https://malang.times.co.id/
Berita

Hermawan Sulistyo Gelar Orasi Kebudayaan 'Pluto Telah Wafat' di FISIP UB

Selasa, 26 Juli 2022 - 15:52
Hermawan Sulistyo Gelar Orasi Kebudayaan 'Pluto Telah Wafat' di FISIP UB Orasi Kebudayaan Pluto Telah Wafat oleh Hermawan Sulistyo di FISIP UB. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Peneliti Senior Pusat Riset Politik LIPI/BRIN Prof (Ris) Hermawan Sulistyo, MA, Ph.D, APU memaparkan naskah orasi kebudayaan 'Pluto Telah Wafat: Collective Violence dalam Trajektori Peradaban' di FISIP UB (Universitas Brawijaya).

Penulis berbagai buku asal Ngawi, Jawa Timur ini hadir sebagai narasumber. Ia didampingi dua akademisi dari FISIP UB, yakni Dr.rer.pol. M Faishal Aminuddin, SS, MSi dan Dr Abdul Aziz SR. Keduanya sebagai pembanding diskusi.

Diskusi tematik ini digelar oleh Departemen Politik, Pemerintahan, dan Hubungan Internasional (PPHI) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Brawijaya di ruang meeting Prodi HI, Gedung A, secara hybrid, Selasa (26/7/2022).

Diketahui, Hermawan Sulistyo merupakan Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik P2P LIPI/BRIN. Ia adalah penulis beberapa buku ilmiah populer seperti Palu Arit di Ladang Tebu, Intercourse with Tragedy, Bangsa Tempe, dan lainnya.

Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa berbicara tentang isu hubungan internasional tidak bisa dipisahkan dengan kemajuan sains dan teknologi. "Bangsa ini kehilangan gairah membaca karena teknologi. Anak muda sekarang lebih suka membaca referensi di Google, bukan pendalaman dari tradisi akademik," katanya.

Ia memilih judul Pluto sebab Pluto adalah planet terakhir dalam tata surya. Pluto adalah planet paling kecil dan paling ujung. Tetapi, Pluto juga adalah nama anjing kecil yang lucu di dunia Disney.

Hermawan-Sulistyoa.jpg

Lebih lanjut, kata dia, seorang ahli astronomi Neil deGrasse Tyson melakukan riset puluhan tahun tentang planet Pluto. Kesimpulannya Pluto bukan planet karena perjalanan orbitnya tidak mengikuti norma planet.

"Dia menyimpulkan Pluto adalah asteroid, bukan planet. Riset luar angkasa hanya bisa dilakukan dengan perhitungan matematika yang basisnya dari data mentah diambil dari satelit. Semua setuju Pluto bukan planet. Mari kita matikan," tegasnya.

Hermawan Sulistyo menggarisbawahi, hanya ada dua peristiwa penting pasca Indonesia merdeka yakni peristiwa tahun 1965-1966 dan peristiwa tahun 1998.

Ilmuwan politik FISIP UB Dr.rer.pol. Faishal Aminuddin, S.S, M.Si turut menanggapi. Pria yang wilayah kajiannya adalah Hubungan Sipil dan Militer, Demokratisasi serta Politik Indonesia ini telah menelurkan beberapa karya tulis berbobot.

Di antaranya adalah Politik Mantan Serdadu: Purnawirawan dalam Politik Indonesia 1998-2014; Globalisasi dan Neoliberalisme: Pengaruh dan Dampaknya bagi Demokratisasi Indonesia dan lainnya.

Menurutnya, perang besar menuntut kekuatan dan kekuasaan untuk dikuasai. "Perang yang besar memiliki keyakinan saya atau kamu, kami atau kalian. Kami eksis atau kalian habis," tegasnya.

Soal karya, ia memiliki pandangan berbeda. Lulusan Universitat Heidelberg ini meyakini bahwa semakin misterius karya semakin panjang napasnya. "Sebut saja kitab suci. Kita butuh penafsir dan waktu untuk memahaminya," tuturnya.

Sementara itu, Penanggap kedua, Dr. Abdul Aziz, merupakan ahli ekopol yang karyanya antara lain Ekonomi Politik Monopoli: Negara Pelayan Kapitalis dan Kuasa Korporasi dalam Bisnis pasar Modern; Politik Ekstraktif dalam Kebijakan Pangan: Sebuah Perspektif Ekonomi Politik; Transformasi Konflik dan Peran Pemerintah Daerah, dll.

Hal menarik diungkapkan Abdul Aziz. Kata dia, salah satu kekuatan yang menentukan lahirnya orde baru adalah kekerasan yang luar biasa.

"Saya tidak yakin kalau hanya kebangkitan ekonomi dan konflik militer dengan umat Islam. Peristiwa 65-66 itu adalah pemicunya. Kekerasan menjadi kekuatan penopang utama rezim. Dalam catatan, kekerasan selalu ada di pemilu," bebernya.

Hal lain adalah suksesnya program keluarga berencana (KB). Ia menguak banyaknya kasus kekerasan dalam suksesi program KB. Pemerintah terlibat untuk intervensi kaum perempuan yang menolak KB. "Di balik keberhasilan KB ada kekerasan yang luar biasa," imbuhnya.

Kenapa itu dilakukan? Lanjut Aziz, dari perspektif ekonomi politik, sebuah tindakan itu diambil karena dianggap terbaik dan efisien. Bagi orde baru, tindakan kekerasan adalah pilihannya. "Artinya, sejarah Orde baru tidak punya riwayat dialog dalam penyelesaian permasalahan. Kekerasan memang sesuatu yang berkembang pada saat itu," katanya.

Orde baru mempunyai kemampuan mengubah warna menjadi sebuah kebenaran yang bisa diterima masyarakat. Orde baru juga pandai mempermainkan realita.

"Ia membuat samar-samar atau tidak jelas. Bahasa direkayasa dengan bahasa ditangkap, dan diamankan. Itu lah yang terjadi," pungkasnya dalam forum diskusi Pluto Telah Wafat karya Hermawan Sulistyo di FISIP UB. (*)

Pewarta : Mohammad Naufal Ardiansyah
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.