TIMES MALANG, MALANG – Dalam sejarahnya, Hari Perempuan Sedunia adalah gerakan yang muncul akibat penindasan dan ketimpangan yang dialami perempuan. PBB menjadikan tanggal 8 Maret tahun 1975 sebagai hari perayaan perempuan di berbagai bidang. Mulai dari ekonomi, teknologi, bisnis, politik, fashion, beauty, dan sosial.
Kesetaraan gender merupakan imajinasi perempuan dalam mengembangkan suatu pemikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakan. Dengan imajinasi, manusia mengembangkan sesuatu dari kesederhanaan menjadi lebih bernilai dalam pikiran. Alfan Arrasuli (2001). Perempuan merdeka bebas berkonstelasi untuk menghamparkan peradaban yang menakjubkan meski terkadang menyisakan kegetiran. Disinilah imajinasi seorang perempuan yang ingin menjadi wanita berdayaguna akan menemukan relevansinya.
Tahun 2021 Peringatan Hari Perempuan Internasional yang ke 110 mengambil tema “Choose to Challenge’’ yang bermakna seruan guna menantang bias dan ketidaksetaraan gender, serta memestakan prestasi wanita. Hingga kini, kesetaraan gender menjadi persoalan yang belum teratasi secara maksimal. Entah itu berhubungan dengan norma sosial, kekerasan fisik, pernikahan dini atau bahkan diskriminasi yang membatasi perempuan dalam meningkatkan potensi diri.
Representasi perempuan di berbagi sektor masih rendah. Masih ada kesenjangan upah dan karier antara perempuan dan laki-laki. perempuan yang bekerja di berbagai sektor, kita lihat lagi hanya sedikit perempuan yang ada di level tertinggi.
Di Indonesia jejak kesetaraan dan keadilan gender telah muncul setidaknya sejak tahun 1908 ketika organisasi Budi Utomo didirikan, bersamaan dengan itu organisasi perempuan juga tumbuh. “Ide-ide tentang kesetaraan dan keadilan terhadap perempuan terus tumbuh dan mewarnai gerakan pemuda 1928, gerakan kemerdekaan, bahkan hingga perlawanan di era orde baru.
Penting untuk melakukan perlawanan dan membuat perubahan atas ketidakadilan gender melalui kolaborasi lintas sektor. Persoalan ketidakadilan ini adalah persoalan yang dialami hampir di semua lini kehidupan, budaya, politik, hukum, pendidikan.
Dalam budaya patriarki, ketika ada masalah sosial, maka yang menanggung beban kesalahan itu adalah perempuan. Namun, akan lebih indah manakala imajinasi perempuan juga ditujukan untuk mengisi ruang-ruang kosong dan pos-pos strategis masa depan. Di sana, perempuan menjadi kekuatan kontrol dari setiap rekayasa kultural berbasis patriarki
Dalam realita kehidupan, hampir semua tugas gender dapat dilakukan oleh kedua kaum laki-laki dan perempuan (kecuali yang bersifat mutlak, melahirkan misalnya). Namun dalam stereotip masyarakat (terutama Indonesia), masih sering terjadi kesalahan pemaknaan terhadap perbedaan gender sebagai kodrat fisiologis dan biologis. Sehingga muncul isu bias gender yang dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan perlakuan terhadap kaum perempuan.
Sebenarnya ketimpangan gender yang merugikan perempuan itu, secara tidak langsung dapat merugikan masyarakat secara menyeluruh. Apabila perempuan diposisikan tertinggal, maka akan sulit bagi perempuan untuk menjadi mitra sejajar laki-laki, sehingga hubungan keduanya akan menjadi timpang. Ketimpangan yang dapat berakibat negatif, selanjutnya dapat dihindari dengan mengisi kehidupan yang “harmoni dalam berbeda”. Untuk itu perlu mengedukasi pekerja perempuan menyuarakan hak-haknya sebagai pekerja perempuan.
Imajinasi perempuan mewujud pada personifikasinya sebagai manusia yang bebas berekspresi. Ia bermetamorfosa sebagai solusi di tengah problem yang bermunculan di diri dan keluarganya. Modal perempuan sangat besar untuk menjadi manusia yang super.
Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan perempuan lebih peka terhadap masalah. Ia menjadi cepat dewasa. Namun, struktur sosial yang patriarkal kadang membuat imajinasinya terbatas dalam wilayah kuasa sistem patriarki.
Hakikat kebebasan terenggut secara tidak sadar oleh dentuman kultur yang menempatkan perempuan secara subordinatif. Akibatnya, imajinasi dibangun hanya untuk membangun dan memanjakan diri sebagai ibu rumah tangga.
Di era digital seperti sekarang kesempatan bagi perempuan meniscayakan lahirnya tanggung jawab, misalnya menjadi bagian dari perumus kebijakan publik pro perempuan untuk mempromosikan pemberdayaan perempuan dan mendorong munculnya pemimpin-pemimpin perempuan hebat dan inspiratif untuk menjadi pionir dunia.
Hari Perempuan sedunia adalah momen yang tepat utamanya perempuan Indonesia untuk merenungkan kemajuan dan menyerukan perubahan sehingga keberanian dan tekad akan mendaulat perempuan biasa, yang telah memainkan peran yang luar biasa dalam sejarah negara. (*)
***
*)Oleh : Ratnawati, S.Pd , Pengajar Sejarah SMA N 1 Kota Malang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |