TIMES MALANG, JAKARTA – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memproyeksikan nilai transaksi aset kripto bisa tembus di atas Rp1.000 triliun jika siklus empat tahunan terulang pada tahun ini.
Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan, pada 2021 nilai transaksi aset kripto mencapai all time high sebesar Rp859,45 triliun dan menyentuh Rp650,61 triliun pada tahun lalu.
"Kalau siklus empat tahunan dari Bitcoinnya nanti masuk ke 2025, ya mudah-mudahan nanti siap-siap nanti akan mencapai transaksi tertinggi lagi, mudah-mudahan bisa jadi lebih dari Rp859 triliun. Bisa jadi di atas Rp1.000 triliun," ucapnya dalam Bulan Literasi Kripto, dikutip di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Menurut dia, tahun 2025 merupakan fase baru yang sangat penting mengingat adanya peralihan kewenangan, pengaturan, dan pengawasan aset kripto dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Demi menjaga ekosistem ini semakin menjadi lebih transparan, efektif, dan memberikan kontribusi bagi perekonomian, maka ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satu kendala tersebut adalah keberadaan entitas ilegal dan aktivitas cybercrime yang perlu diawasi lebih baik lagi.
Upaya ini perlu dilakukan melalui kerja keras OJK, Bappebti, serta Asosisasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI). Begitu pula dengan pelaku industri yang harus patuh terhadap regulasi terkait aset kripto.
"Jadi kita harus tetap masih membangun bersama untuk industri kita yang ke depan," kata Tirta.
Sebelumnya, regulasi untuk transaksi aset kripto diatur oleh pengaturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 9 Tahun 2024, Nomor 13 Tahun 2022, dan Nomor 8 Tahun 2021 yang memberikan panduan untuk mengatur perdagangan aset kripto di bursa berjangka CFX.
Sejumlah regulasi tersebut ini menekankan kepatuhan dalam landscape dinamis transaksi aset kripto.
Di bawah pengawasan OJK, perdagangan aset kripto diatur dalam Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 yang mengakomodasi berbagai pengaturan Bappebti, tetapi juga mengakomodasi peraturan tambahan sesuai standar OJK untuk terus meningkatkan tolak ukur pengaturan perdagangan aset kripto di Indonesia.
Adapun mekanisme perdagangan aset kripto di Indonesia saat ini telah melibatkan banyak pihak, terutama SRO (Safe Regulatory Organization), yang terdiri dari lembaga bursa, kliring, dan lembaga penyimpan dana atau depository. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |