TIMES MALANG, JAKARTA – Inovasi demi inovasi terus ditelurkan oleh akademisi Universitas Brawijaya (UB). Salah satu yang terbaru yakni pengembangan teknologi untuk memperpanjang masa simpan madu, yang digagas oleh dosen Fakultas Tekonologi Pertanian (FTP) UB, Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si bersama timnya.
Anang menjelaskan, selama masa pandemi COVID-19 kebutuhan madu meningkat pesat, sayangnya setelah pandemi mereda, masyarakat mulai meninggalkan madu. Sehingga stok di tingkat petani menumpuk dan harga di pasaran turun. Ini dipandang Anang menjadi kesempatan untuk pemanfaatan teknologi yang ditelitinya.
Dia menyampaikan, di awal penelitian yang berbarengan dengan mulainya pandemi ini dihasilkan alat untuk memanaskan madu atau pasteurizer. Setelah itu dibutuhkan pendinginan yang cepat agar madu tidak basi selama proses pendinginan menggunakan purwarupa berupa vacuum cooler. Menurut Anang, madu yang panas lalu langsung didinginkan tiba-tiba, bisa mempunyai umur simpan yang lebih panjam. Karena pendinginan yang lama akan membuat mikroba menempel di madu.
“Sudah saya bandingkan dengan mendinginkan sekian mili dengan mili yang sama, di mesin 40 kali lebih cepat,” ungkapnya.
Secara teoritis, proses vacuum cooling atau pendinginan dalam waktu cepat ini telah terbukti efektif di beberapa produk. Seperti untuk roti dan sayur. Alasanya, karena semakin cepat proses pendinginanya, maka kontaminasi udara juga semakin sedikit.
Pihaknya pun kemudian juga mengembangkan miniplan penggabungan proses pasteurisasi dan pendinginan vakum. Ternyata penggabungan dua tahap ini memunculkan dua keuntungan baru yakni pengurangan buih madu saat disimpan bahkan hilang sama sekali serta pengurangan kadar air.
“Pemanasan dengan pendinginan cepat ternyata menghilangkan buih, jaminan prosesnya jadi cepat kan, terus tambah lagi, selama proses ini airnya berkurang, sehingga ada 4 in 1,” tambahnya.
Dijelaskan Anang kelemahan proses pemanasan madu secara tradisional, untuk menghilangkan buih ada tambahan air selama proses dan tidak menjamin kualitas. “Kalau buih tidak hilang ya terus dipanasi,” ujarnya menerangkan proses pengolahan madu secara tradisional.
Inovasi 4 in 1 merupakan capaian tahun kedua dari temuan Anang bersama tim, yang terdiri dari pemanasan, pendinginan cepat, menghilangkan buih serta mengurangi kadar air. Inovasi ini sudah dipublikasikan di majalah Trubus, majalah LPDP, buku 100 Inovasi Indonesia dan jurnal internasional.
Inovasi ini berlanjut ke diversifikasi madu dari madu cair ke madu bubuk di tahun ketiga. Madu cair sifatnya susah dibersihkan, susah dicampur. “Kalau bubuk misal bisa dicampur susu bubuk,” terangnya.
Riset ini menginisiasi produk-produk lain menjadi bubuk, kombucha, kuning telur, ekstrak ikan gabus (albumin).
“Nanti hasil penelitian ini prospeknya luas sekali karena alatnya bisa dibuat sendiri oleh orang Indonesia,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dosen FTP UB Kembangkan Teknologi untuk Perpanjang Masa Simpan Madu hingga Buat Madu Bubuk
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |