TIMES MALANG, SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) menjadwalkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) tahun 2026 pada 8 Desember 2025, disusul pengumuman UMK dan UMSK pada 15 Desember 2025. Tahapan tersebut menunggu terbitnya regulasi resmi dari pemerintah pusat.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menerima perwakilan pengusaha, Kamis (20/11/2025), dalam forum penyampaian aspirasi menjelang penetapan upah minimum tahun depan. Menurutnya, pemerintah daerah harus mengikuti arah kebijakan nasional.
“Pengupahan merupakan program strategis nasional. Provinsi maupun kabupaten/kota akan menyesuaikan dengan kebijakan yang ditetapkan pusat,” ujar Ahmad Luthfi.

Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz, menambahkan bahwa regulasi terkait penetapan upah minimum masih menunggu selesainya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang saat ini memasuki tahap uji publik di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kita masih menunggu PP sebagai dasar hukum penetapan upah minimum,” kata Aziz. Berdasarkan draf RPP, penetapan UMP dan UMSP dijadwalkan 8 Desember 2025, sedangkan UMK dan UMSK pada 15 Desember 2025.
Aziz menjelaskan, sejumlah parameter dalam penyusunan upah minimum sektoral perlu dijabarkan lebih rinci dalam regulasi pusat. Parameter tersebut mencakup klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI), jumlah perusahaan dalam sektor, tingkat risiko pekerjaan, spesialisasi, hingga beban kerja.
“Harapannya RPP nanti memberi penjelasan detail, termasuk sumber data. Ini akan kami dorong dalam sarasehan nasional pada 25 November,” tuturnya.
Hingga kini, Pemprov Jateng telah berkomunikasi dengan serikat pekerja, pelaku usaha, dewan pengupahan, hingga Satgas PHK guna menyerap berbagai masukan. Para pengusaha, kata Aziz, juga menyampaikan sejumlah catatan terkait persiapan penetapan upah minimum.
Di sisi lain, Ketua Apindo Jawa Tengah, Frans Kongi, memastikan kalangan pengusaha bersedia mengikuti ketentuan pemerintah soal kenaikan upah.
“Kami akan patuh pada aturan pemerintah terkait penetapan upah minimum,” ujarnya.
Terkait upah sektoral, Frans menilai penerapannya harus sesuai ketentuan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa UMSK dan UMSP diberlakukan untuk pekerjaan dengan risiko tinggi atau membutuhkan keterampilan khusus.
“Jika pemerintah menetapkan sektoral untuk pekerjaan spesifik dan berisiko, tentu kami akan jalankan. Namun pekerjaan umum yang tidak membutuhkan spesialisasi sebaiknya tidak dipaksakan masuk upah sektoral,” tegasnya. (*)
| Pewarta | : Bambang H Irwanto |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |