TIMES MALANG, PROBOLINGGO – Fajar menyingsing di tengah lautan pasir Gunung Bromo. Suara gamelan dan doa bergema dari Pura Luhur Poten, menandai momen sakral Yadnya Kasada Bromo 2025. Di balik kemegahan visualnya, upacara ini memanggil pengunjung untuk menyelami tiga dimensi penting: budaya, spiritualitas, dan keberlanjutan alam.
Rangkaian Kasada tahun ini berlangsung pada 10–11 Juni 2025, dengan puncak ritual “Sembah Kasada Bhumi Hila‑Hila Tengger” yang sudah dimulai sejak pameran kuliner lokal hingga dialog budaya.
Panitia, terdiri dari Kementerian Kebudayaan dan Balai Besar TNBTS, bahkan menetapkan kawasan Bromo ditutup selama upacara. Mulai tanggal 10–13 Juni—agar esensi ritual terjaga .
Jumlah pengunjung pun tercatat cukup tinggi. Sehari sebelum Kasada, ribuan wisatawan lokal dan asing memadati titik pengamatan seperti Cemoro Lawang di Kabupaten Probolinggo, Dingklik di Kabupaten Pasuruan, dan Jemplang di Kabupaten Malang-area yang secara resmi dibuka selama penutupan kawasan inti.
Menteri Kebudayaan Turun Tangan
Aksi nyata hadir ketika Menteri Kebudayaan Fadli Zon mendatangi lokasi, di mana ia kemudian diberi gelar sesepuh Tengger.
“Tradisi ini bukan sekedar ritual adat, tapi simbol penguatan identitas dan konservasi budaya,” ucapnya, Selasa (10/6/2025).
Menteri Fadli Zon menekankan Kasada sebagai contoh “living culture” yang memperkuat ketahanan masyarakat adat dan menjaga nilai spiritual-lembaga sembari menopang ketahanan pangan lokal. Ia juga memastikan dialog lintas aktor—Kementerian, pemerintah daerah, masyarakat adat—akan dijalin intensif ke depan.
Bupati Probolinggo: Pemimpin yang Bermakna
Bupati Probolinggo, Mohammad Haris, menjadi sorotan utama. Ia menerima gelar kehormatan sesepuh Tengger dalam resepsi di Pendopo Agung Desa Ngadisari. Pria yang akrab disapa Gus Haris itu, menegaskan nilai Kasada sebagai mutiara budaya yang harus dirawat dan dikembangkan bersama.
“Budaya Tengger harus menjadi pilar wisata berkelanjutan di Bromo, dengan tetap menggabungkan nilai adat dengan pemberdayaan ekonomi lokal," kata Gus Haris, saat resepsi Yadnya Kasada 2025.
Etika Wisata dan Ekowisata Bertanggung Jawab
Dalam rangka menjaga kesucian ritual, Balai Besar TNBTS menetapkan kebijakan tegas untuk penutupan kawasan inti dan pembukaan zona pengamatan alternatif. Pendekatan ini bertujuan melindungi ekosistem dan konsentrasi spiritual peserta ritual.
Penutupan dimulai pada Selasa, 10 Juni 2025 pukul 00.01 WIB dan akan berakhir pada Jumat, 13 Juni 2025 pukul 24.00 WIB. Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, menyatakan bahwa selama periode tersebut, kawasan hanya dibuka secara terbatas bagi masyarakat Tengger yang mengikuti prosesi ritual.
"Kami berharap semua pihak dapat mendukung pelaksanaan upacara adat Yadnya Kasada yang merupakan bagian penting dari warisan budaya lokal," kata Rudi.
Legenda yang Hidup Jadi Akar Ritual Kasada
Di tengah kabut dan asap dupa, terdengar desah legenda Roro Anteng dan Joko Seger—yang diyakini sebagai sumber dari tradisi korban anak ke-25. Kini, ritual tersebut diganti sesaji seperti hasil bumi, ternak, dan kranji harapan . Tradisi ini bukan sekadar mitos; ia membentuk harmoni budaya dan ekologi di kawasan Bromo selama berabad-abad.
Ribuan umat Hindu dari Suku Tengger terlihat yang bermukim di lereng Gunung Bromo menggelar perayaan Yadnya Kasada 1947 Saka pada Rabu dini hari Rabu (11/6/2025). Ritual sakral yang telah diwariskan turun-temurun ini kembali digelar dengan khidmat di Pura Luhur Poten, Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Sejak pukul 01.00 WIB, warga dari empat kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Kabupaten Lumajang, berdatangan membawa ongkek, wadah sesaji berisi hasil bumi seperti sayur-mayur, buah-buahan, hingga hewan ternak.
Sesaji tersebut didoakan oleh para dukun pandita, sebelum akhirnya dilarung ke kawah Gunung Bromo sebagai bentuk persembahan kepada Sang Hyang Widi Wasa.
"Yadnya Kasada merupakan pengabdian kepada leluhur, Hyang Prabu Dewo Kusumo. Kami mempersembahkan hasil tanam palawija dan palawiji ke kawah Bromo sebagai bukti sujud syukur kepada Sang Hyang Widi atas berkah kemakmuran, kesehatan, dan rejeki," ujar Slamet Hermanto, salah satu dukun Tengger.
Antara Suci dan Masa Depan
Dari ritual do’a hingga kebijakan konservasi, Yadnya Kasada 2025 memperlihatkan perubahan mindset: bukan hanya menyaksikan, namun juga melindungi.
“Kami datang untuk menyentuh spiritualitas, bukan hanya untuk berfoto,” ucap Bagus Satria, warga Kota Malang, saat ditemui di Seruni Point, Probolinggo.
Dengan dukungan tokoh nasional seperti Menteri Kebudayaan dan Bupati Probolinggo, Kasada semakin menegaskan posisinya sebagai festival hidup yang merayakan harmoni manusia-alam, sekaligus membuka jalur baru bagi ekowisata bermakna.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Saat Yadnya Kasada Bromo Membuka Jalan Ekowisata Bermakna
Pewarta | : Imadudin Muhammad |
Editor | : Imadudin Muhammad |