TIMES MALANG, MALANG – Empat organisasi jurnalis di Malang Raya—Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI)—mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap wartawan saat meliput aksi unjuk rasa menolak UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang.
Mereka menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis saat bertugas merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
"Kami menerima laporan bahwa sejumlah jurnalis mengalami kekerasan fisik dan intimidasi dari aparat," demikian pernyataan bersama organisasi profesi jurnalis tersebut, Selasa (25/3/2025).
Jurnalis Mahasiswa Alami Kekerasan
Salah satu korban, DN, seorang jurnalis mahasiswa, dilaporkan mengalami kekerasan fisik, termasuk pemukulan dan injakan oleh aparat berpakaian preman. Padahal, DN telah menunjukkan kartu pers sebagai identitas resmi.
Selain DN, KI, jurnalis mahasiswa dari LPM Kavling10 UB, juga menjadi korban. Ia mengalami pemukulan oleh aparat di dekat Hotel Tugu saat berusaha menjauh dari lokasi aksi. Ponselnya sempat dirampas oleh petugas.
Kasus serupa juga menimpa seorang jurnalis perempuan dari UAPM Inovasi UIN Maliki. Ia mengaku dipukul aparat menggunakan tongkat hingga mengalami lebam di leher dan betis kanan. Selain kekerasan fisik, ia juga mendapat pelecehan verbal bernada diskriminatif.
Jaminan Hukum bagi Kebebasan Pers
Tindakan aparat ini bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Sementara, Pasal 4 ayat (3) menegaskan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi tanpa hambatan.
Lebih jauh, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2010 tentang penanganan massa, tidak ada ketentuan yang membenarkan penggunaan kekerasan dalam mengamankan aksi unjuk rasa. Oleh karena itu, tindakan aparat yang represif terhadap jurnalis dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Tuntutan Organisasi Jurnalis
Merespons tindakan aparat tersebut, empat organisasi jurnalis di Malang Raya menyampaikan sejumlah tuntutan:
-
Menjaga supremasi sipil demi tata negara yang demokratis.
-
Menghentikan kekerasan terhadap jurnalis dan demonstran.
-
Menghentikan pelecehan seksual terhadap peserta aksi.
-
Membatalkan UU TNI yang dinilai mencederai supremasi sipil.
-
Menegakkan UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
-
Mengutuk kekerasan yang dilakukan aparat terhadap jurnalis.
-
Meminta pertanggungjawaban aparat atas tindak kekerasan yang terjadi.
-
Menegaskan pentingnya kebebasan pers dan perlindungan terhadap wartawan.
-
Mengajak seluruh pihak untuk menghormati dan melindungi kebebasan pers.
Pernyataan ini ditandatangani oleh Ketua PWI Malang Raya, Cahyono; Ketua AJI Malang, Benni Indo; Ketua IJTI Korda Malang Raya, M. Tiawan; serta Ketua PFI Malang, Darmono.
Mereka menegaskan bahwa pers memiliki peran penting dalam menjaga transparansi dan demokrasi, sehingga segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus dihentikan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Jurnalis di Malang Raya Kecam Kekerasan Aparat Terhadap Wartawan saat Demo UU TNI
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |