TIMES MALANG, MALANG – Lebaran Idul Fitri di Indonesia memiliki sejarah panjang. Tradisi lebaran di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari masa kolonial hingga perkembangan modern.
Seperti apa perjalanan sejarah Lebaran di Indonesia?
1. Lebaran di Masa Kolonial: Awal Mula Tradisi
Pada masa kolonial Belanda, perayaan Lebaran di Indonesia sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Muslim.
Meski berada di bawah penjajahan, umat Muslim tetap merayakan Idul Fitri dengan penuh khidmat.
Azyumardi Azra (2012) dalam bukunya: "Sejarah Islam di Indonesia" mencatat bahwa, perayaan Lebaran pada masa kolonial menjadi simbol resistensi budaya dan agama terhadap penjajahan Belanda.
Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa:
-
Masjid menjadi pusat perayaan: Umat Muslim berkumpul di masjid untuk melaksanakan salat Idul Fitri bersama.
-
Makanan khas mulai muncul: Hidangan seperti ketupat dan opor ayam mulai dikenal sebagai makanan khas Lebaran.
-
Silaturahmi dan maaf-maafan: Tradisi saling mengunjungi dan meminta maaf sudah dilakukan, meski skalanya masih terbatas.
2. Lebaran di Masa Kemerdekaan: Konsolidasi Identitas Nasional
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, perayaan Lebaran mulai dijadikan sebagai bagian dari identitas nasional.
Pemerintah Indonesia, yang mayoritas penduduknya Muslim, mendukung perayaan Lebaran sebagai momen untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam jurnal "Islam and National Identity in Indonesia" (2018), disebutkan bahwa Lebaran menjadi salah satu momen penting dalam konsolidasi identitas nasional Indonesia pasca-kemerdekaan.
Beberapa perkembangan penting pada masa ini antara lain:
-
Penetapan hari libur nasional: Idul Fitri resmi ditetapkan sebagai hari libur nasional, memungkinkan masyarakat merayakannya secara lebih meriah.
-
Tradisi mudik mulai muncul: Masyarakat yang merantau mulai pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga.
-
Peningkatan konsumsi: Masyarakat mulai membeli baju baru, makanan, dan oleh-oleh untuk Lebaran, menandai pertumbuhan ekonomi pasca-kemerdekaan.
3. Lebaran di Era Orde Baru: Modernisasi dan Komersialisasi
Pada era Orde Baru (1966-1998), perayaan Lebaran mengalami modernisasi dan komersialisasi.
Ariel Heryanto (2008) dalam bukunya: "Kebudayaan dan Masyarakat di Era Orde Baru" mencatat bahwa komersialisasi Lebaran pada era Orde Baru mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan modernisasi di Indonesia.
Beberapa perubahan yang terjadi saat itu antara lain:
-
Iklan dan promosi Lebaran: Perusahaan mulai memanfaatkan momen Lebaran untuk memasarkan produk, seperti makanan, pakaian, dan elektronik.
-
Tradisi THR (Tunjangan Hari Raya): Pemberian THR kepada karyawan menjadi hal yang umum, mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
-
Siaran televisi Lebaran: Stasiun televisi mulai menayangkan program khusus Lebaran, seperti drama, musik, dan acara komedi.
4. Lebaran di Era Reformasi: Digitalisasi dan Globalisasi
Setelah Reformasi 1998, perayaan Lebaran di Indonesia semakin dipengaruhi oleh globalisasi dan perkembangan teknologi.
Beberapa tren yang muncul antara lain:
-
Mudik massal: Jumlah pemudik meningkat signifikan, didukung oleh pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan bandara.
-
Belanja online: Masyarakat mulai memanfaatkan e-commerce untuk membeli kebutuhan Lebaran, seperti baju, makanan, dan oleh-oleh.
-
Media sosial: Platform seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp digunakan untuk bersilaturahmi secara virtual, terutama selama pandemi COVID-19. (*)
Pewarta | : Faizal R Arief |
Editor | : Faizal R Arief |