https://malang.times.co.id/
Berita

Abdul Qodir: Demokrasi Ketika Rakyat Berbicara, Didengar dan Dihargai

Jumat, 21 November 2025 - 11:24
Abdul Qodir: Demokrasi Ketika Rakyat Berbicara, Didengar dan Dihargai Abdul Qodir, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang, Abdul Qodir, menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh berhenti pada ritual elektoral semata. Dalam wawancara yang diterima TIMES Indonesia, ia menekankan perlunya keberanian politik untuk mengajukan pertanyaan kritis dan membuka ruang dialog yang jujur agar demokrasi tetap hidup dan relevan.

Menurutnya, demokrasi yang sehat membutuhkan narasi tandingan yang mampu menantang kemapanan kekuasaan. 

“Demokrasi tidak akan tumbuh hanya dengan pemilu. Ia perlu keberanian untuk bertanya, mendengar, dan mengguncang kebiasaan lama,” ujarnya, Kamis (20/11/2025).

Abdul Qodir menegaskan bahwa pemerintahan yang baik tidak lahir dari slogan. Ia menyebut keberanian menyampaikan kebenaran dan menolak kompromi yang merugikan publik sebagai prinsip yang selalu ia pegang dalam kerja-kerja politiknya.

“Saya percaya transparansi adalah fondasi demokrasi. Kita tidak bisa berharap pada pemerintahan yang kuat bila keberanian untuk jujur saja tidak kita miliki,” kata politisi yang dikenal vokal di berbagai forum publik itu.

Bagi Adeng akrab disapa, demokrasi hanya bernilai jika rakyat dapat bicara dan didengar. Karena itu ia konsisten membuka ruang diskusi, membangun literasi kebijakan, serta menjadi jembatan antara masyarakat dan pemangku kepentingan.

“Memberi ruang pada publik berarti mengakui martabat mereka sebagai pemilik kedaulatan,” tegasnya.

Salah satu penekanan terkuatnya adalah pada peran pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD. Ia menilai pokir merupakan jalur paling konkret untuk memastikan suara masyarakat benar-benar terwujud dalam tindakan.

“Rakyat terlalu sering diminta percaya pada demokrasi, sementara demokrasi sendiri lupa membalas kepercayaan itu. Maka melalui pokir, saya memilih jalur yang paling langsung dan paling nyata,” ujarnya.

Ia menambahkan, pokir bukan sekadar daftar kegiatan, melainkan bentuk perlawanan halus terhadap kultur politik transaksional. Kata Adeng, tidak akan menukar mandat rakyat dengan kepentingan apa pun.

“Siapa pun yang merasa terganggu oleh cara saya bekerja, biarlah itu menjadi pertanda bahwa saya sedang menyentuh sesuatu yang penting. Demokrasi memang tumbuh dari keberanian mengguncang kebiasaan lama. Pokir adalah alat guncang itu,” katanya.

Narasi Kritis yang Tetap Konstruktif

Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Adeng menyebut bahwa narasi kritis bukan berarti menyerang. Baginya, sikap kritis harus tetap berada dalam bingkai etika dan keberimbangan agar tetap konstruktif bagi tata kelola pemerintahan.

“Saya selalu menjaga keseimbangan antara kritik dan kebijaksanaan. Kita menginginkan tata kelola yang bersih tanpa menutup pintu dialog,” tegasnya.

Diakhir Adeng menekankan komitmennya memperjuangkan keadilan sosial, terutama bagi masyarakat kecil dan kelompok rentan. Menurutnya, demokrasi hanya akan kuat jika berdiri di atas prinsip kesetaraan dan perlindungan hak sipil.

“Selama saya masih diberi ruang untuk bicara dan bekerja, saya tidak akan membiarkan demokrasi berubah menjadi panggung tanpa naskah,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.