TIMES MALANG, MALANG – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) menguat dalam pelaksanaan Program Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) di Desa Parangargo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Warga menolak dan minta penguatan ini dibatalkan.
Warga Desa Parangargo diminta mengeluarkan biaya, meski program ini sebelumnya disampaikan gratis atau tanpa biaya. Biaya sebesar Rp 200 ribu per bidang tanah harus dibayarkan warga untuk pengukuran per bidang.
Pantauan TIMES Indonesia, muncul penolakan warga yang berkumpul di Gedung Serbaguna Desa Parangargo Wagir, Jum'at (19/12/2025) malang ini. Mereka berniat meminta pengembalian biaya yang sudah terlanjur dibayarkan.
"Iya, beberapa warga saat ini berkumpul di sini (Gedung Serbaguna), menunggu pihak panitia ILASPP. Warga ingin ada pengembalian biaya," terang salah seorang warga dari RW 02 Desa Parangargo, malam ini.
Ia mengaku, sempat dua kali mengikuti sosialisasi awal adanya program ILASPP tersebut. Meski demikian, dirinya tak tahu menahu perihal keputusan keharusan dari panitia untuk pembiayaan sebesar Rp 200 ribu.
"Saya juga menolak, tidak mendaftar dan tidak membayar. Kesepakatan pembiayaan itu bagaimana mulanya Saya tidak tahu. Jumlah Rp 200 ribu itu tidak rasional. Adanya Perdes yang mengatur hal tersebut juga Saya anggap maladministrasi. Sampai sekarang belum tahu perdesnya," terang warga yang meminta tidak disebutkan namanya ini.

Sebelumnya, juga muncul pengaduan warga, terkait sosialisasi program ILASPP digelar pada 6 November 2025 di Balai Desa Parangargo. Dalam kesempatan itu, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang juga hadir, menyampaikan bahwa ILASPP merupakan program gratis. Dasar hukumnya jelas, yakni Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018.
Polemik terjadi setelah muncul dua versi berita acara musyawarah yang beredar di lingkungan RT dan RW. Dalam dokumen tersebut, program ILASPP disebut-sebut sebagai PTSL, meskipun BPN kembali menegaskan bahwa ILASPP berbeda dengan PTSL dan tidak dipungut biaya.
Tak hanya itu, warga juga diminta menandatangani surat pernyataan bermaterai, yang menyatakan tidak keberatan membayar Rp 200 ribu. Pihak pemerintah desa juga mencantumkan dasar Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1/2025, sebagai dasar pembiayaan.
Namun, warga menganggap penerbitan Perdes ini dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Peraturan Desa.
Rangkap jabatan Pj. Kepala Desa Parangargo yang sekaligus tertulis menjadi Ketua Panitia ILASPP juga disorot warga. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan dugaan penyalahgunaan wewenang.
Hingga berita ini ditulis, Pj. Kepala Desa Parangargo Yenni belum bisa dikonfirmasi. Pesan dan panggilan yang ditujukan ke nomor WhatsApp yang bersangkutan, belum ada tanggapan. (*)
| Pewarta | : Khoirul Amin |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |