dari pihak kepolisian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit telah mengidentifikasi ada 11 tembakan gas air mata, yakni 7 tembakan gas air mata ke Tribun Selatan, 1 tembakan gas air mata ke Tribun Utara dan 3 tembakan gas air mata mengarah ke lapangan.
Kapolri pun juga telah menetapkan dua tersangka yang memberi instruksi untuk menembakan gas air mata. Yakni, Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Danki Brimob Polda Jawa Timur (Jatim), AKP Has Darman.
Babak Kedua (Berdesakan dan Terinjak)
Masih dengan salah satu Aremania, Achmad Zaini Chilmi Ischaqi (21). Ia menceritakan bagaimana kondisi berdesak-desakan itu terjadi ketika gas air mata mulai mengepun tribun stadion.
Sesaat ia berada di setengah tangga datar menuju gate 13, desak-desakan pun tak terkendali hingga banyak suporter yang jatuh hingga akhirnya terinjak-injak oleh suporter lain yang tengah panik menghindari gas air mata.
Chilmi yang kala itu nonton bersama adik perempuannya, tak bisa lagi membayangkan bagaimana desak-desakan ratusan Aremania di gate 13 tersebut mulai tak karuan.
Saling dorong, saling berteriak minta tolong, hingga beberapa suporter pun sempat terjatuh hingga ke tangga bawah dan terinjak.
"Sangking paniknya karena gas air mata. Ada anak kecil jatuh gak tahu. Bingung apa yang harus dilakukan," katanya.
Ia menyaksikan langsung bagaimana banyak suporter tergeletak. Entah itu pingsan ataupun sudah tak bernyawa. Ia tak bisa lagi membedakan.
"Saya lihat lagi waktu itu. Sudah banyak orang yang tergeletak kehabisan nafas. Udah pingsan atau gak ada (meninggal dunia). Sudah gatau lagi saya. Gak bisa bedakan," ungkapnya.
Desak-desakan antar suporter yang berusaha untuk keluar dari Stadion pun juga dialami oleh Doni (43). Saat ditemui di kediamannya sehari setelah Tragedi Kanjuruhan Malang, Doni menyebutkan asap gas air mata yang ditembakkan di tribun 12 mulai mengarah ke Tribun 14.
Posisi Doni beserta anaknya, tengah berada di tribun 14. Seketika saat gas air mata mulai mereka rasakan bersama ratusan suporter Aremania pun berhamburan untuk menyelamatkan diri.
"Saya gendong anak saya lari ke pintu keluar. Itu desak-desakan sampai gak kuat. Saya berusaha terus gimana caranya saya dan anak saya bisa lolos," imbuh Doni, Minggu (2/10/2022) lalu.
Ia pun sempat menemui Alfiansyah (11) yang ditinggal oleh ayah dan ibunya sebagai korban meninggal dunia di tragedi Kanjuruhan Malang.
Saat ditemui Doni, Alfian berkata bahwa kedua orang tuanya masih berada di dalam stadion. Ia merasakan bagaimana suasa mencekam diantara ratusan suporter yang berusaha keluar menyelamatkan diri.
"Saya lihat kedua orang tua Alfian sudah digendong oleh suporter. Mereka sudah tak bernyawa lagi," ucapnya.
Babak Ketiga (Pintu Keluar yang Tertutup)
Salah satu Aremania bernama Eko Prianto (39) tak kuasa menahan tangis ketika ia menceritakan bagaimana detik-detik Aremania menghembuskan nafas terakhir didepan matanya, Senin (3/10/2022) lalu.
Eko manfaatkan, kala itu berada diluar stadion. Ia menonton pertandingan di salah satu warung kopi yang dekat dengan gate 10. Ia mendengar suara kepanikan dari dalam stadion. Ia juga mendengar suara gedoran pintu stadion.
Eko melihat langsung bagaimana ratusan suporter di setiap pintu keluar menggedor pintu yang tengah terkunci. Padahal kala itu pertandingan telah usai.
"Mereka menggedor-gedor pintu sama teriak minta tolong," katanya.
Saat Eko tiba didepan gate 13 yang dimana kini pintu keluar itu disebut sebagai gerbang neraka, Eko membantu untuk membuka paksa pintu yang tengah terkunci rapat. Diwaktu yang sama, sejumlah Aremania yang berada di dalam juga tengah mencoba untuk menjebol tembok di gate 13 tersebut untuk bisa segera keluar dari Stadion.
"Awalnya di gate 14 ada yang saya kenal, saya bantuk paksa buka pintu itu, tapi saya gak mampu. Terus ada yang teriak, 13 mas 13 mas. Saya lari ke gate 13. Saat datang, pintu sudah terbuka tapi gak semua. Saya coba bantu," ungkapnya.
Di gate 13 itulah Eko menyaksikan langsung ratusan Aremania minta tolong dengan nada lemas. Banyak wanita histeris di dalam gate tersebut.
"Wanita-wanita itu histeris. Teriak semua di gate 13 sambil mencoba keluar setelah tembok jebol dan pintu terbuka setengah," bebernya.
Babak Keempat (Pembiaran Proses Evakuasi)
Salah satu tim kuasa hukum di Tim Gabungan Aremania bernama Ahmad Agus Muin telah mendapatkan sejumlah kesaksian dari Aremania. Hal itu ia utarakan saat ditemui di Gedung KNPI Kota Malang, Minggu (9/10/2022).
Bukan soal pintu ditutup ataupun gas air mata. Akan tetapi, adanya pembiaran yang dilakukan pihak keamanan saat proses evakuasi para suporter Aremania berlangsung.
Ia menyebutkan bahwa jelas para suporter tersebut meminta tolong dan tak ada yang dilakukan oleh pihak keamanan.
"Adanya pembiaran yang dilakukan pihak keamanan di stadion. Jelas orang minta tolong dan tidak ada yang dilakukan oleh pihak pengamanan. Ini ada proses pembiaran disana," paparnya.
Seperti halnya pintu yang terkunci pun ada pembiaran disana yang mengakibatkan ratusan suporter pun berdesak-desakan hingga meregang nyawa.
"Ketika pintu itu dikunci orang minta tolong itu dibiarkan. Kan ada kesengajaan pembiaran. Ini diceritakan ke kita dan ini menjadi alat bukti kita untuk perkembangan selanjutnya," ucapnya.
Pembiaran ini ternyata juga dialami oleh salah satu Aremania, yakni Eko. Ia melakukan evakuasi korban di gate 13.
Setidaknya ada 5 orang yang ia angkat dan ditaruh di luar stadion. Ia kewalahan, akhirnya mencoba mencari petugas keamanan di sekitar.
Saat Eko meminta tolong ke petugas untuk membantu evakuasi, ia malah mendapatkan penolakan secara langsung.
"Saya mengangkat menaruh, angkat lagi taruh lagi. Kasian mereka kalau sepert ini. Saya cari petugas malah di tolak, takut ada apa-apa katanya. Akhirnya saya lari supaya gimana caranya menembus ke dalam. Saya ketemu rompi hijau, mereka petugas medis dan akhirnya membantu evakuasi," pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam tragedi ini, Kapolri telah menetapkan enam tersangka, yakni Dirut PT LIB, Ketua Panpel, Security Officer dan tiga anggota kepolisian yang memiliki peran masing-masing.
Kemudian, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dipimpin oleh Menko Polhukam, Mahfud MD kini juga masih terus melakukan penelusuran guna mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan Malang.
Aremania pun juga masih terus mengumpulkan data tragedi untuk melakukan pengusutan tuntas dan meminta harus ada yang bertanggungjawab atas tragedi Stadion Kanjuruhan Malang ini. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Deasy Mayasari |