TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Belum lama, saya diundang sebagai narasumber membincangkan ruang publik di kampung. Undangan tersebut saya sambut gembira. Pertimbangannya, merintis ruang publik di kampung adalah gagasan cerdas. Ide ini dapat dikatakan sebagai pemikiran cemerlang menggunakan penjelasan berpijak prinsip-prinsip psikologi komunitas.
Berpondasi pada perspektif psikologi komunitas. Buah pikiran mewujudkan ruang publik di kampung bernama Widoro merupakan prakarsa brilian berlandaskan upaya preventif terhadap ledakan problem. Usaha pencegahan ini dengan melihat booming masalah bakal terjadi pada kampung tersebut gara-gara mendekati sebagai wilayah urban. Atau menjadi daerah yang tanggung. Disebut perkotaan masih terasa kehidupan pedesaan. Dikatakan pedesaan. Perilaku kehidupanya telah mengarah pada nuansa perkotaan.
Akibat dari kawasan transisi dari pedesaan menuju perkotaan menimbulkan pergeseran nilai dan kultural. Tanda-tandannya bisa dilihat dari relasi antar pribadi yang akrab dan penuh kekeluargaan. Pelan-pelan tergusur menjadi renggang. Aktifitas masyarakat yang mengutamakan kegotongroyongan semakin menipis. Berganti dengan mengedepankan individualitas. Altruisme berupa saling tolong menolong. Tanpa pamrih. Mulai pupus. Menjelma sebagai insan cenderung fokus sebatas memikirkan diri sendiri. Tak hirau. Orang-orang di sekitar.
Semakin menjauh peralihan menuju area urban secara spesifik berdampak pada realitas personal semakin individualistik menyebabkan masalah bertambah besar. Terutama tekanan mental berkenaan dengan tak ada yang peduli dan hilangnya empati dari orang-orang di sekeliling. Sehingga dirinya saat mengalami ujian berat kehidupan harus ditanggung sendiri.
Kondisi komunitas. Acuh tak acuh mengakibatkan rentan terhadap gangguan psikologis seperti frustasi, stres atau depresi. Kesehatan mental terganggu ini. Pencetusnya berasal dari individu harus menanggung beban berat masalah secara individual. Merasa tak ada orang-orang di sekeliling yang membantu dirinya. Kenyataan tersebut menjadikan seseorang nekat menyelesaikan masalah melalui tindakan negatif.
Perilaku negatif dipilih sudah tak tahan menyangga beban masalah dan sudah merasa buntu mengatasinya. Terpaksa harus menyelesaikan sendiri. Faktor penyebab adalah tak ada tempat berbagi. Tertutup pintu mencurahkan isi hati. Dan tak ada lagi sandaran meringankan penderitaan. Keadaan ini yang membuat seseorang kadang melakoni jalan pintas secara ekstrim. Sampai ada yang mengakhiri hidup.
Bukan hanya pada ranah individual. Tetapi terjadi juga problem sosial. Seperti rapuhnya ketahanan keluarga. Yang menjadi korban. Tak lain adalah anak-anak. Realitasnya dapat diamati dari orang tua. Tak mampu mengendalikan anak-anak menggunakan gawai.
Anak-anak dibiarkan leluasa bermain gawai hingga lupa waktu. Bermain gawai yang tak terkontrol menyebabkan perkembangan anak-anak tak semestinya. Misalnya apatis terhadap lingkungan sekitar, menurunkan motivasi belajar dan anak-anak berkata tak senonoh dipicu oleh meniru model dari gawai yang dilihatnya.
Masalah sosial berikutnya bisa terjadi pada remaja. Ketahanan keluarga yang lemah memberi kontribusi bagi kenakalan remaja. Mereka melakukan agresivitas dan penyalahgunaan napza. Sumbernya berasal dari keluarga tak mampu menjadi benteng melindungi remaja dari pengaruh negatif. Datangnya bisa berakar aspek internal. Berupa keharmonisan keluarga retak. Hadirnya bisa juga berpangkal aspek eksternal. Berwujud lingkungan tak kondusif sebagai tempat tumbuh kembang remaja.
Masalah sosial terjadi bersumber dari pudarnya ketahanan keluarga dipicu oleh pengetahuan terbatas mengenai pendidikan parenting. Betapa pentingnya pemahaman parenting memerlukan perhatian dari lingkungan terdekat untuk saling asah, asih dan asuh. Kepedulian dari orang-orang sekitar menularkan wawasan dan pengalaman berkenaan dengan parenting memberi kontribusi bagi peningkatan ketahanan keluarga pada komunitas. Sayang. Fenomena kesetiakawanan mengokohkan ketahanan keluarga dengan pola tersebut. Belum sepenuhnya berkecambah pada umumnya kampung yang bertransformasi menjadi perkotaan.
Kesadaran pencegahan agar masalah individual dan sosial tidak menjadi bencana bagi warga kampung. Strategi yang dilakukan oleh Widoro adalah membangun ruang publik. Cara ini merupakan cara tepat. Pasalnya. Ruang publik dimengerti sebagai area berkumpul masyarakat meraih tujuan bersama. Berbagi cerita mengenai masalah pribadi maupun komunitas.
Ruang publik juga dimaknai menampung aktivitas sosial, ekonomi maupun pendidikan dilaksanakan secara individual maupun kelompok dibingkai kebersamaan. Berdasarkan pemahaman ini ruang publik mampu merawat solidaritas antar warga melalui saling membantu satu sama lain. Meski kampung tersebut berada pada masa pancaroba dari pedesaan menuju urban.
Tetap tumbuhnya kepedulian saat terjadi mobilitas dari pedesaan ke urban dipupuk oleh ruang publik yang dibangun ternyata mampu menciptakan sense of community. Indikator dari ruang publik berhasil membentuk sense of community dapat dilihat dari berkembangnya rasa komunitas.
Tanda yang bisa diamati dari rasa komunitas adalah warga memiliki ikatan saling memiliki. Tanda yang lain. Adanya kedekatan relasi antara warga untuk saling bekerja sama bertujuan mencapai kebaikan bersama. Tanda berikutnya adalah berbagi peran dan keuntungan. Anggota masyarakat bisa menempatkan diri pada posisinya di kampung. Ketika dirinya memiliki kemampuan lebih akan menyumbang pada warga yang kekurangan.
Kesediaan orang-orang di komunitas mau membantu secara ikhlas menjadikan segala keluh kesah dialami warga. Lebih ringan. Lantaran masalahnya diselesaikan bersama orang lain. Kenyataan ini menjadikan warga merasa beruntung tinggal di kampung tersebut.
Tanda selanjutnya. Ada kedekatan secara emosional. Relasi secara personal yang akrab memberi kesempatan individu mengungkapkan masalah pribadi. Dan individu lain pun bersedia dengan sepenuh hati mendengarkannya. Tidak hanya mendengarkan. Tetapi juga memberi jalan keluar. Interaksi positif tersebut menjadikan masalah individu dapat terpecahkan karena memperoleh solusi dari warga lain.
Muara dari ruang publik yang membentuk sense of community bermanfaat bagi tumbuhnya kesejahteraan psikologis. Parameter menjadi acuan telah berkembang kesejahteraan psikologis di kampung antara lain relasi yang baik dengan warga, lingkungan memberikan dukungan bagi perkembangan pribadi, menambah sumber daya secara individu maupun sosial, menyehatkan fisik, memberi peluang kesempatan kerja, memberi suasana bahagia, menanamkan religiusitas dan terajut ketahanan keluarga tangguh menghadapi tantangan kehidupan yang kian terjal.
Semoga upaya yang dilakukan Widoro menyemai ruang publik merealisasikan kampung gemah ripah loh jinawe. Pencapaian suatu kampung yang baldatun thayibatun wa rabbun ghafur dapat menjadi model bagi kampung-kampung lain. Keberhasilan membangun ruang publik ini. Bukan hanya bermanfaat untuk Widoro. Tetapi juga Indonesia. Aamiin.
***
*) Oleh: Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |