TIMES MALANG, JAKARTA – Kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 yang kini dijalankan pemerintah diminta oleh Center of Economics and Law Studies (Celios) untuk dievaluasi.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Askar berpendapat sebagian anggaran dipotong tanpa pertimbangan teknokratik yang matang. Contohnya efisiensi terhadap BMKG yang berpotensi menghambat program swasembada pangan karena kegiatan aktivitas analisis kebencanaan, perubahan cuaca, dan dampak perubahan iklim akan terganggu.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan agar pemotongan anggaran dilakukan dengan hati-hati, serta pengalokasiannya dapat digeser pada program perlindungan sosial yang jauh lebih tepat sasaran,” kata Media Askar di Jakarta, Senin (10/2/2025).
Menurut estimasi Celios, beberapa program yang dapat dibiayai dengan dana hasil efisiensi termasuk peningkatan Program Keluarga Harapan (PKH) dengan tambahan Rp30,37 triliun untuk 10,16 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Kemudian, Program Indonesia Pintar (PIP) dengan tambahan Rp13,71 triliun untuk 18,89 juta siswa serta beasiswa kuliah (KIP, Afirmasi, dan Unggulan) dengan tambahan Rp14,49 triliun untuk 1,04 juta mahasiswa.
Bantuan Subsidi Upah (BSU) dapat ditingkatkan dengan tambahan Rp4,98 triliun untuk 1,38 juta pekerja. Selanjutnya, subsidi tiket KRL sebesar Rp1,80 triliun dapat membuat tiket KRL Jakarta-Bogor gratis.
BPJS Kesehatan (PBI JKN) pun dapat menerima tambahan Rp47,21 triliun untuk 98,35 juta peserta, subsidi pupuk sebesar Rp54,86 triliun untuk 9,98 juta petani, serta melunasi tunggakan tunjangan kinerja dosen ASN sejak 2020-2024 sebesar Rp5,7 triliun.
Di sisi lain, peneliti Celios Galau D Muhammad menyatakan pemangkasan anggaran era Presiden Prabowo Subianto berbeda dengan automatic adjustment pada masa COVID-19 yang masih memberi keleluasaan kementerian/lembaga untuk menentukan prioritas belanja dan sifatnya hanya pemblokiran sementara.
“Muncul pertanyaan juga mengapa pemangkasan anggaran yang terjadi masih belum menyentuh kementerian dan lembaga yang sebenarnya banyak disorot kinerjanya di publik, seperti Kepolisian, Kemenhan, DPR/MPR,” ujarnya.
Celios pun mendorong pemerintah untuk tidak hanya mengutak-atik anggaran yang ada, tetapi juga mengoptimalkan penerimaan pajak alternatif, seperti implementasi pajak karbon, pajak kekayaan, dan pajak produksi batu bara.
Dengan begitu, kebijakan yang pro-rakyat dapat terus berlanjut tanpa membebani keuangan negara secara berlebihan. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |