TIMES MALANG, MALANG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan dan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) diperbolehkan menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector dalam proses penagihan. Namun, kerja sama tersebut wajib memenuhi ketentuan hukum yang telah ditetapkan dalam POJK 22 Tahun 2023. Jika melanggar, perusahaan berisiko dikenakan sanksi
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 60 - 62 POJK 22/2023, yang mengatur Pemberian Layanan atas Penggunaan Produk dan Layanan khususnya penagihan produk kredit dan pembiayaan.
Kepala OJK Malang, Farid Faletehan menerangkan, berdasarkan ketentuan OJK, PUJK wajib memberikan surat peringatan resmi kepada konsumen yang melakukan wanprestasi, sesuai jangka waktu dalam perjanjian.
Dia juga menegaskan bahwa PUJK hanya dapat bekerja sama dengan pihak ketiga yang memenuhi persyaratan, antara lain: Berbadan hukum, Memiliki izin dan berada di bawah instansi berwenang, Memiliki SDM bersertifikat penagihan dari lembaga profesi atau asosiasi resmi yang terdaftar di OJK.
"PUJK juga bertanggung jawab penuh atas dampak penagihan yang dilakukan pihak ketiga dan wajib melakukan evaluasi berkala terhadap mitra penagihan tersebut," tuturnya.
OJK mewajibkan setiap penagihan dilakukan dengan cara beretika dan manusiawi, di antaranya: Tidak menggunakan ancaman, kekerasan, atau tindakan mempermalukan konsumen. Tidak menggunakan tekanan fisik maupun verbal. Tidak menagih secara terus-menerus sampai mengganggu. Tidak mendatangi tempat lain selain domisili konsumen. Hanya boleh dilakukan Senin–Sabtu pukul 08.00–20.00 waktu setempat
"Sesuai peraturan perundang-undangan penagihan di luar tempat dan waktu tertentu hanya boleh dilakukan atas persetujuan konsumen," terangnya.
Jika perusahaan pembiayaan terbukti melanggar, OJK memiliki kewenangan memberikan sanksi administratif mulai dari peringatan, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin operasional.
Farid juga memaparkan bahwa banyak pengaduan masyarakat masuk ke OJK terkait masalah penagihan. Namun, ia menyebut tidak semua kasus menunjukkan kesalahan perusahaan pembiayaan.
“Kejadian yang sering kami alami, setelah dicek, yang ditagih itu memang tidak pernah bayar. Tapi begitu ditagih debt collector marah, menyalahkan perusahaan pembiayaan,” ujarnya.
Menurutnya, jika konsumen memang tidak mampu membayar, langkah yang tepat adalah mengajukan restrukturisasi, menyerahkan kembali kendaraan, atau menyelesaikan kewajiban secara baik-baik.
Meski begitu, OJK tetap berada pada posisi melindungi konsumen apabila lembaga keuangan bertindak semena-mena.
Farid menegaskan bahwa OJK tidak akan mentolerir tindakan penagihan di luar batas. “Lembaga keuangan tidak boleh semena-mena. Ada syarat-syaratnya. Tidak boleh menggunakan ancaman, kekerasan, atau mempermalukan konsumen,” katanya.
OJK mengimbau masyarakat agar memahami hak dan kewajiban sebelum mengambil fasilitas pembiayaan. Jika menemukan praktik penagihan yang melanggar aturan, masyarakat dapat menyampaikan laporan melalui layanan pengaduan resmi OJK. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |