Kopi TIMES

Memandang Pentingnya Literasi Bagi Anak dari Perspektif Guru

Kamis, 16 Maret 2023 - 00:20
Memandang Pentingnya Literasi Bagi Anak dari Perspektif Guru Galan Rezki Waskita, Demisioner HMI Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Tahun 2023 telah dimulai dengan pendekatan baru pada dunia pendidikan. Konsentrasi terhadap literasi kini semakin digiatkan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) mengawali tahun dengan pembagian buku bacaan bermutu bagi siswa pendidikan dasar. Total buku ini berjumlah 15.356.486  yang terakumulasi dari 560 judul. 

Pembahasan tentang minimnya budaya literasi di Indonesia tentu bukan lagi isu yang baru. Persoalan tersebutlah yang menjadi alasan pembagian buku ini diadakan. Sayangnya banyak yang memandang buku atau literasi secara garis besar hanya sebatas bacaan penambah wawasan. Padahal lebih jauh, buku adalah bagian  penting dari metode pembelajaran. 

Untuk melihat lebih jelas urgesi kebaradaan buku bermutu, guru adalah pihak pertama yang harus didengarkan. Mengingat, mereka adalah ujung tombak transformasi wawasan bahkan nilai ideologi pada generasi bangsa. Dengan kata lain kita juga perlu kembali berguru untuk sekedar memahami sedikit terkait bahasan ini. 

Pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Dasar (SD) kelas 1-3, umumnya anak akan sangat menggandrungi buku bergambar. Mereka tertarik pada bentuk dan warna yang dilihatnya. Dari gambar itu mereka memiliki interpretasi tersendiri. Meski demikian, gambar itu sendiri tidak menggugurkan kewajiban bagi guru untuk memberikan penjelasan. 

Pernyataan ini disampaikan Nurhayati, Guru SDN Poto di Kabupaten Sumbawa, NTB. Ia menyebutkan buku bergambar membuat anak tidak menyadari bahwa dirinya ternyata sedang belajar. Untuk kelas 4-6, narasi dalam buku lebih dibutuhkan dibandingkan porsi gambar. Namun buku tetaplah menjadi media pembelajaran penting sebagai panduan.

Keterangan serupa juga disampaikan Via Watna Legimakani, Kepala SDN Iyameli, Kabupaten Alor, NTT.  Sekolah ini mendapatkan 1600 eksemplar buku dengan 560 judul dari Kemdikbud Ristek. Via mengaku anak didiknya kini lebih sering meminjam buku meski sebagian dari mereka belum bisa membaca. Sekali lagi mereka disebut dominan tertarik pada gambar yang disajikan. 

Demikianlah kesan yang sama juga didapati SDN 35 Krui di Lampung dan SDN Lirung di Sulawesi Utara. Meski demikian Kemdikbud juga memahami bahwa persoalan daya tarik tidak dititikberatkan pada kualitas dari bahan bacaan yang disediakan.  Pasalnya, literasi yang rendah juga dipengaruhi kurangnya promosi pemanfaatan bahan bacaan di perpustakaan.  Oleh sebab itu Kemdikbud memprogramkan pembinaan khusus terhadap guru atau pihak yang bersentuhan langsung pada tugas ini.

Bersoal pada literasi memang tidak boleh berhenti pada persoalan buku. Ada banyak platform Pemerintah, swasta, atau masyarakat umum yang dapat diakses bebas. Bukan sebatas mengkonsumsi informasi, khalayak juga dapat berkontribusi untuk berbagi secara ilmiah maupun sebatas curhatan. 

Tulisan ini adalah satu dari contoh betapa teknologi informasi memfasilitasi masyarakat untuk berliterasi secara utuh. Namun mesti diakui pada tahap pendidikan formil dasar,  buku adalah media utama yang efektif. Hal ini karena penggunan teknologi informasi berpotensi memunculkan persolan baru. Misalnya ketersediaan gadget, pengawasan konten, terutama persoalan geme. Pada sisi ini buku seolah telah menjadi sebuah karakter. Meski begitu Pemerintah masih memiliki beberapa PR lainnya.

Intensitas komunikasi guru dengan murid sekolah dasar hanya berlangsung sekitar 6 jam. Sisanya mereka akan menghabiskan waktu bersama keluaraga yang belum bisa diidentifikasi sebagai lingkungan literatif atau tidak. Hal ini tetap menjadi persoalan meski buku bacaan dapat dipinjam dan dibawa pulang. Padalah kita tentu tidak asing dengan amanat guru agar murid meminta panduan ayah, ibu, atau kakak saat diberikan tugas. 

Maknanya, dalam goals terbudaya ini orang tua juga perlu teredukasi terkait literasi. Pertanyaannya; jika anak tertarik bergelut dengan buku karena gambarnya, maka apakah yang sekiranya membuat ring satu ini turut mencintai dan menyokong budaya literasi? Pertanyaan ini sekaligus menjadi bentuk atensi publik melalui atmosfer lingkungan pendidikan yang sangat perlu dijawab. 

Tidak ada yang bisa memastikan apakah sebuah kebiasaan yang coba dibentuk hari ini akan menjelma sebagai budaya yang lestari dalam masyarakat. Namun yang pasti, saat ini guru masih menitipkan dirinya dalam lembar-lembar buku untuk menemani muridnya di rumah. Paling tidak, keberhasilan dapat dilihat dari bertambahnya kosa kata atau kemampuan bernalar anak dalam menerjemahkan gambar-gambar. 

***

*) Oleh: Galan Rezki Waskita, Demisioner HMI Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Irfan Anshori
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.