https://malang.times.co.id/
Opini

Illusory Truth Effect dan Echo-Chamber Efek

Minggu, 13 April 2025 - 00:23
Illusory Truth Effect dan Echo-Chamber Efek Destita Mutiara, S.Sos., M.A., Dosen Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Riau.

TIMES MALANG, RIAU – Illusory truth effect adalah fenomena kognitif dimana informasi yang diulang-ulang lebih mungkin dianggap benar, meskipun tidak ada dasar faktual yang kuat. Bagaimana? Terdengar tidak asing bukan dengan hal yang demikian. 

Mari kita telusur, penelitian pertama mengenai efek ini dilakukan pada 1977 oleh para psikolog Lynn Hasher, David Goldstein, dan Thomas Toppino, yang menemukan bahwa orang cenderung menganggap sebuah pernyataan benar jika mereka telah mendengarnya beberapa kali sebelumnya. 

Efek disebabkan oleh kecenderungan otak manusia untuk mengasosiasikan pengulangan dengan kepercayaan. Dengan akibat semakin sering kita mendengar informasi, semakin familiar informasi tersebut, dan kita lebih mungkin menganggapnya sebagai kebenaran.

Masalahnya, akibat kepercayaan yang salah ini, sebagian orang juga mempunyai persepsi yang salah bahwa “a little brain damage“ tidaklah penting (Guilmette dan Paglia 2004).

Efek kebenaran ilusi muncul sebagai respons terhadap keterbatasan otak dalam memproses dan mengingat informasi secara rinci. Karena mengingat informasi secara detail memerlukan banyak energi, otak sering kali mengambil jalan pintas dengan menggunakan heuristic atau metode penilaian cepat. 

Salah satu heuristic yang digunakan adalah bahwa informasi yang diulang-ulang dianggap lebih mungkin benar karena lebih mudah diproses oleh otak. Media sosial mempercepat penyebaran informasi dan memungkinkan pengulangan informasi secara luas dalam waktu singkat. 

Di platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok, informasi dapat dengan cepat beredar di kalangan pengguna yang luas, dan setiap pengulangan atau pembagian ulang konten meningkatkan kemungkinan informasi tersebut dipercaya oleh audiens. 

Ketika informasi yang sama terus muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan pengguna hingga berita yang dibagikan, efek kebenaran ilusi dapat muncul, mempengaruhi persepsi dan keyakinan pengguna.

Algoritma media sosial juga berperan besar dalam memperkuat efek ini. Algoritma dirancang untuk menunjukkan konten yang relevan dengan preferensi pengguna, yang berarti bahwa informasi atau pandangan yang sesuai dengan keyakinan seseorang cenderung lebih sering muncul. 

Hal ini menciptakan echo chamber atau ruang gema, di mana informasi yang sama terus diulang-ulang dan memperkuat keyakinan pengguna. Dengan demikian, pengguna media sosial tidak hanya terpapar pada informasi yang diulang, tetapi juga terpapar pada informasi yang telah disesuaikan dengan keyakinan mereka, yang meningkatkan kemungkinan munculnya illusory truth effect.

Selain itu Echo chamber dalam konteks media sosial merujuk pada situasi di mana informasi atau opini diperkuat secara berulang dalam komunitas tertentu tanpa adanya paparan terhadap sudut pandang yang berbeda. 

Dalam ruang gema ini, konten yang mendukung keyakinan atau pandangan tertentu cenderung disebarluaskan secara masif, sementara informasi yang bertentangan diabaikan atau bahkan dikucilkan. 

Hal ini menciptakan sebuah ekosistem di mana individu terus menerus menerima opini yang sama, sehingga memperkuat keyakinan mereka tanpa adanya proses kritis atau verifikasi kebenaran.

Dalam konteks algoritma media sosial, echo chamber muncul akibat personalisasi konten. Algoritma media sosial dirancang untuk meningkatkan interaksi pengguna dengan memberikan konten yang relevan dengan preferensi mereka. 

Dengan kata lain, ketika seseorang sering berinteraksi dengan konten tertentu, algoritma akan semakin sering menunjukkan konten serupa di masa depan. Akibatnya, pengguna sering terjebak dalam lingkaran informasi yang terbatas, yang hanya memperkuat pandangan tertentu.

Persepsi Kebenaran dalam Ruang Gema 

Dalam echo chamber, kebenaran menjadi relatif terhadap apa yang diyakini oleh kelompok tersebut, bukan berdasarkan fakta obyektif. Teori mere exposure dalam psikologi sosial menyebutkan bahwa individu cenderung menganggap sesuatu lebih benar atau dapat dipercaya jika mereka sering terpapar terhadap hal tersebut. 

Dalam konteks media sosial, pengulangan informasi melalui ruang gema ini dapat menciptakan ilusi kebenaran yang dikenal sebagai "kebenaran ilusi". Hal ini berbahaya karena dapat mengaburkan batas antara opini dan fakta serta mengikis kemampuan individu untuk berpikir kritis.

Dampak Echo Chamber terhadap Masyarakat

Fenomena echo chamber memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat. Pertama, ruang gema memperkuat polarisasi sosial dan politik. Ketika individu hanya terpapar pada pandangan yang sama, mereka cenderung lebih ekstrim dalam pandangan mereka dan kurang toleran terhadap sudut pandang yang berbeda. 

Hal ini terbukti dalam berbagai studi tentang polarisasi politik di Amerika Serikat dan Eropa, di mana echo chamber memperkuat kelompok-kelompok dengan ideologi berbeda untuk saling menentang tanpa upaya dialog.

Kedua, echo chamber menurunkan kualitas demokrasi. Demokrasi yang sehat seharusnya dibangun di atas diskusi dan pertukaran ide yang terbuka, namun echo chamber membatasi diskusi ini. 

Jika masyarakat terus-menerus dikelilingi oleh informasi yang menguatkan keyakinan mereka tanpa adanya kritik atau sudut pandang lain, maka keputusan dan opini yang terbentuk cenderung sepihak dan kurang mendalam.

Ketiga, echo chamber memperkuat bias confirmation, di mana individu cenderung mencari dan menerima informasi yang mendukung keyakinan mereka sebelumnya, dan mengabaikan informasi yang bertentangan. 

Bias confirmation ini dapat berdampak negatif pada pemikiran kritis dan penilaian rasional, yang seharusnya menjadi dasar dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang, termasuk politik, kesehatan, dan pendidikan.

Kritisisme Terhadap Peran Media Sosial dalam Menciptakan Echo Chamber

Salah satu kritik utama terhadap media sosial adalah cara platform ini menciptakan ruang gema melalui algoritma yang memprioritaskan engagement. Seperti yang disebutkan sebelumnya, algoritma media sosial dirancang untuk meningkatkan interaksi pengguna dengan menampilkan konten yang relevan dengan preferensi mereka. Namun, hal ini justru menciptakan siklus yang semakin mengurung individu dalam sudut pandang yang sempit dan meningkatkan polarisasi.

Selain itu, media sosial sering kali kurang transparan dalam cara mereka mengelola informasi dan algoritma mereka. Pengguna sering kali tidak memiliki kontrol penuh atas konten apa yang mereka lihat, dan jarang diberikan informasi tentang cara algoritma bekerja. 

Kurangnya transparansi ini membuat individu sulit untuk menyadari bahwa mereka berada dalam echo chamber, dan tanpa disadari menerima informasi yang tidak akurat atau bahkan salah sebagai kebenaran.

Penting pula untuk dicatat bahwa platform media sosial memiliki tanggung jawab etis untuk memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan tidak menimbulkan kebencian atau memicu disinformasi. 

Namun, platform-platform ini sering kali gagal menindaklanjuti tanggung jawab tersebut, karena prioritas mereka adalah mendapatkan keuntungan melalui peningkatan interaksi pengguna, bukan menyediakan informasi yang valid.

***

*) Oleh : Destita Mutiara, S.Sos., M.A., Dosen Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Riau.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.