TIMES MALANG, JAKARTA – Mudik lebaran sudah menjadi tradisi wajib bagi masyarakat Indonesia. Balik ke kampung saat Hari Raya Idul Fitri adalah momen yang ditunggu-tunggu terutama bagi mereka yang ada diperantauan.
Tradisi mudik lebaran yang dilakukan warga Indonesia untuk bertemu ķeluarga dan saling bermaaf-maafan sudah ada sejak dulu, bahkan sebelum kemerdekaan.
Ini terlihat dari adanya iklan layanan transportasi kereta api di era penjajahan Belanda di sebuah surat kabar di tahun 1937. Iklan ini dimuat di koran Pemandangan, terbitan Batavia-Centruum, Kamis 2 Desember 1937.
Kliping iklan mudik lebaran ini menjadi arsip Perpustakaan Nnasional.
Berikut redaksi iklan mudik lebaran tersebut:
Hari Raja Aidilfitri !!
Setahoen sekali moesti
perloekan tengok familie. Itoe soeatoe kewadjiban !
Tidak semoea orang gemar pergian; apa lagi jang djaoeh. Badan rasa lelah, sebab terbanting-banting di djalanan. Moeka menjadi mesoem, sebab kena angin dan aboe (Jadi zaman dulu muka mesoem itu artinya moeka yang kotor terkena angin dan aboe/debu, berbeda dgn zaman sekarang)
Tetapi tidak oesah begitoe, kalaoe goenakan kreta api S.S. Djalan di atas rail menjebabkan tidak ada bantingannja, ditiap2 djendela ada katja oentoek penoetoep angin dan aboe.
GOENAKANLAH KERETA S.S. Sentaoesa Senang dan Moerah.
Sebagai informasi, SS itu singkatan dari Staat Spoorwagen: Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) atau yang saat ini bernama PT KIA. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tradisi Mudik Lebaran Ternyata Sudah ada Sejak Penjajahan Belanda, Ini Buktinya
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |