TIMES MALANG, JAKARTA – Korupsi telah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti fondasi bangsa ini bertahun-tahun. Praktik penggelapan uang negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, namun justru mengalir ke kantong-kantong pribadi para pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Ironisnya, meski telah terbukti bersalah dan menjalani hukuman, banyak koruptor masih bisa menikmati hasil kejahatannya setelah keluar dari penjara. Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia belum memiliki efek jera bagi para koruptor.
Hukuman yang diberikan kepada para koruptor saat ini terkesan terlalu ringan dan tidak sebanding dengan kerugian yang mereka timbulkan. Vonis penjara beberapa tahun tanpa disertai perampasan total terhadap aset hasil korupsi tidak memberikan dampak signifikan bagi para pelaku.
Setelah menjalani masa tahanan yang sering kali diperpendek melalui berbagai remisi, mereka kembali ke masyarakat dan menikmati kekayaan hasil jarahan mereka. Sementara itu, jutaan rakyat harus hidup dalam kemiskinan akibat dana pembangunan yang dikorupsi.
Perampasan aset secara menyeluruh merupakan langkah krusial yang harus diterapkan dalam upaya memberantas korupsi. Dengan memiskinkan para koruptor, negara tidak hanya memberikan efek jera yang nyata tetapi juga mengembalikan kerugian negara yang telah digelapkan.
Aset-aset tersebut seharusnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat melalui program-program pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang selama ini terhambat akibat minimnya anggaran.
Selain perampasan aset, sanksi berupa pengasingan dari seluruh struktur pemerintahan juga perlu ditegakkan dengan konsisten. Para koruptor seharusnya dilarang seumur hidup untuk menduduki jabatan publik dari tingkat desa hingga nasional.
Larangan ini harus berlaku tanpa pengecualian dan tanpa batas waktu. Seseorang yang telah terbukti mengkhianati kepercayaan publik tidak layak mendapatkan kesempatan kedua untuk memegang kekuasaan.
Sayangnya, implementasi kebijakan perampasan aset dan pengasingan struktural ini sering kali terhambat oleh lemahnya komitmen politik. Pemerintah terkadang terkesan enggan untuk mengambil langkah tegas.
Bahkan, cenderung melindungi para koruptor yang memiliki jaringan kuat di lingkaran kekuasaan. Sikap pemerintah yang ambigu dalam pemberantasan korupsi ini menciptakan preseden buruk dan menumbuhkan keberanian bagi calon-calon koruptor lainnya.
Para koruptor semakin berani melakukan aksinya secara terang-terangan karena melihat bagaimana pendahulu mereka masih bisa hidup dalam kemewahan meski telah terbukti merampok uang rakyat.
Mereka menyadari bahwa sistem hukum yang ada belum mampu melucuti sepenuhnya harta hasil kejahatan mereka. Bagi mereka, hukuman penjara hanyalah risiko sementara yang sebanding dengan kekayaan yang bisa mereka nikmati seumur hidup.
Indonesia sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah seharusnya mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun kenyataannya, kesenjangan sosial semakin melebar dengan elite politik dan birokrasi yang hidup dalam kemewahan sementara rakyat berjuang melawan kemiskinan.
Ini merupakan catatan hitam bagi bangsa Indonesia yang belum berhasil menciptakan pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi hukum yang berani dan komprehensif. Undang-undang tentang perampasan aset hasil korupsi perlu diperkuat dengan menghilangkan berbagai celah hukum yang selama ini dimanfaatkan oleh para koruptor. Penegakan hukum juga harus dilakukan secara konsisten tanpa pandang bulu, siapapun pelakunya.
Lembaga-lembaga anti-korupsi seperti KPK perlu diberikan wewenang yang lebih luas untuk melacak dan merampas aset para koruptor, termasuk yang tersembunyi di luar negeri atau atas nama pihak ketiga.
Transparansi dalam pengelolaan aset hasil perampasan juga harus dijamin agar masyarakat dapat memantau penggunaannya untuk kesejahteraan rakyat.
Pemberantasan korupsi bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, melainkan seluruh elemen masyarakat. Kesadaran kolektif tentang bahaya korupsi dan tekanan publik yang konsisten terhadap para pelaku dan pemerintah menjadi faktor penting dalam menciptakan Indonesia yang lebih bersih dan berkeadilan. Hanya dengan komitmen bersama, mimpi tentang Indonesia bebas korupsi dan rakyat yang sejahtera dapat terwujud.
***
*) Oleh : M. Sahrozzi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |