TIMES MALANG, MALANG – Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nazaruddin Umar, menegaskan bahwa pesantren merupakan benteng peradaban bangsa yang tidak boleh diganggu apalagi direndahkan.
Hal ini dia sampaikan menyusul konten yang dirasa kurang pantas, yang ditayangkan pihak Trans 7 terhadap salah satu pondok pesantren besar di Indonesia, yang sempat menuai reaksi luas dari masyarakat.
“Kita sangat menyesalkan kejadian itu. Pihak penyelenggara juga sudah dengan terbuka meminta maaf kepada pesantren, bahkan sampai dua kali,” ujarnya saat memberikan pembinaan kepada ASN dan meluncurkan program Pendampingan Pesantren di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, pihak manajemen Trans 7 telah menunjukkan itikad baik dengan datang langsung ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Langkah tersebut, kata Menag, merupakan wujud tanggung jawab moral sekaligus bentuk kedewasaan dalam menyikapi kesalahan.
“Pimpinannya datang ke Lirboyo dan meminta maaf. Mereka mengakui bahwa kejadian itu di luar kendali, dan Trans 7 juga sudah mengambil tindakan tegas terhadap semua pihak yang terlibat,” tegasnya.
Lebih jauh, Prof. Nazaruddin menekankan bahwa pesantren memiliki kontribusi historis dan moral yang luar biasa terhadap pembentukan karakter bangsa Indonesia. Ia menegaskan, lembaga pendidikan tradisional tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat menimba ilmu agama, melainkan juga pusat pembentukan akhlak dan peradaban manusia Indonesia.
“Pesantren sudah lebih dari 300 tahun mengabdikan diri untuk menciptakan keadaban dalam masyarakat Indonesia, melahirkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi jangan sekali-kali mengusik sistem peradaban yang dikembangkan pesantren,” tegasnya.
Nazaruddin menambahkan, pesantren dan para santri selama ini berdiri di atas kemandirian yang kuat, bahkan tanpa bergantung pada dana negara. Mereka telah berperan nyata dalam mencerdaskan bangsa sekaligus menjaga nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.
“Pondok dan santri itu mandiri tanpa dibiayai negara, kecuali bantuan kecil saja. Selama ratusan tahun mereka mengabdi untuk Indonesia tanpa meminta imbalan apa pun. Maka Indonesia harus berterima kasih kepada pondok dan santri,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Menag juga mengingatkan agar peristiwa yang melibatkan pihak televisi tersebut menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama bagi media massa. Ia menilai, media harus lebih berhati-hati dalam menampilkan konten yang menyangkut lembaga keagamaan, karena pesantren memiliki posisi istimewa dalam sejarah dan kebudayaan Indonesia.
“Jangan mengusik pondok pesantren. Inilah laboratorium keadaban publik. Kalau pesantren tidak mengajarkan keadaban, maka yang muncul dalam masyarakat adalah kekurangajaran. Saya minta ini yang pertama dan terakhir. Mari kita hargai jasa pondok dan santri, karena dari merekalah lahir keadaban publik Indonesia,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |