TIMES MALANG, MALANG – Persoalan pembangunan monumen gerbong kereta api di kawasan Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang atau dikenal sebagai Kayutangan Heritage semakin pelik. Setelah mendapat sorotan tajam dari para ahli sejarah hingga pemerhati budaya, kini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang turut menyentil ketidakjelasan konsep dari Pemerintah Kota Malang (Pemkot Malang) soal tata kelola kawasan Kayutangan.
Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji mengatakan, realisasi penataan kawasan Kayutangan seharusnya sesuai dengan konsep awal. Dimana perlu menjaga keberadaan peninggalan sejarah di kawasan tersebut.
"Apapun dekorasi yang dipasang di Kayutangan, saya sudah sampaikan bahwa kalau bisa disesuaikan dengan konsep awal. Jangan sampai nanti tidak sesuai dan malah jadi bahan olok-olokan bagi masyarakat yang mengerti sejarah," ujar Bayu, Rabu (18/4/2023).
Ketidak sesuaian yang dimaksud, salah satunya seperti soal gerbong kereta yang baru saja resmi dibangun sebagai monumen di kawasan Kayutangan Heritage.
Bagaimana tidak sesuai, dimana dari catatan sejarah bahwa kawasan Kayutangan tak pernah dilewati oleh Loko LORI pengangkut tebu. Akan tetapi, di kawasan tersebut merupakan tempat atau jalur Loko TREM pengangkut manusia dari Stasiun Jagalan - Blimbing.
Gerbong kereta atau Loko yang kini menjadi monumen, yakni Loko LORI hasil CSR dari salah satu perusahaan kepada pihak Pemkot Malang.
Dengan melihat ini, lanjut Bayu, ia menilai bahwa Pemkot Malang melakukan penataan Kayutangan secara sporadis tanpa pendalaman terlebih dahulu.
"Kami melihat penataan Kayutangan ini sporadis. Kayak pemasangan box telephone hingga lokomotif baru ini. Harusnya sesuai dengan blue print awal Kayutangan. Harusnya itu dikomunikasikan dengan teman teman pemerhati sejarah dan budaya," ungkapnya.
Bahkan, Bayu mengaku bahwa pihaknya juga tak pernah diajak koordinasi tentang penambahan ornamen baru di kawasan Kayutangan Heritage. Alhasil, apa yang terjadi saat ini tak sesuai dengan blue print yang sempat dipaparkan di awal pembangunan kawasan Kayutangan Heritage.
"Pemasangan lokomotif ini tidak sesuai dengan blue print Kayutangan. Waktu penyampaian blue print itu, tidak pernah disampaikan adanya lokomotif itu. Bahkan box telephone itu juga tidak ada," katanya.
Meski replika lokomotif itu merupakan CSR, Bayu menuturkan bahwa Pemkot Malang seharusnya juga mengkaji kelayakan ornamen tersebut bersama tim ahli sejarah. Melalui kajian itu, nantinya bisa menghasilkan penempatan yang sesuai dan tidak menganggu fasilitas lain atau estetika ornamen atau monumen lain.
"Aturan CSR saat ini memang ada kekosongan. Jadi kami di DPRD juga sedang proses mematangkan Perda tentang CSR agar nanti bisa tertata dengan baik," tandasnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |