https://malang.times.co.id/
Berita

Diskusi Publik “Hak Atas Kota” Ungkap Tantangan Politik dalam Perencanaan Kota di Indonesia

Senin, 21 Juli 2025 - 10:45
Diskusi Publik “Hak Atas Kota” Ungkap Tantangan Politik dalam Perencanaan Kota di Indonesia forum diskusi bertajuk “Kota, Politik, dan Masa Depan” yang digelar di Jakarta, Sabtu (19/7/2025). (Istimewa)

TIMES MALANG, JAKARTA – Dinamika politik dalam perencanaan kota kembali menjadi sorotan utama dalam forum diskusi bertajuk “Kota, Politik, dan Masa Depan” yang digelar di Jakarta, Sabtu (19/7/2025). Acara ini merupakan kolaborasi perdana antara FORSA PWK Universitas Brawijaya, Stravenues, dan Urbanist Indonesia, dengan tujuan membedah relasi antara perumusan kebijakan perkotaan, keterlibatan publik, dan arah pembangunan kota yang adil.

Diskusi ini menghadirkan sejumlah tokoh penting yang telah lama bergelut di bidang kebijakan dan isu perkotaan, seperti Anies Baswedan (Founder Karsa City Lab), Marco Kusumawijaya (Founder Rujak Center for Urban Studies), dan Sulfikar Amir (Associate Professor dari Nanyang Technological University, Singapura). Forum ini dihadiri lebih dari 200 peserta, baik secara luring maupun daring, yang berasal dari kalangan akademisi, pelajar, aktivis, hingga pemerhati kebijakan publik.

Membuka sesi diskusi, Pradamas Giffary, Co-founder Stravenues sekaligus moderator, menegaskan bahwa perencanaan kota tidak bisa dipandang hanya dari sisi fisik atau teknokratis. Menurutnya, partisipasi warga merupakan kunci utama dalam menciptakan kebijakan yang demokratis dan inklusif.

“Perencanaan kota seharusnya tidak berhenti di meja perencana. Sayangnya, partisipasi publik masih kerap bersifat satu arah dan formalitas, padahal keterlibatan kolektif warga dapat membentuk political will yang kuat,” jelasnya.

Pernyataan tersebut diamini oleh Anies Baswedan, yang menekankan pentingnya ideologi dan gagasan dalam setiap pengambilan keputusan publik. Baginya, arah kebijakan kota harus dibangun atas dasar pemahaman mendalam terhadap kebutuhan rakyat, bukan sekadar proyek teknis.

“Banyak keputusan dibuat tanpa benar-benar memahami kebutuhan utama masyarakat. Yang dibahas justru hal-hal yang jauh dari keresahan warga,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Senada, Marco Kusumawijaya menyoroti pentingnya kehadiran elemen masyarakat sipil. Seperti penulis, aktivis, dan komunitas, untuk mendorong hadirnya keinginan politik (political will) dalam pembangunan kota. Menurutnya, kehadiran “tubuh-tubuh sosial” inilah yang menjaga agar kebijakan tetap berorientasi pada kepentingan publik.

“Perumahan, transportasi, dan ruang kota yang adil harus diperjuangkan. Political will tak akan tumbuh jika warga hanya diam,” tegas Marco.

Sementara itu, Sulfikar Amir menyoroti bahwa perencanaan kota adalah proses yang sangat politis. Ia menyampaikan kritik terhadap pendekatan smart city yang kerap dipromosikan pemerintah tanpa menyelesaikan akar masalah kota.
“Sebelum menjadi ‘smart’, kota harus layak huni. Digitalisasi tidak akan menyelesaikan masalah struktural jika kekuasaan masih terkonsentrasi dan partisipasi warga rendah,” ujarnya.

Dalam diskusi, Anies Baswedan juga mencontohkan keberhasilan kolaboratif dalam pengembangan sistem transportasi terpadu Jaklingko di Jakarta. Ia menekankan bahwa keberhasilan program ini ditopang oleh kerja sama antara pemerintah, operator angkutan, dan masyarakat.

“Kami rutin berdiskusi dengan operator dan menyediakan subsidi dari pemerintah. Kami ingin keadilan dirasakan semua pihak. Hasilnya, cakupan transportasi umum naik drastis dari 42% ke 90%,” jelasnya.

Menurut Anies, pendekatan supply-driven dalam pengembangan transportasi lebih tepat dibandingkan demand-driven, karena kebutuhan mobilitas merupakan hak dasar masyarakat kota.

“Pemerintah tak boleh merasa tahu segalanya. Justru harus aktif belajar dari warga dan praktik terbaik. Pendekatannya harus kolaboratif, bukan otoritatif,” tambahnya.

Ketua Umum FORSA PWK Universitas Brawijaya, Billy David Nerotumilena, menyatakan bahwa forum ini diharapkan menjadi ruang belajar bersama sekaligus wadah bagi mahasiswa dan pegiat perkotaan untuk memahami politik di balik tata ruang.

“Kami ingin mendorong keterlibatan generasi muda dalam proses kebijakan kota. Jangan hanya diam di ruang kelas atau ruang diskusi digital. Masyarakat harus menjadi bagian dari solusi,” ujarnya.

Peserta forum tampak antusias dengan berbagai isu yang dibahas. Dari mulai strategi perencanaan kota, evaluasi kebijakan, hingga praktik baik yang dapat direplikasi di berbagai daerah.

Diskusi “Hak Atas Kota” ini menunjukkan bahwa kebijakan kota adalah hasil dari proses politik, bukan semata produk teknokrasi. Oleh karena itu, keberhasilan membangun kota yang inklusif dan berkelanjutan sangat ditentukan oleh seberapa besar partisipasi warga dalam proses pengambilan keputusan.

Sebagaimana ditekankan oleh para narasumber, masa depan kota ada di tangan masyarakat yang terlibat, berpikir kritis, dan berani menyuarakan kepentingan bersama. Dari forum ini, harapannya lahir lebih banyak aktor-aktor sosial yang memperjuangkan kota sebagai ruang hidup yang adil dan layak untuk semua. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.