TIMES MALANG, MALANG – Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa selebgram Isa Zega kembali digelar di Pengadilan Negeri Kepanjen, Rabu (9/4/2025). Dalam sidang ini, Andik Rianto, ahli bahasa dan linguistik forensik dari Universitas Negeri Surabaya, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli.
Dalam kesaksiannya, Andik menyebut bahwa unggahan Isa Zega—baik berupa video maupun tulisan—mengandung unsur kejahatan bahasa yang ditujukan kepada Shandy Purnamasari, pendiri dan pemilik produk kecantikan MS Glow.
Menurut Andik, unggahan terdakwa menggunakan istilah “Shaundhesip”—yang diduga plesetan dari karakter kartun Shaun the Sheep—untuk menyamarkan sasaran sindiran. Namun, dari konteks pembahasan yang mengarah ke dunia skincare, serta pengakuan tersirat dari terdakwa yang menyebut “Shandy aja ok”, Andik menilai bahwa sasarannya adalah jelas.
“Kejahatan bahasa dalam unggahan ini terlihat dari penggunaan bahasa sindiran dan plesetan yang ditujukan kepada seseorang, dalam hal ini Shandy,” ujar Andik saat menjawab pertanyaan majelis hakim.
Ia menjelaskan, kejahatan bahasa tidak bisa dilihat secara sepotong-potong, melainkan sebagai rangkaian komunikasi yang mengandung maksud tertentu, yang dalam konteks ini dinilai merendahkan atau mencemarkan nama baik seseorang.
Menurutnya, analisa semacam ini harus berdasarkan perangkat kebahasaan seperti pragmatik, semantik, dan linguistik forensik, serta penguatan melalui rujukan dari kamus atau teori linguistik.
“Kita tahu maksudnya, meski tidak eksplisit. Topiknya skincare, konteksnya mengarah ke Shandy, dan disampaikan dengan cara menyindir. Itu yang disebut kejahatan bahasa,” imbuhnya.
Namun, tim kuasa hukum Isa Zega menolak keras analisa tersebut. Pitra Romadoni Nasution, kuasa hukum terdakwa, menilai saksi ahli JPU tidak kompeten dan hanya mengandalkan asumsi pribadi.
Pitra bahkan menguji saksi dengan beberapa istilah yang disebut dalam unggahan Isa, seperti “biang” dan “keladi”. Ia menyebut penjelasan saksi tidak sesuai dengan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi cetak.
“Contohnya, ‘biang’ menurut KBBI itu berarti induk binatang. Tapi penjelasan saksi tidak berdasarkan itu. Dia hanya membuat opini pribadi, yang menurut kami tidak bisa dijadikan dasar hukum,” tandas Pitra.
Ia juga mempertanyakan penggunaan istilah lain seperti “owner” dan “skincare” yang tidak dijelaskan berdasarkan rujukan kebahasaan yang sahih. Karena itu, pihaknya meminta agar perkara ini disorot secara objektif dan mengacu pada rujukan bahasa yang kredibel, bukan hanya asumsi atau interpretasi pribadi.
Sebelumnya, pada sidang sehari sebelumnya, JPU juga menghadirkan saksi lain yakni dr Oky Pratama, untuk memperkuat dakwaan terhadap Isa Zega dalam perkara pencemaran nama baik yang menjeratnya.
Sidang perkara ini masih akan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya, baik dari JPU maupun dari pihak pembela. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |