https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Kaya Alam dan Budaya, Kerja Komprehensif untuk Papua Sehat

Rabu, 18 Desember 2024 - 06:47
Kaya Alam dan Budaya, Kerja Komprehensif untuk Papua Sehat Sri Wahyuni Rumbarar, S.Ked., Sekretaris Wilayah Perempuan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Papua

TIMES MALANG, PAPUA – Setiap warga negara memiliki hak untuk hidup sehat. Kondisi sehat sudah menjadi bagian dari hak asasi dari setiap individu dan negara mesti menjamin perwujudannya melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan dipermudah. 

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 tepatnya pada pasal 28H ayat (1) disebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

Hal ini kembali dipertegas dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama memperoleh akses sumber daya kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. 

UU ini menegaskan jika negara menjamin hak atas hidup sehat bagi seluruh warganya dan hemat penulis dalam konteks kemampuan ekonomi maka masyarakat miskin menjadi fokus perhatian utama.

Isu kesehatan di tanah Papua masih diperhadapkan dengan berbagai masalah dan tantangan baik datang dari faktor geografis, infrastruktur, ekonomi, serta kondisi sosial. Dibutuhkan perhatian serius dan tindakan konkrit untuk membenahi ini semua.

Tantangan

Pertama, kondisi geografi yang sulit dan terisolasi dimana masih banyak distrik dan kampung dengan medan pegunungan tinggi dan hutan lebat tanpa infrastruktur yang memadai. Akibatnya akses transportasi menuju fasilitas kesehatan sangat sulit dan berbiaya mahal. 

Kedua, kurangnya infrastruktur kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan klinik  dan kalaupun ada, kualitas bangunan dan ketersediaan alat kesehatan juga tidak memadai.

Ketiga, keterbatasan tenaga medis terutama dokter, bidan dan perawat. Banyak tenaga medis enggan ditempatkan di daerah terpencil karena minimnya fasilitas dan dukungan. Dampaknya sebaran tenaga kesehatan tidak merata, terkonsentrasi di kota seperti Jayapura, Merauke, Nabire dan Timika.

Keempat, penyakit endemik dan gizi buruk terutama malaria, TBC, HIV dan infeksi saluran pernapasan masih tinggi. Sementara kasus gizi buruk dan stunting masih menjadi persoalan serius.

Kelima, sosial budaya bahwa sebagian masyarakat adat masih bergantung pada pengobatan tradisional. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan dan literasi kesehatan yang masih rendah, akibatnya kesadaran akan pola hidup sehat belum sepenuhnya dipahami.

Tantangan keempat dan kelima ini berkelindan dengan angka kemiskinan yang tinggi sehingga mereka memiliki keterbatasan akses layanan kesehatan yang layak. Kalaupun mampu biaya transportasi yang mahal untuk sampai pada fasilitas kesehatan turut memperparah situasi.

Prospek

Pertama, peningkatan infrastruktur dan aksesibilitas. Pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan pembangunan jalan, jembatan, bandara perintis untuk membuka aksesbilitas sehingga bisa menjangkau fasilitas kesehatan. 

Kedua, pemberdayaan tenaga kesehatan lokal dengan mendorong pendidikan tenaga kesehatan asal Papua melalui beasiswa dan program afirmatif khusus. Afirmasi disini dalam arti memberi insentif lebih besar pada tenaga medis yang bersedia bertugas di daerah-daerah terpencil.

Ketiga, penanganan penyakit spesifik seperti malaria, TBC, dan HIV dilakukan dengan pendekatan berbasis komunitas. Pelibatan masyarakat adat dalam edukasi kesehatan termasuk menyesuaikan pendekatan layanan kesehatan agar selaras dengan budaya dan tradisi lokal mendesak untuk dikerjakan. 

Pemerintah daerah juga bisa menggandeng perguruan tinggi, NGO dengan fokus pada pencegahan dan pengobatan penyakit endemic. Saat yang sama program edukasi gizi dan kesehatan ibu-anak harus ditingkatkan untuk mengatasi masalah stunting dan gizi buruk.

Keempat, optimalisasi dana Otonomi Khusus (Otsus) agar fokus pada pembangunan sektor kesehatan, semisal pengadaan fasilitas, alat medis, dan program pelatihan tenaga medis. Ini membutuhkan transparansi dan pengawasan pemanfaatan dana diperlukan agar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Kelima, kerjasama multi-pihak dengan memaksimalkan kerjasama antara pemerintah, swasta, NGO, ataupun pihak lain untuk mendukung program kesehatan yang berkelanjutan. Misalnya skema Program CSR dari perusahaan yang beroperasi di Papua bisa diarahkan untuk mendukung sektor kesehatan.

Pada akhirnya tidak ada jalan pintas untuk mencapai itu semua. Diperlukan pendekatan yang komprehensif, mengingat tantangan geografis, ekonomi, dan budaya yang dihadapi. Dengan dukungan infrastruktur yang lebih baik, pemberdayaan tenaga medis, dan program spesifik berbasis komunitas, prospek perbaikan layanan kesehatan di Papua cukup cerah. (*)

***

*) Oleh : Sri Wahyuni Rumbarar, S.Ked., Sekretaris Wilayah Perempuan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Papua.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.