TIMES MALANG, JAKARTA – Negara Korea Selatan mulai Jumat (28/12/2024) hari ini tidak memiliki pucuk pimpinan pemerintahan menyusul penjabat Presiden Han Duck-soo pun dimakzulkan oleh oposisi di Majelis Nasional.
Praktis negara Korea Selatan tidak memiliki Presiden, setelah oposisi juga memakzulkan Presiden Yoo Suk-yeol.
Han Duck-soo di oposisi karena menolak menunjuk hakim Mahkamah Konstitusi untuk persidangan Yoon Suk-yeol.
Ketua Majelis Nasional Korea Utara, Woo Won-shik siang tadi mengumumkan pengesahan mosi pemakzulan terhadap penjabat Presiden Han Duck-soo dalam sesi pleno di Majelis Nasional di Seoul.
Dengan dimakzulkannya Han Duck-soo yang juga seorang Perdana Menteri itu, seperti dilansir The Korea Times, maka Menteri Keuangan akan mengambil alih kepemimpinan sementara.
Penjabat Presiden yang juga Perdana Menteri, Han Duck-soo dimakzulkan oleh Majelis Nasional, Jumat, dalam langkah parlemen yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menggulingkan pemimpinan negara di tengah krisis politik yang semakin dalam.
Penggulingan Han Duck-soo terjadi tak lebih dua minggu ia menjabat sebagai presiden sementara setelah pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol oleh Majelis pada 14 Desember lalu karena penerapan darurat militer yang singkat.
Pemakzulan ini untuk kali pertama terjadi dalam sejarah Korea bahwa presiden dan perdana menteri, dua tokoh teratas dalam hierarki pemerintahan diskors dari tugas mereka secara bersamaan.
Usulan pemakzulan terhadap Han Duck-soo yang diajukan oleh oposisi utama Partai Demokratik Korea (DPK) pada hari Kamis, disetujui dalam sidang pleno dengan 192 suara mendukung dibanding 300 kursi Majelis yang ada.
Meskipun pemungutan suara berlangsung dengan suara bulat, namun pemungutan suara tersebut sempat dihalangi oleh anggota parlemen oposisi, karena blok oposisi yang lebih luas menguasai seluruh 192 kursi itu.
Sedangkan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikot pemungutan suara tersebut.
PPP, yang menguasai 108 kursi sisanya, tidak berpartisipasi dalam pemungutan suara itu, namun mereka memprotes keputusan Ketua DPR mengenai persyaratan kuorum 151 suara.
Partai-partai yang bersaing itu berselisih pendapat mengenai ambang batas suara yang diperlukan untuk pemakzulan presiden sementara.
Berdasarkan Konstitusi, pengesahan usulan pemakzulan terhadap perdana menteri memerlukan suara mayoritas dari 300 anggota Majelis, atau 151 suara.
Namun, pemakzulan presiden memerlukan persetujuan sedikitnya dua pertiga dari total anggota Majelis, atau 200 suara mendukung.
DPK berpendapat bahwa Han Dick-soo, yang secara teknis menjabat sebagai perdana menteri, memenuhi persyaratan suara mayoritas, sementara PPP berpendapat bahwa Han harus diperlakukan sebagai presiden.
Ketua Majelis Woo Won-sik menetapkan bahwa pemakzulan Han membutuhkan 151 pemungutan suara.
"Ini adalah usulan pemakzulan terhadap Perdana Menteri Han Duck-soo. Sesuai dengan Pasal 65 Klausul 2 Konstitusi, usulan ini akan disetujui oleh mayoritas anggota. Meskipun ada perbedaan pandangan mengenai kuorum, pokok dari usulan pemakzulan ini adalah perdana menteri, yang untuk sementara menjalankan kekuasaan presidensial," kata Woo sebelum pemungutan suara.
Anggota PPP memprotes keras, meneriakkan slogan-slogan seperti "ketua DPR harus mengundurkan diri," dan "penyalahgunaan kekuasaan." Mereka meninggalkan ruang sidang saat penghitungan suara dimulai.
Setelah mosi pemakzulan disahkan, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan apakah akan mendukung pemakzulan tehadap Han Duck-soo.
Sementara itu, tugas Han Duck-soo akan ditangguhkan, dan Wakil Perdana Menteri Choi Sang-mok, yang juga menjabat sebagai menteri ekonomi dan keuangan, akan mengambil alih kepemimpinan sementara.
"Saya menghormati keputusan Majelis Nasional, dan untuk mencegah kebingungan dan ketidakpastian lebih lanjut, tugas saya akan ditangguhkan sesuai Undang-Undang, sementara saya akan menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang cepat dan bijaksana," kata Han Duck-soo dalam sebuah pernyataan, tak lama setelah mosi pemakzulannya disahkan.
DPK mengajukan mosi pemakzulan, Kamis, tak lama setelah Han menunda pengangkatan tiga calon hakim Mahkamah Konstitusi yang telah memperoleh persetujuan parlemen.
Pihak oposisi telah mendesak penunjukan cepat sejumlah hakim untuk mengisi tiga lowongan di Mahkamah Konstitusi yang beranggotakan sembilan orang, karena majelis hakim yang penuh akan meningkatkan kemungkinan mendukung pemakzulan Yoon.
PPP telah membantah bahwa Han, sebagai penjabat presiden, tidak memiliki kewenangan untuk menunjuk hakim sampai Yoon secara resmi dimakzulkan.
Dalam pengarahan yang disiarkan televisi pada hari Kamis, Han menyatakan bahwa dia tidak akan menyetujui pengangkatan tersebut sampai blok penguasa dan oposisi mencapai kesepakatan mengenai masalah tersebut.
DPK juga berpendapat bahwa perdana menteri pantas dimakzulkan karena alasan-alasan tambahan, termasuk vetonya terhadap rancangan undang-undang penyelidikan khusus yang menargetkan pasangan presiden, dugaan keterlibatannya dalam penerapan darurat militer yang gagal oleh Yoon, dan upayanya awal bulan ini untuk membuat pengaturan pembagian kekuasaan dengan pemimpin PPP saat itu, Han Dong-hoon.
Partai tersebut mengklaim bahwa tindakan-tindakan itu tidak memiliki dasar hukum.
Pemimpin DPK, Lee Jae-myung menggambarkan pemakzulan Han Duck-soo sebagai bagian dari upaya partai untuk membubarkan apa yang disebutnya sebagai "kekuatan pemberontak" yang terkait dengan dampak darurat militer Yoon Suk-yeol.
Kini negara Korea Selatan tidak memiliki pucuk pimpinan pemerintahan setelah Presiden Yoon Suk-yeol dan penjabat Presiden, Han Duck-soo dimakzulkan oleh partai oposisi di Majelis Nasional Korea Selatan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mulai Hari Ini Korea Selatan Tidak Punya Pimpinan Pemerintahan
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Deasy Mayasari |