https://malang.times.co.id/
Opini

Sinkronisasi Nilai Akademik terhadap Realitas Sosial

Kamis, 02 Oktober 2025 - 20:20
Sinkronisasi Nilai Akademik terhadap Realitas Sosial Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Salah satu perdebatan klasik dalam dunia pendidikan adalah persoalan jarak antara teori dan praktik, antara dunia akademik dengan realitas sosial, serta antara bangku kuliah dengan kebutuhan industri. 

Banyak pihak yang menilai bahwa dunia akademik seringkali berjalan di menara gadingnya sendiri, sibuk dengan kurikulum, silabus, dan teori, tetapi belum tentu relevan dengan dinamika sosial maupun kebutuhan dunia kerja. 

Akibatnya, banyak lulusan perguruan tinggi yang gagap menghadapi realitas industri, bahkan tak jarang menjadi pengangguran terdidik.

Fenomena ini bukan sekadar problem teknis, tetapi masalah paradigma. Akademik di Indonesia masih terlalu menekankan hafalan, standar ujian, dan capaian kognitif, sementara kebutuhan industri menuntut kompetensi, keterampilan, kreativitas, dan kemampuan problem solving. 

Sementara itu, realitas sosial mulai dari kemiskinan, pengangguran, hingga perubahan budaya digital membutuhkan solusi konkret yang bisa lahir dari dunia akademik. Di sinilah urgensi sinkronisasi nilai akademik dengan realitas sosial dan industri menemukan momentumnya.

Pendidikan sejatinya bukan sekadar memproduksi ijazah, tetapi mencetak manusia yang siap hidup dan berkontribusi. Nilai akademik memang tetap penting, sebab di situlah terletak fondasi keilmuan, disiplin berpikir, dan kemampuan analisis. 

Namun fondasi itu tidak boleh berhenti pada tataran teoretis semata. Ia harus diorientasikan pada kebutuhan industri yang selalu bergerak dinamis, serta terhubung dengan realitas sosial yang sehari-hari dialami masyarakat.

Ketika akademik hanya menekankan nilai angka, lulusan hanya pandai di kertas tetapi belum tentu adaptif di lapangan. Sebaliknya, jika pendidikan terlalu pragmatis mengikuti industri tanpa landasan akademik yang kuat. 

Maka lahirlah tenaga kerja yang cepat usang karena tidak memiliki kerangka berpikir yang visioner. Karena itu, sinkronisasi keduanya bukan berarti mengorbankan salah satu, melainkan menghubungkan secara timbal balik.

Kebutuhan Industri yang Kian Dinamis

Era digital dan revolusi industri 4.0 telah mengubah peta kebutuhan industri. Banyak profesi lama hilang, tetapi lahir pula profesi baru. Keterampilan seperti literasi digital, analisis data, kecerdasan buatan, hingga komunikasi lintas budaya menjadi semakin vital. 

Namun yang menarik, industri tidak hanya membutuhkan kemampuan teknis (hard skill), tetapi juga soft skill seperti kepemimpinan, kolaborasi, empati, dan integritas.

Di sinilah tantangan akademik: apakah kurikulum mampu beradaptasi dengan cepat mengikuti dinamika industri? Banyak mahasiswa yang mengeluh materi kuliah masih terlalu jauh dari kebutuhan kerja. 

Misalnya, jurusan teknik informatika masih terjebak pada bahasa pemrograman usang, sementara industri sudah menuntut penguasaan cloud computing, data science, atau cyber security. Jurusan ilmu sosial pun sering kali kering praktik, padahal dunia kerja menuntut kemampuan riset sosial yang aplikatif untuk kebutuhan marketing, public relation, atau policy making.

Lebih jauh dari sekadar industri, akademik juga perlu menyentuh realitas sosial masyarakat. Mahasiswa tidak boleh hanya hidup di kelas dan laboratorium, tetapi harus turun ke lapangan. 

Di desa-desa, masih banyak problem kemiskinan, kesenjangan pendidikan, hingga minimnya akses kesehatan. Di perkotaan, muncul problem sosial baru seperti urbanisasi, ketimpangan ekonomi, hingga tekanan hidup digital.

Jika dunia akademik mampu hadir memberi jawaban, maka relevansinya akan semakin terasa. Program pengabdian masyarakat, kuliah kerja nyata (KKN), penelitian terapan, hingga inkubasi bisnis berbasis komunitas, merupakan contoh bagaimana akademik bisa bersentuhan langsung dengan realitas sosial. Dengan begitu, mahasiswa tidak hanya pintar secara teori, tetapi juga peka dan solutif terhadap kebutuhan masyarakat.

Menjembatani dengan Kolaborasi

Sinkronisasi nilai akademik dengan industri dan sosial tidak bisa hanya ditanggung oleh kampus. Dibutuhkan jembatan berupa kolaborasi tiga pihak: kampus, industri, dan masyarakat. Kampus perlu membuka diri terhadap masukan industri agar kurikulum tidak ketinggalan zaman. 

Industri perlu memberi ruang magang, pelatihan, dan transfer pengetahuan agar mahasiswa mendapat pengalaman langsung. Sementara masyarakat perlu dilibatkan sebagai laboratorium sosial tempat mahasiswa menguji gagasan dan inovasi.

Praktik link and match yang digagas pemerintah sebenarnya berada di jalur yang tepat, tetapi implementasinya masih setengah hati. Banyak kampus yang sekadar formalitas bekerja sama dengan industri, tanpa benar-benar melibatkan mahasiswa dalam proyek nyata. 

Begitu pula dengan program pengabdian masyarakat yang kadang lebih seremonial ketimbang menyelesaikan masalah. Karena itu, kolaborasi ini harus dijalankan secara substantif, bukan administratif.

Pada akhirnya, tujuan utama sinkronisasi nilai akademik dengan realitas sosial dan industri adalah membangun generasi visioner: generasi yang tidak hanya siap bekerja, tetapi juga siap menciptakan pekerjaan; generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana; generasi yang tidak hanya terampil, tetapi juga berkarakter.

Bangsa ini tidak butuh lulusan yang sibuk mengejar gelar, tetapi butuh insan yang berani menyalakan api perubahan. Jika akademik mampu memberi dasar keilmuan, industri memberi arah keterampilan, dan realitas sosial memberi kepekaan, maka lahirlah manusia Indonesia yang paripurna.

Pendidikan tanpa relevansi sosial hanya akan melahirkan keterasingan. Pendidikan tanpa orientasi industri hanya akan melahirkan pengangguran. Tetapi pendidikan tanpa nilai akademik yang kokoh hanya akan melahirkan pragmatisme jangka pendek. Karena itu, sinkronisasi antara akademik, sosial, dan industri adalah jalan tengah yang harus ditempuh.

Bangsa ini sedang menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Hanya dengan generasi yang berakar pada ilmu, berbuah pada keterampilan, dan berjiwa sosial yang kuat, kita bisa menjawab tantangan zaman. Pendidikan tidak boleh lagi terjebak di menara gading, melainkan harus menjadi mercusuar yang menerangi jalan bangsa.

***

*) Oleh : Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.