TIMES MALANG, MALANG – Fenomena sound horeg yang belakangan marak di sejumlah wilayah Kota Malang mendapat perhatian serius dari Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat. Meski belum tercatat adanya peningkatan signifikan pasien THT akibat paparan suara bervolume tinggi tersebut, potensi dampak jangka panjang terhadap kesehatan telinga dinilai perlu diwaspadai.
Kepala Dinkes Kota Malang, Husnul Muarif mengatakan, gangguan pendengaran akibat frekuensi tinggi tidak muncul secara instan. Risiko kerusakan telinga sangat bergantung pada intensitas suara, jarak paparan serta lamanya seseorang terpapar.
“Pengaruhnya itu jangka panjang. Kalau sekarang kena frekuensi melebihi batas normal, tidak langsung terasa. Dibutuhkan waktu dan intensitas yang cukup lama, baru kemudian bisa menimbulkan gangguan pendengaran,” ujar Husnul, Jumat (22/8/2025).
Husnul mencontohkan, paparan sound horeg selama 2-3 jam setiap hari bisa menimbulkan dampak serius dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun mendatang. Dalam jangka pendek, efek yang umum terjadi adalah telinga berdengung, namun jika kebiasaan tersebut terus berulang, risiko gangguan pendengaran semakin besar.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa kasus THT tidak hanya disebabkan oleh paparan suara keras. Faktor lain seperti infeksi telinga (otitis media purulenta/OMP), kebiasaan membersihkan telinga terlalu keras, maupun usia lanjut juga dapat memengaruhi kualitas pendengaran.
“Kalau kasus THT itu sudah ada. Tetapi kalau dikatakan penyebab tunggalnya sound horeg, sampai sekarang belum ada,” ungkapnya.
Dinkes Kota Malang mengimbau masyarakat agar lebih bijak menjaga kesehatan telinga dengan menghindari paparan suara keras berkepanjangan.
“Jika muncul gejala seperti telinga berdengung atau penurunan pendengaran, kami minta warga segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat,” ucapnya.
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |