TIMES MALANG, MALANG – Persidangan perkara dugaan pemalsuan merek Pioneer CNC Indonesia kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang, Senin (20/10/2025). Sidang kali ini menghadirkan saksi ahli, Prof. Dr. Prija Djatmika, S.H., M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
Dalam keterangannya, Prof. Prija menjelaskan bahwa perkara tersebut berpotensi memiliki unsur pidana, tergantung pada pembuktian di persidangan.
“Perkara ini berpotensi ada unsur pidana. Tinggal nanti pembuktian-pembuktiannya di persidangan. Jika terbukti bahwa pihak yang memproduksi dan memperdagangkan barang tidak memiliki sertifikat merek, maka unsur tindak pidana dapat terpenuhi,” ujar Prija Djatmika di ruang sidang Cakra PN Kepanjen.
Ia menegaskan bahwa hak eksklusif dari pemilik sertifikat merek harus dilindungi, karena hal tersebut berkaitan dengan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap suatu produk.
“Sebaliknya, jika merek orang lain digunakan tanpa izin, maka hal itu dapat merusak perlindungan dan tatanan usaha,” lanjutnya.
Menurutnya, perlindungan terhadap hak merek juga bertujuan menjaga ketertiban dalam dunia usaha. “Ini menyangkut perlindungan agar ketertiban usaha terjamin. Jangan sampai merek terkenal ditumpangi oleh pihak lain karena akan merusak tata niaga,” tegasnya.
Lebih lanjut, Prija menyebut bahwa pengadilan memiliki kewenangan untuk memutuskan perkara ini berdasarkan bukti dan fakta hukum.
“Secara teori hukum pidana, jika seseorang sudah memiliki sertifikat merek terlebih dahulu, maka yang menggunakan merek itu tanpa izin dapat dipidana,” ungkapnya.
Latar Belakang Kasus
Pioneer CNC Indonesia merupakan perusahaan penyedia mesin CNC (Computer Numerical Control) dan jasa pemotongan fiber laser. Pemilik sah merek tersebut adalah Freddy Nasution, warga Malang, yang telah memiliki sertifikat merek resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Kasus ini mencuat setelah Freddy melaporkan Syaiful Adhim, yang kini menjadi terdakwa, atas dugaan pemalsuan merek Pioneer CNC Indonesia.
Kuasa hukum Freddy, Didik Lestariyono, menyatakan bahwa keterangan saksi ahli memperkuat posisi hukum kliennya. “Kami sepakat dengan pendapat saksi ahli, karena merek itu sudah memiliki SK dari Kemenkumham,” ujar Didik.
Ia menambahkan, saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi masih menemukan merek Pioneer CNC Indonesia digunakan secara aktif di pabrik milik terdakwa.
“Baliho, iklan, seragam, hingga mesin produksi masih menggunakan merek Pioneer CNC Indonesia,” katanya.
Akibat tindakan dugaan pemalsuan tersebut, kerugian yang dialami kliennya diperkirakan mencapai Rp4 miliar.
Didik menuturkan, saksi ahli yang dihadirkan pihak pelapor menjawab sekitar 40 pertanyaan dari jaksa maupun penasihat hukum terdakwa selama sidang berlangsung.
“Saksi ahli dengan tegas menyatakan bahwa merek tersebut memiliki kekuatan hukum sejak diterbitkannya SK Kemenkumham pada 1 Desember 2024 atas nama Freddy Nasution,” ujarnya.
Ia menegaskan, meski sudah ada SK resmi, pihak terdakwa tetap mempergunakan merek tersebut hingga saat pemeriksaan polisi di lokasi pabrik.
“Padahal, dalam SK itu jelas dinyatakan bahwa merek Pioneer CNC Indonesia adalah milik Freddy Nasution,” tambah Didik.
Sidang perkara dugaan pemalsuan merek Pioneer CNC Indonesia ini akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi berikutnya. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |