TIMES MALANG, MALANG – Dari Desa Bakalan, Bululawang, Kabupaten Malang terlahir inovasi yang memadukan kearifan lokal dengan riset ilmiah: Spa Akar Wangi Indonesia. Menyasar generasi muda hingga lansia, bisa didapatkan keuntungan sekaligus keistimewaan spa berbahan akar wangi ini.

Spa Akar Wangi Indonesia bukan sekadar untuk menyehatkan tubuh, melainkan juga berpotensi mengangkat ekonomi desa dan mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.

Spa Akar Wangi bukan sekadar perawatan tubuh. Lebih dari itu, ia jadi simbol komunikasi autentik antara budaya, sains, dan kepedulian lintas usia.

Resepnya bisa dibilang sederhana, tetapi cukup berkhasiat: 3 gram akar wangi, 5 gram jahe merah, dan 5 gram kunyit yang direndam dalam air hangat 42°C uuntuk merendam kaki sampai betis selama 15 menit. 

Ramuan ini telah diuji coba lapangan yang melibatkan tenaga kesehatan, dengan acuan riset Takahashi et al. (2022) dan Ali et al. (2023), membuktikan khasiatnya.

Hasilnya, tekanan darah sistolik para peserta turun secara nyata. Rinciannya, bagi usia 21–30 tahun: turun rata-rata 1,0% – efek relaksasi ringan. Pada kelompok usia 48–59 tahun: turun rata-rata 2,8% – tubuh lebih responsif.

Dan, bagi lansia usia > 60 tahun: turun signifikan 7,7% – membantu kendalikan hipertensi ringan hingga sedang.

Spa Akar Wangi, Sehat Sekaligus Lestari Budaya

Maya Diah Nirwana, penggagas Program Edukasi Lintas Usia tentang Kesehatan melalui Akar Wangi Nasional, menegaskan bahwa Spa Akar Wangi mengirim pesan penting: kesehatan bisa berjalan seiring dengan pelestarian budaya.

“Kami ingin dunia melihat Indonesia tidak hanya sebagai destinasi wisata, tapi juga pusat inovasi kesehatan berbasis tradisi,” tutur Maya Diah, yang saat dosen di Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, kepada TIMES Indonesia, Jumat (22/8/2025). 

Dosen yang juga kandidat doktor Sosiologi Komunikasi Pemasaran Internasional menambahkan, program pengabdian kepada masyarakat dengan pelatihan Spa Akar Wangi ini dimulai pada 12 Agustus 2025 lalu, bertempat di Balai Desa Bakalan Bululawang Kabupaten Malang. 

Puluhan peserta lintas usia—dari anak muda, pra-lansia, hingga lansia—turut mencoba langsung manfaat Spa Akar Wangi. Mereka merasakan relaksasi, ikatan sosial yang lebih hangat, sekaligus belajar gaya hidup sehat berbasis bahan alami.

Sambutan Masyarakat dan Dukungan Lokal 

Warga berusia lansia di Desa Bakalan Bululawang, mengaku lebih segar setelah mengikuti terapi spa akar wangi ini. 

Kaki yang biasanya dirasakan pegal-pegal. Setelah direndam dengan air spa akar wangi tersebut, membuat kaki rasanya ringan sekali, sehingga tidur malam pun bisa nyenyak. 

Maya Diah Nirwana, dosen Ilmu Komunikasi UB sekaligus penggagas Program Edukasi Lintas Usia tentang Kesehatan melalui Akar Wangi Nasional. (foto: dokpri for TIMES Indonesia)

Sementara generasi muda, mengaku penggunaan spa ini bisa membikin santai badan setelah beraktivitas seharian. 

Hasil survei juga menunjukkan semua kelompok usia merasa sangat rileks setelah menjalani Spa Akar Wangi. Skor relaksasi Visual Analogue Scale (VAS) mendekati maksimal (10). 

Didapati, pada lansia mencatat skor tertinggi 9,5, disusul pra-lansia 9,1, dan generasi muda 8,7.

Kepala Desa Bakalan Syamsul juga ikut bangga dan mengapresiasi adanya Spa Akar Wangi ini. Ia juga optimis dengan potensi sumber ekonomi bagi warga masyarakat. 

“Semoga bisa meningkatkan kesehatan dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi warga,” ujarnya.

Potensi Ekonomi Pariwisata hingga Go Internasional

Tak hanya untuk kesehatan, Spa Akar Wangi juga berpotensi bisa memunculkan ekosistem ekonomi dan pariwisata jika diproduksi lebih banyak. Spa Akar Wangi ini diyakini mampu membuka peluang baru bagi UMKM lokal, mulai dari pengrajin bahan herbal hingga terapis spa. 

"Dengan branding yang tepat, Indonesia bisa tumbuh sebagai destinasi wellness tourism unggulan di dunia. Potensi ini salah satunya ada di Spa Akar Wangi Indonesia ini," demikian Maya optimis. 

Ke depan, tim pengabdian masyarakat UB tersebut juga berencana membawa Spa Akar Wangi Indonesia ke level internasional dengan konsep wellness tourism dan diplomasi budaya.

 “Semoga produk ini bisa jadi jembatan masa lalu dan masa depan, menyatukan generasi sekaligus memperkenalkan kekayaan hayati Nusantara,” ungkap Nia Ashton Destrity, dosen UB anggota tim, yang kini juga tengah memulai studi S3 Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia. (*)