https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Refleksi Jejak Kisah Perempuan

Senin, 15 Maret 2021 - 14:16
Refleksi Jejak Kisah Perempuan Ratnawati, S.Pd , Pengajar Sejarah SMA N 1 Kota Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Dalam sejarahnya, Hari Perempuan Sedunia adalah gerakan yang muncul akibat penindasan dan ketimpangan yang dialami perempuan. PBB menjadikan tanggal 8 Maret tahun 1975 sebagai hari perayaan perempuan di berbagai bidang. Mulai dari ekonomi, teknologi, bisnis, politik, fashion, beauty, dan sosial.

Kesetaraan gender merupakan imajinasi perempuan  dalam mengembangkan suatu pemikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakan. Dengan imajinasi, manusia mengembangkan sesuatu dari kesederhanaan menjadi lebih bernilai dalam pikiran. Alfan Arrasuli (2001). Perempuan merdeka bebas berkonstelasi untuk menghamparkan peradaban yang menakjubkan meski terkadang menyisakan kegetiran. Disinilah imajinasi  seorang perempuan yang ingin menjadi wanita berdayaguna  akan menemukan relevansinya.

Tahun 2021  Peringatan Hari Perempuan Internasional yang ke 110  mengambil tema “Choose to Challenge’’ yang bermakna  seruan guna menantang  bias dan ketidaksetaraan gender, serta memestakan  prestasi wanita.  Hingga kini, kesetaraan gender menjadi persoalan yang belum teratasi secara maksimal. Entah itu berhubungan dengan norma sosial, kekerasan fisik, pernikahan dini  atau bahkan diskriminasi yang membatasi perempuan dalam meningkatkan potensi diri.

Representasi perempuan di berbagi sektor masih rendah. Masih ada kesenjangan upah dan karier antara perempuan dan laki-laki. perempuan yang bekerja di berbagai sektor, kita lihat lagi hanya sedikit perempuan yang ada di level tertinggi. 

Di Indonesia jejak kesetaraan dan keadilan gender telah muncul  setidaknya sejak tahun 1908 ketika organisasi Budi Utomo didirikan, bersamaan dengan itu organisasi perempuan juga tumbuh. “Ide-ide tentang kesetaraan dan keadilan terhadap perempuan terus tumbuh dan mewarnai gerakan pemuda 1928, gerakan kemerdekaan, bahkan hingga perlawanan di era orde baru.

Penting  untuk melakukan perlawanan dan membuat perubahan atas ketidakadilan gender melalui kolaborasi lintas sektor. Persoalan ketidakadilan ini adalah persoalan yang dialami hampir di semua lini kehidupan, budaya, politik, hukum, pendidikan.

Dalam budaya patriarki, ketika ada masalah sosial, maka yang menanggung beban kesalahan itu adalah perempuan. Namun, akan lebih indah manakala imajinasi  perempuan juga ditujukan untuk mengisi ruang-ruang kosong dan pos-pos strategis masa depan. Di sana, perempuan menjadi kekuatan kontrol dari setiap rekayasa kultural berbasis patriarki

Dalam  realita kehidupan, hampir semua tugas gender dapat dilakukan oleh kedua kaum  laki-laki  dan  perempuan  (kecuali  yang bersifat mutlak, melahirkan misalnya). Namun dalam   stereotip masyarakat  (terutama  Indonesia), masih  sering  terjadi  kesalahan pemaknaan terhadap perbedaan gender sebagai kodrat fisiologis dan biologis. Sehingga muncul isu bias gender yang dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan perlakuan terhadap kaum perempuan.

Sebenarnya  ketimpangan gender  yang  merugikan  perempuan  itu,  secara  tidak  langsung  dapat merugikan    masyarakat    secara   menyeluruh. Apabila   perempuan   diposisikan tertinggal,  maka  akan  sulit  bagi  perempuan  untuk  menjadi  mitra sejajar laki-laki, sehingga hubungan keduanya akan menjadi timpang. Ketimpangan   yang   dapat   berakibat   negatif,   selanjutnya   dapat dihindari dengan mengisi kehidupan yang “harmoni dalam berbeda”. Untuk itu perlu mengedukasi pekerja perempuan menyuarakan  hak-haknya sebagai pekerja perempuan.

Imajinasi perempuan mewujud pada personifikasinya sebagai manusia yang bebas berekspresi. Ia bermetamorfosa sebagai solusi di tengah problem yang bermunculan  di diri dan keluarganya. Modal perempuan sangat besar untuk menjadi manusia yang super. 

Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan perempuan lebih peka terhadap masalah. Ia menjadi cepat dewasa. Namun, struktur sosial yang patriarkal kadang membuat imajinasinya terbatas dalam wilayah kuasa sistem patriarki. 

Hakikat kebebasan terenggut secara tidak sadar oleh dentuman kultur yang menempatkan perempuan secara subordinatif. Akibatnya, imajinasi dibangun hanya untuk membangun dan memanjakan diri sebagai ibu rumah tangga. 

Di era digital seperti sekarang kesempatan  bagi perempuan  meniscayakan lahirnya tanggung jawab, misalnya menjadi bagian dari perumus kebijakan publik pro perempuan untuk mempromosikan pemberdayaan perempuan dan mendorong munculnya pemimpin-pemimpin perempuan  hebat dan inspiratif untuk menjadi pionir dunia.

Hari Perempuan sedunia adalah momen yang tepat utamanya perempuan  Indonesia  untuk merenungkan kemajuan dan menyerukan perubahan sehingga  keberanian dan tekad akan mendaulat  perempuan biasa, yang telah memainkan peran yang luar biasa dalam sejarah negara. (*)

***

*)Oleh : Ratnawati, S.Pd , Pengajar Sejarah SMA N 1 Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.