https://malang.times.co.id/
Berita

Polemik Royalti Musik, Pakar HKI Soroti Perlunya Aturan yang Adil

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 15:46
Polemik Royalti Musik, Pakar HKI Soroti Perlunya Aturan yang Adil Pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari FH UB, Dr. Yenny Eta Widyanti, S.H., M.Hum. (Foto: Istimewa)

TIMES MALANG, MALANG – Isu pembayaran royalti musik kembali menjadi sorotan publik setelah beberapa kasus mencuat, termasuk tagihan miliaran rupiah yang menimpa sejumlah pelaku usaha. Polemik ini memicu perdebatan, terutama terkait kewajiban usaha kecil dan menengah (UMKM) membayar royalti ketika memutar lagu di ruang publik.

Menanggapi hal ini, Dr. Yenny Eta Widyanti, S.H., M.Hum., dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) yang memiliki kepakaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), memberikan penjelasan terkait dasar hukum royalti di Indonesia.

“Royalti adalah imbalan atas penggunaan ciptaan yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Hal ini telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta diperjelas melalui PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti,” jelas Dr. Yenny.

Ia menegaskan, setiap pihak yang memanfaatkan karya musik untuk kepentingan komersial atau memperoleh keuntungan ekonomi wajib membayar royalti. Pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang berwenang menghimpun dan menyalurkan royalti kepada pencipta.

Dr. Yenny mengakui adanya pro-kontra mengenai tarif royalti, terutama untuk usaha dengan kapasitas besar yang dikenakan tarif hingga ratusan ribu rupiah per kursi.

“Bagi usaha mikro, kecil, dan menengah, aturan memberikan keringanan. Namun hingga kini, masih belum ada pengaturan tegas mengenai pengecualian bagi usaha yang benar-benar kecil,” terangnya.

Menurutnya, pemerintah perlu memastikan agar sistem royalti tidak menjadi beban berat bagi UMKM, sambil tetap memberikan penghargaan yang layak kepada para pencipta lagu.
“Asas kewajaran dan keadilan harus diperhatikan, agar ekonomi rakyat tidak tertekan tetapi hak pencipta tetap terlindungi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Dr. Yenny menjelaskan bahwa tidak semua lagu dikenakan royalti. Hak cipta memiliki batas waktu perlindungan, yaitu seumur hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Setelah melewati masa itu, karya musik masuk ke ranah public domain sehingga bebas dimanfaatkan tanpa kewajiban royalti.

Ia juga menekankan pentingnya sosialisasi mengenai pusat data lagu dan musik serta sistem informasi yang dikelola LMKN, agar pelaku usaha dapat mengetahui mana karya yang masih dilindungi dan berapa besar tarif royalti yang berlaku.

“Perlindungan hak cipta hadir sebagai bentuk penghargaan atas karya pencipta. Royalti adalah wujud reward, tetapi tetap harus diatur dengan proporsional dan adil. Hak pencipta dihormati, ekonomi rakyat juga harus tetap tumbuh,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.