TIMES MALANG, MALANG – Di era digital yang serba terhubung ini, ilmu menjadi lebih mudah diakses, dibagikan, dan dipelajari. Teknologi memudahkan kita untuk memperoleh informasi dalam hitungan detik, dari berbagai penjuru dunia. Namun, di balik kemudahan tersebut, ada satu hal yang tak boleh terlupakan, adab.
Pentingnya adab telah diajarkan oleh para ulama sejak dulu, dan hal ini relevan lebih dari sebelumnya di dunia digital. Di dunia maya, informasi bisa menyebar dengan cepat, namun tanpa pertimbangan etis, dapat memicu perpecahan, kesalahpahaman, dan bahkan kebohongan.
Inilah tantangan terbesar di era digital: bagaimana kita tetap menjaga adab dalam dunia yang penuh dengan informasi yang cepat dan mudah diakses. Ketika ilmu tidak diiringi dengan adab dalam konteks dunia digital hal ini menjadi tantangan tersendiri, serta solusi untuk menjaga agar ilmu tetap menjadi cahaya yang menerangi jalan kebaikan, bukan malah menyesatkan.
Di sini, kita akan melihat betapa pentingnya menjaga etika dan integritas dalam menggunakan ilmu, serta bagaimana adab dapat membimbing kita untuk tetap bijak di tengah kemajuan teknologi.
Dalam Islam, ilmu memiliki kedudukan yang tinggi. Namun, lebih tinggi dari ilmu adalah Adab. Tanpa adab, ilmu dapat menjadi sia-sia bahkan menyesatkan. Para ulama dan cendekiawan Islam selalu menekankan bahwa ilmu harus diiringi dengan akhlak yang baik.
Sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran dan Hadist, pada Surah Al-Mujadalah (58:11):
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya : "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan".
Pada Al-Quran surat Al-Mujadalah Ayat 11 tersebut di atas, menunjukkan bahwa ilmu dapat meninggikan derajat seseorang. Namun, ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang dibarengi dengan iman dan adab.
Pada Surah Al-Hujurat (49:11):
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan fasik (panggilan dengan menggunakan kata-kata yang mengandung penghinaan atau tidak mencerminkan sifat seorang mukmin) setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim (Ayat:11).
Pada Al-Quran surat Al-Hujurat Ayat 11 tersebut di atas, mengajarkan adab dalam berbicara, tidak merendahkan orang lain, serta menghindari prasangka buruk.
Pada Surah Luqman (31:14 & 18):
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali (Ayat:14).
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
Artinya: Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri (Ayat:18).
Pada Al-Quran surah Luqman Ayat 14-18. Luqman menasihati anaknya tentang pentingnya bersyukur kepada Allah, berbakti kepada orang tua, serta bersikap rendah hati. Seorang yang beradab akan selalu bersyukur atas ilmu yang dimiliki, tidak sombong dengan kemampuannya, dan selalu belajar dari yang lebih berpengalaman.
Pentingnya adab yang harus ditanamkan pada diri kita, hal tersebut tidak lepas juga dari sunnah rosul seperti yang disabdahkan Nabi Muhammad SAW:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ {رواه البيهقي}
Artinya: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Al-Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan bahwa akhlak lebih utama dibandingkan sekadar memiliki ilmu. Keberadaban di era digital ini memiliki tantangan tersendiri, berikut tantangan-tantangan yang muncul akibat ilmu yang tidak diiringi dengan adab di era digital.
Di era digital, pengetahuan lebih mudah diakses daripada sebelumnya, namun pentingnya adab sering kali diabaikan. Penyebaran informasi yang cepat dapat menyebabkan kesalahpahaman, perpecahan, dan penipuan ketika pertimbangan etika diabaikan. Pentingnya menjaga standar etika dan integritas dalam pemanfaatan pengetahuan, terutama dalam konteks kemajuan teknologi.
Mengacu pada ajaran Islam, artikel ini menyoroti bahwa pengetahuan harus disertai dengan karakter yang baik (akhlaqul karimah) dan perilaku etis untuk membimbing individu menuju kebenaran.
***
*) Oleh : Moh Sulhan, S.T., M.KOM., Direktur Politeknik Unisma Malang, Direktur Hanspedia Lecturer & Creative Business Coaching Practitioner.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |