https://malang.times.co.id/
Opini

Gizi Santri Juga Perlu Dipikirkan, Pak Prabowo

Minggu, 09 Februari 2025 - 23:56
Gizi Santri Juga Perlu Dipikirkan, Pak Prabowo Yusuf Arifai, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan.

TIMES MALANG, PACITAN – Prabowo Subianto, sejak menjabat sebagai Menteri Pertahanan, dikenal sebagai sosok yang tegas dan patriotik. Kini, sebagai presiden terpilih, ia membawa janji besar: Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini tentu mulia. Anak-anak sekolah akan makan bergizi, tidak hanya sekadar mengisi perut. Tapi, ada satu yang masih luput dari perhatian: anak santri.

Santri di pesantren itu juga anak bangsa, Pak Prabowo. Mereka juga butuh gizi, butuh tenaga untuk menghafal kitab, mengaji sampai larut malam, dan bangun dini hari untuk shalat tahajud. Tapi, kalau melihat realitas di lapangan, banyak santri yang makan seadanya. Nasi dengan lauk tahu tempe, sayur bening tanpa daging. Kadang, kalau rezeki sedang baik, ada telur dadar dibagi empat. Itu pun berebutan.

Lalu, bagaimana mereka bisa tumbuh sehat dan kuat, apalagi bersaing dengan anak-anak dari sekolah umum yang sudah dipastikan mendapat makanan bergizi gratis?

Dalam berbagai kesempatan, Prabowo menyampaikan bahwa MBG bertujuan meningkatkan kualitas generasi muda. Anak-anak sekolah dasar hingga menengah akan mendapatkan asupan bergizi demi mencetak generasi emas. Namun, apakah santri tidak termasuk dalam kategori generasi emas itu?

Berdasarkan data Kementerian Agama, ada lebih dari 4 juta santri yang tersebar di ribuan pesantren di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sebagian besar hidup di pondok pesantren tradisional dengan pola makan ala kadarnya. Bukan karena pesantren tidak peduli, tapi karena memang dananya terbatas.

Mari kita sedikit membayangkan. Seorang santri bangun jam 3 pagi, shalat malam, lalu mengaji. Subuh berjamaah, lanjut belajar kitab kuning hingga siang. Makan pagi? Kadang hanya secangkir teh dan singkong rebus. Lalu, mereka kembali belajar, siang harinya makan nasi dengan kuah bening dan sedikit sambal. Tidak ada lauk hewani, tidak ada susu. Gizi? Jauh dari cukup.

Bandingkan dengan anak-anak di sekolah umum yang nantinya akan mendapatkan menu MBG dengan standar yang bagus: protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral terpenuhi. Jika kondisi ini dibiarkan, santri akan semakin tertinggal.

Gizi Buruk Mengancam Santri

Badan Pangan Nasional pernah menyebutkan bahwa sekitar 25 persen anak Indonesia mengalami stunting. Ini bukan angka kecil, dan kalau ditelusuri lebih jauh, banyak dari mereka adalah anak-anak yang hidup di pesantren. Stunting bukan sekadar soal tinggi badan, tapi juga soal perkembangan otak dan kecerdasan.

Jika gizi anak santri tidak diperhatikan, maka masa depan mereka juga terancam. Bukankah pesantren telah melahirkan banyak pemimpin hebat di negeri ini? Dari KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, hingga Gus Dur. Semua lahir dari lingkungan pesantren.

Namun, jika santri-santri sekarang terus kekurangan gizi, bisa jadi 20 tahun ke depan kita tak lagi punya pemimpin hebat dari kalangan pesantren. Mereka kalah sejak dalam kandungan, sejak sendok pertama yang masuk ke mulut mereka tak cukup bergizi.

Jika Prabowo benar-benar ingin mencetak generasi emas, maka MBG tidak boleh hanya menyentuh sekolah-sekolah umum. Pesantren, terutama yang berbasis salafiyah dan mandiri, harus dimasukkan dalam program ini.

Langkah pertama, pemerintah harus melakukan pemetaan pesantren mana saja yang kondisi santrinya rawan gizi buruk. Data ini seharusnya bisa didapat dengan mudah melalui Kementerian Agama dan Badan Pangan Nasional.

Kedua, alokasi anggaran MBG harus diperluas. Jangan sampai pesantren yang menjadi tempat pendidikan karakter bangsa ini malah terpinggirkan. Jika di sekolah umum anak-anak bisa mendapat telur, susu, dan daging, maka santri juga harus bisa mendapat hal yang sama.

Ketiga, pesantren perlu mendapatkan pendampingan dalam mengelola pola makan santri. Banyak pengelola pesantren ingin memberikan makanan bergizi, tapi tidak tahu bagaimana cara mengatur anggaran agar gizi santri tetap terpenuhi dengan biaya yang ada.

Jangan Ada Diskriminasi dalam Gizi

Santri itu tidak meminta lebih, mereka hanya ingin diperlakukan setara. Jika anak sekolah umum bisa tumbuh sehat dengan program MBG, mengapa santri harus tetap kurus, kering kerontang?

Pak Prabowo, jika ingin Indonesia menjadi negara besar, maka jangan lupakan anak-anak pesantren. Mereka yang selama ini belajar tanpa pamrih, menghafal kitab tanpa fasilitas mewah, berdoa untuk bangsa ini setiap hari, adalah aset yang tidak ternilai harganya.

Negara harus hadir. Bukan sekadar memberi janji, tapi benar-benar menyejahterakan mereka. Santri juga anak bangsa. Santri juga butuh makan bergizi. (*)

***

*) Oleh : Yusuf Arifai, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.