https://malang.times.co.id/
Opini

Kepentingan Dibalik Kerja Sama Antarnegara

Kamis, 03 Juli 2025 - 13:00
Kepentingan Dibalik Kerja Sama Antarnegara Thaifur Rasyid, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Dalam dunia global yang tampak penuh diplomasi dan jabat tangan hangat antarnegara, kerja sama internasional kerap dipromosikan sebagai jalan mulus menuju perdamaian, kemajuan, dan pembangunan ekonomi. Namun, sejarah dan kenyataan membuktikan bahwa kerja sama antarnegara tidak selalu sebersih dan seideal narasi yang disampaikan di forum-forum internasional. 

Di balik layar, kerja sama tersebut sering menyimpan agenda terselubung yang melampaui kepentingan politik formal dan ekonomi pembangunan. Ia bisa menyentuh dimensi kontrol ideologi, hegemoni budaya, infiltrasi intelektual, bahkan penciptaan ketergantungan sistemik.

Pertama, mari kita telaah bagaimana kerja sama antarnegara sering menjadi alat bagi negara kuat untuk mempertahankan dominasi ideologisnya. Dalam berbagai kesepakatan bilateral atau multilateral, negara dengan kekuatan ekonomi, militer, dan teknologi yang lebih unggul kerap menyisipkan nilai-nilai ideologi yang tidak selalu sesuai dengan karakter sosial budaya negara mitra. 

Bantuan luar negeri, misalnya, kadang datang dengan syarat tak tertulis: penerapan kebijakan yang selaras dengan prinsip neoliberalisme atau demokrasi liberal. Negara penerima bantuan, apalagi yang sedang mengalami krisis, sering kali berada dalam posisi tawar yang lemah dan secara tak sadar menggandeng kontrak ideologis yang mengubah wajah kebijakan dalam negeri.

Kita dapat melihat contoh konkret dalam berbagai program bantuan pembangunan atau kerja sama pendidikan. Program pertukaran pelajar, pelatihan akademik, hingga hibah riset seringkali bukan sekadar bentuk solidaritas antarbangsa. 

Di dalamnya, tersimpan proyek jangka panjang berupa westernisasi pola pikir elite intelektual. Generasi muda yang "diasuh" oleh negara mitra akan membawa pulang bukan hanya gelar, tetapi juga nilai dan cara pandang yang bisa membentuk arah kebijakan nasional. Inilah bentuk soft power paling halus tapi berdampak panjang.

Kedua, kerja sama pertahanan dan keamanan yang kerap diklaim sebagai bentuk solidaritas regional atau global melawan ancaman bersama tak jarang berfungsi sebagai cara legal untuk memperluas pengaruh militer atau teknologi senjata negara besar. 

Negara maju menjalin latihan militer bersama, menjual sistem persenjataan, atau menyediakan bantuan intelijen kepada negara mitra, tetapi di balik itu, mereka juga sedang menciptakan ketergantungan teknologi militer dan membuka jalur pengawasan strategis. 

Tak heran jika kemudian kita melihat perjanjian militer yang sebenarnya memberikan lebih banyak akses kepada negara kuat terhadap data pertahanan dan kelemahan internal negara kecil.

Ketiga, kerja sama ekonomi dan investasi asing yang digadang-gadang sebagai jalan keluar dari keterbelakangan dan pengangguran juga menyimpan ranjau kepentingan. Investasi besar dari negara maju ke negara berkembang bisa menjadi alat untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah dengan kedok transfer teknologi dan penciptaan lapangan kerja. 

Dalam banyak kasus, perusahaan multinasional justru mengeruk keuntungan besar, sementara negara tuan rumah hanya menerima remah-remah royalti dan dampak lingkungan yang panjang. Tak jarang pula, kerja sama ekonomi ini membentuk jebakan utang atau “debt trap” diplomacy, di mana negara berkembang akhirnya kehilangan kedaulatan atas aset strategis mereka.

Contohnya bisa dilihat dari proyek-proyek infrastruktur raksasa yang didanai oleh pinjaman luar negeri. Ketika negara peminjam tak mampu melunasi utang, aset nasional seperti pelabuhan, jalan tol, atau tambang diserahkan sebagai jaminan. 

Pada titik ini, kerja sama ekonomi berubah menjadi alat kolonialisme gaya baru. Negara yang tampak berdaulat secara politik, sejatinya sudah kehilangan kontrol atas kekayaan strategisnya.

Selain itu, kerja sama antarnegara di bidang digital dan teknologi membuka ruang terselubung bagi penguasaan data dan algoritma. Negara-negara dengan kekuatan teknologi informasi mampu masuk ke dalam infrastruktur digital negara lain, bahkan dalam sistem pemerintahan, pendidikan, hingga sektor privat. 

Ketika sebuah negara menggantungkan sistem teknologinya pada negara asing, maka ia sebenarnya membuka akses besar terhadap kontrol dan manipulasi data masyarakatnya. Ini adalah bentuk kolonialisme digital yang makin sulit dideteksi, tapi dampaknya sangat nyata dalam kontrol wacana publik dan arah kebijakan nasional.

Kerja sama internasional memang dibutuhkan dalam era global yang saling terhubung. Namun, penting untuk selalu membedah lapis-lapis motif di balik setiap dokumen MoU, perjanjian dagang, atau program bantuan. 

Tidak semua kerja sama itu netral. Bahkan, dalam banyak kasus, kerja sama adalah strategi halus untuk menciptakan ketergantungan baru, mengatur arah ideologi bangsa lain, dan memperluas kendali ekonomi serta budaya dengan cara yang tak langsung.

Sebagai bangsa yang berdaulat, Indonesia harus cermat dan kritis dalam setiap bentuk kerja sama. Perlu ada audit kebijakan luar negeri yang mengedepankan prinsip resiprositas (timbal balik) yang adil. 

Lebih dari itu, masyarakat sipil dan kalangan intelektual juga perlu aktif mengawasi dan mengkritisi arah kerja sama antarnegara agar tidak menjadi jalan bagi hilangnya kedaulatan kita secara perlahan. Kerja sama memang penting, tapi bukan berarti kita harus menyerahkan kunci rumah kita hanya karena mereka datang membawa hadiah.

Dalam dunia internasional, kerja sama tidak pernah benar-benar bebas nilai. Di balik senyum diplomasi, sering tersembunyi strategi panjang untuk mempengaruhi, membentuk, bahkan menguasai. Maka, kerja sama antarnegara harus terus kita sikapi dengan nalar kritis, kesadaran sejarah, dan semangat menjaga kedaulatan bangsa.

***

*) Oleh : Thaifur Rasyid, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.