TIMES MALANG, MALANG – Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKAUB) Malang kembali menggelar Barikan Anak Nusantara ke-4 di Kota Malang, Sabtu (16/8/2025). Kegiatan yang rutin diselenggarakan sejak 2022 ini melibatkan ratusan pelajar lintas jenjang, mulai dari TK hingga SMA, sebagai penggerak utama acara.
Sekretaris Jenderal FKAUB Malang, Pendeta David Tobing, menyampaikan bahwa tahun ini sebanyak 530 anak dari 53 sekolah dan lembaga pendidikan ikut ambil bagian. Mereka hadir dari enam agama yang diakui di Indonesia, ditambah penghayat kepercayaan.
“Semua penggerak dari kegiatan ini adalah anak-anak, mulai dari MC, penampil tarian, hingga pendoa. Kami ingin menanamkan semangat moderasi beragama sejak dini agar 20–30 tahun mendatang anak-anak terbiasa hidup berdampingan dalam perbedaan,” ujar David, Sabtu (16/8/2025).
Dengan tema “Merawat Moderasi, Mewujudkan Kedamaian Nusantara”, acara ini menghadirkan doa bersama dari tujuh agama dan kepercayaan. Doa-doa tersebut dipanjatkan oleh anak-anak, mencakup harapan bagi ekonomi, politik, korban bencana, hingga perdamaian bangsa.
David menambahkan, Barikan Anak Nusantara menjadi ciri khas Kota Malang yang tidak dimiliki kota lain.
“Barikan adalah budaya asli Indonesia. Di luar negeri tidak ada. Jadi kegiatan ini adalah kolaborasi budaya, agama, dan kepercayaan dalam satu agenda khusus menjelang kemerdekaan,” ungkapnya.
Sementara, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita yang hadir langsung, ikut memotong tumpeng sebagai simbol doa bagi keberkahan kota dan bangsa yang tengah merayakan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Amithya mengapresiasi penuh kegiatan ini. Menurutnya, acara yang melibatkan anak-anak dalam ruang publik memberi pengalaman berharga.
“Anak-anak bisa berinteraksi, mengenal ruang terbuka, dan meresapi makna kemerdekaan dengan cara yang hikmat. Saya berharap kegiatan seperti ini tidak hanya insidental, tetapi juga rutin,” katanya.
Ia juga berpesan agar masyarakat lebih menekankan makna keberagaman sebagai kekayaan bangsa.
“Perbedaan jangan digarisbawahi, tapi justru dilihat sebagai keunikan. Dengan begitu kita bisa menjadi bangsa yang lebih kuat dan bersatu,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |