https://malang.times.co.id/
Berita

Tanggapan SMPN di Kota Malang Soal Seragam Mahal dan Pembatasan Grup WA

Jumat, 28 Juli 2023 - 15:38
Tanggapan SMPN di Kota Malang Soal Seragam Mahal dan Pembatasan Grup WA Ilustrasi seragam sekolah (Foto: Istimewa)

TIMES MALANG, MALANG – Pihak SMP negeri di Kota Malang yang diprotes sejumlah wali murid soal mahalnya seragam dan kewajiban membelinya di sekolah hingga grup WhatsApp (WA) calon wali murid dibatasi, akhirnya buka suara.

SMP Negeri yang diprotes dan sempat viral di media sosial tersebut, yakni SMP Negeri 29 Kota Malang.

Kepala Sekolah SMPN 29 Kota Malang, Suwaiba saat ditemui awak media berkilah soal protes yang dilayangkan wali murid hingga pembatasan grup WA oleh admin dari pihak sekolah.

Suwaiba enggan merinci harga seragam yang diajukan oleh pihaknya kepada awak media.

Namun, dari bukti yang diterima dari salah satu keluarga wali murid, pihak sekolah memberikan harga untuk ukuran standar Rp1.250.000 dan ukuran jumbo Rp1.325.000. Dengan harga tersebut wali murid mendapatkan empat stel seragam: tiga jenis pramuka, biru-putih dan batik dalam bentuk kain, dan satu seragam olahraga dalam bentuk jadi.

Adapun tambahan untuk siswi perempuan, yakni diminta membeli tiga jilbab jenis biru-putih dan Pramuka dengan harga Rp75 ribu.

"Kroscek aja," ujar Suwaiba singkat saat ditanya soal harga, Jumat (28/7/2023).

Suwaiba mengungkapkan bahwa pihaknya tidak pernah mewajibkan wali murid untuk membeli seragam di sekolah, kecuali seragam kebesaran, seperti batik dan olahraga.

"Enggak (saat ditanya wajib beli di sekolah). Yang beda kan batik sama olahraga, karena memang gak sama. Lainnya sesuai instruksi bapak Kadin (Kepala Dinas)," ujarnya.

Untuk harga yang ditawarkan oleh pihak sekolah, Suwaiba berdalih bahwa hal itu sepadan dengan barang yang ada. Sebab, ia mengakui bahwa kualitas kain yang ditawarkan oleh pihak sekolahnya cukup bagus dan berbeda dengan lainnya.

Bahkan, ia mengaku banyak wali murid yang mau membeli seragam di sekolah setelah melihat jenis kain dengan kualitas yang bagus.

"Mereka setelah melihat kainnya beda, banyak yang beli. Kalau mau beli di toko ya silahkan," katanya.

Ia juga menyebut bahwa pihak sekolah sudah membantu banyak wali murid yang tidak mampu. Setidaknya, kata Suwaiba, sudah ada 10 wali murid yang mereka bantu, karena tak mampu membeli seragam lengkap di sekolah.

"Banyak yang kami bantu. Mereka yang memang tidak mampu, kami beri semuanya seragam lengkap. Mereka membayar sesuai kemampuan mereka," tuturnya.

Ia menepis kabar bahwa adanya permintaan pencicilan pembelian seragam dengan DP 50 persen tersebut dari pihak sekolah.

Suwaiba mengaku bahwa hal itu atas permintaan sendiri dari wali murid bukan ketentuan sekolah.

"Mereka sendiri yang minta. Bukan ketentuan kita (soal pencicilan pembelian seragam)," imbuhnya.

Di sisi lain, saat ditanya soal pembatasan komentar di WhatsApp (WA) grup calon Wali Murid usai banyaknya protes, Suwaiba membenarkan hal itu.

Ia memberikan alasan bahwa pembatasan komentar tersebut agar setiap wali murid bisa bertemu dengannya di sekolah dan bisa membicarakan baik-baik.

"Biar mereka langsung ke sekolah aja. Biar langsung tatap muka. Banyak kok wali murid yang sudah ketemu saya juga," ungkapnya.

Terpisah, salah satu keluarga wali murid bernama Fahzah (28) saat dikonfirmasi TIMES Indonesia menyebut bahwa pembelian seragam di sekolah tersebut diwajibkan oleh sekolah dan dilarang membeli di luar sekolah.

Namun setelah banyaknya protes melalui WA Grup, grup pun ditutup dan diminta setiap wali murid untuk bertemu kepala sekolah.

"Iya diwajibkan (membeli seragam di sekolah). Ketika banyak yang protes, grup ditutup dan disarankan bertemu ibu kepsek (kepala sekolah)," katanya.

Keponakan Fahzah yang bersekolah di SMPN 29 saat ini sudah melayangkan protes hingga akhirnya diberikan keringanan.

Kakak ipar Fahzah dibantu oleh wali kelas untuk mengajukan keringanan ke sekolah dan akhirnya diperbolehkan beli di luar, kecuali seragam batik dan olahraga yang merupakan seragam kebesaran sekolah.

Kakak ipar Fahzah diminta untuk membayar Rp700 ribu untuk dua stel pakaian jenis batik dalam bentuk kain dan jenis olahraga dalam bentuk jadi. Ditambah, juga termasuk dasi, topi dan kaos kaki berlogo SMPN 29.

"Setelah negosiasi via wa, alhamdulilah dapat keringanan boleh membeli seragam olahraga, batik dan atribut seperti dasi, topi dan kaos kaki senilai Rp700 ribu. Itu termasuk biaya psikotes katanya, Rp63 ribu," jelasnya.

Ia menilai pihak sekolah kurang transparan dan tak ingin seluruh wali murid tahu jika ia mendapatkan keringanan. Sebab, diakui Fahzah, kakak iparnya diminta tak boleh bersuara dan bilang ke siapapun soal keringanan tersebut.

"Katanya gak boleh bilang-bilang dan ketahuan wali murid lain. Sebab, takut ikut-ikut minta tidak beli semua seragam," katanya.

Hal ini dinilai Fahzah cukup membebani dan merugikan wali murid. Sebab, ia bersama kakaknya sempat mengecek di sejumlah toko dan online shop. Mereka mendapatkan harga sekitar Rp150 ribu untuk satu stel seragam ukuran normal dalam bentuk jadi.

"Di online ada ukuran M Rp130 ribu, L Rp150 ribu satu stel. Itu saja sudah dapat topi dan dasi juga. Pakaian jadi bukan kain," ucapnya.

"Kalau di sekolah, beli semua segitu belum ongkos jahit nanti. Bisa-bisa Rp2 juta lebih. Belum lagi LKS dan buku lain," sambungnya.

Ia cukup menyayangkan persoalan ini dengan ketidak transparannya pihak sekolah dan pasifnya sejumlah wali murid. Sebab, hal ini cukup riskan dan sangat pengaruh bagi mereka yang kurang mampu dan keberatan.

"Pihak sekolah kurang transparan dalam memberikan informasi. Ditambah wali murid cenderung pasif dan takut bersuara. Jadinya mereka pasrah bayar ini itu, sedangkan gak semua orang bisa dapat uang Rp100 ribu saja dalam sekejap kan," katanya. (*)

Pewarta : Rizky Kurniawan Pratama
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.