TIMES MALANG, MALANG – Di tengah derasnya arus ekonomi digital, mahasiswa tak lagi cukup hanya mengandalkan ijazah. Tantangan nyata seperti keterbatasan modal, persaingan pasar, hingga keberlanjutan usaha menjadi ujian awal bagi generasi muda yang memilih jalur kewirausahaan. Realitas inilah yang tergambar dalam pelaksanaan BINUSPreneur Awards 2025, ajang evaluasi sekaligus apresiasi terhadap startup mahasiswa Binus Malang yang digelar di Aula BINUS @Malang, Sabtu (13/12/2025).
Ajang ini memperlihatkan bahwa membangun usaha sejak bangku kuliah bukan sekadar soal ide kreatif, melainkan proses panjang yang menuntut ketekunan, konsistensi, dan kemampuan beradaptasi. Sejumlah startup mahasiswa dinilai berdasarkan performa bisnis, inovasi produk, serta dampak yang dihasilkan.
Dari proses tersebut, tujuh startup masuk dalam kategori The Golden Seven, sementara satu startup memperoleh The Platinum Award sebagai capaian tertinggi.
Penghargaan tersebut lahir dari tahapan pembinaan berlapis, mulai dari pembelajaran berbasis proyek, pendampingan mentor, hingga inkubasi bisnis.
Skema ini menempatkan mahasiswa langsung berhadapan dengan dinamika pasar, mulai dari membaca kebutuhan konsumen hingga menyusun strategi bertahan di tengah kompetisi.
Direktur Kampus BINUS @Malang, Dr. Robertus Tang Herman, menilai bahwa pembentukan entrepreneur muda tidak bisa dilakukan secara instan.
“Yang dibangun bukan hanya bisnisnya, tetapi juga mentalitas. Mahasiswa harus siap jatuh, bangun, dan belajar dari proses itu,” ujarnya.
Isu ketahanan usaha mahasiswa juga tercermin dari pengalaman keluarga peserta. Riris Wahyu Padmasari, orang tua dari salah satu penerima Golden Seven, menyebut bahwa perjalanan bisnis anaknya jauh dari kesan serba cepat.
“Mereka benar-benar memulai dari nol. Penjualan naik-turun, capek, dan harus konsisten setiap hari. Itu proses yang tidak ringan,” tuturnya.
Salah satu startup yang mencuri perhatian datang dari Ivena Gantari, mahasiswa yang mengembangkan usaha kuliner donat mochi dan bombolone bersama tim kecil beranggotakan tiga orang. Ia menyebutkan bahwa usahanya kini mencatatkan omzet rata-rata Rp8 juta per bulan.
“Kendala paling berat di awal itu modal dan persaingan. Bahkan kompetitor bisa datang dari teman sendiri. Tapi justru di situ kami belajar bagaimana menghadapi realitas bisnis,” katanya.
Menurut Ivena, minat berwirausaha telah tumbuh sejak kecil, namun pengalaman lapangan dan pendampingan membuat pemahamannya tentang bisnis menjadi lebih utuh.
“Bukan hanya teori, tapi bagaimana mengelola usaha secara nyata di lapangan,” tambahnya.
Pelaksanaan BINUSPreneur Awards 2025 melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari dosen, mentor industri, orang tua mahasiswa, hingga perwakilan venture capital. Keterlibatan ini menunjukkan bahwa pengembangan startup mahasiswa membutuhkan dukungan lintas sektor agar dapat berkelanjutan.
Kegiatan ini juga sejalan dengan kebijakan Program Penguatan Perguruan Tinggi Swasta (PP-PTS) Kemendiktisaintek 2025, yang mendorong kampus berperan aktif dalam mencetak wirausahawan muda berbasis inovasi. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |