https://malang.times.co.id/
Opini

Menyigi Makna Perempuan di Usia KOPRI ke-58

Jumat, 26 Desember 2025 - 23:56
Menyigi Makna Perempuan di Usia KOPRI ke-58 Azizah Zamzam, S.Kom., Majelis Pembina PC PMII Kab Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Apa arti menjadi perempuan hari ini? Pertanyaan ini menggema di tengah hiruk-pikuk zaman yang bergerak cepat, ketika layar gawai lebih sering menjadi cermin identitas ketimbang ruang kontemplasi. 

Di era algoritma, perempuan kerap direduksi menjadi citra: tubuh yang ditampilkan, sensasi yang dijual, dan popularitas yang diukur dari angka keterlibatan. Media sosial menjelma pasar raksasa, dan perempuan sering kali tanpa sadar diposisikan sebagai komoditas yang dinilai dari seberapa viral, bukan seberapa bernilai.

Ironisnya, semua itu kerap dibungkus jargon emansipasi. Kebebasan diteriakkan, keberanian dipamerkan, tetapi tidak selalu disertai kedalaman literasi dan arah perjuangan yang jelas. 

Di titik ini, muncul pertanyaan yang lebih tajam: apakah yang sedang berlangsung benar-benar pembebasan perempuan, atau justru bentuk baru penjinakan lebih halus, lebih licin, namun sama membelenggunya?

Jika pada masa lalu perjuangan perempuan berhadap-hadapan secara langsung dengan struktur penindasan yang kasat mata, maka hari ini medan juangnya jauh lebih kompleks. Lawannya tidak selalu berwujud larangan atau kekerasan, melainkan sistem budaya yang merayakan kebisingan dan mengerdilkan makna. 

Karena itu, keberanian tampil saja tidak lagi cukup. Perjuangan perempuan masa kini menuntut lompatan kesadaran: dari sekadar hadir menuju berdaulat, dari sekadar terlihat menuju bermakna.

Dalam konteks itulah, peringatan Hari Lahir Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) ke-58 seharusnya dibaca sebagai ruang tafakur sejarah sekaligus perumusan masa depan. Ia bukan sekadar penanda usia, melainkan cermin panjang perjalanan perempuan dalam merawat nilai, melawan ketimpangan, dan menegakkan martabat. 

Sejak Kongres Perempuan Indonesia 1928, perempuan Indonesia telah membuktikan bahwa perjuangan dapat dibangun lintas identitas melampaui sekat agama, suku, dan kelas dengan tujuan yang sama: keadilan dan kemanusiaan.

Gerakan perempuan di Indonesia sejak awal tidak lahir dari imitasi buta nilai Barat, melainkan bertumbuh dari kesadaran Timur yang menempatkan relasi gender dalam bingkai keseimbangan dan kesalingan. 

Dalam tradisi Timur termasuk Islam Nusantara perempuan dan laki-laki tidak diposisikan dalam logika saling menundukkan, melainkan saling menguatkan. Relasi ini bukan relasi superior-inferior, tetapi kemitraan etis dalam membangun peradaban.

Nilai inilah yang relevan untuk terus dihidupkan dalam gerakan perempuan hari ini, termasuk di tubuh KOPRI. Sebagai bagian dari keluarga besar PMII dan sebagai saksi dinamika KOPRI lintas generasi, penting untuk menegaskan bahwa kaderisasi perempuan tidak cukup bertumpu pada keberanian bersuara, tetapi harus berakar pada kedalaman nilai spiritual dan kematangan intelektual. Feminisme Timur yang berangkat dari kebijaksanaan, tanggung jawab sosial, dan kesadaran etis menjadi fondasi penting agar perjuangan tidak kehilangan arah.

Keperempuanan, dalam kerangka ini, tidak boleh direduksi menjadi stereotip sempit. Ia bukan simbol kelemahan, bukan pula sekadar pelengkap peran laki-laki. Perempuan dianugerahi akal, nurani, dan daya cipta yang setara untuk berkontribusi dalam ruang publik maupun domestik. Perbedaan biologis adalah kodrat, tetapi kodrat tidak pernah membatasi kemampuan berpikir, bersikap, dan memperjuangkan keadilan. Kodrat berhenti pada tubuh; kesadaran melampaui batas-batas itu.

Karena itu, kemerdekaan perempuan terletak pada kesadaran dalam memilih. Perempuan berhak menentukan jalan hidupnya, baik di ranah publik maupun domestik, tanpa harus diseret ke dalam penghakiman moral yang dangkal. 

Perempuan yang memilih berkarya di ruang domestik tidak otomatis kurang progresif, selama pilihan itu lahir dari pengetahuan, kesadaran, dan tanggung jawab. Ukuran kemerdekaan bukan terletak pada ruang yang ditempati, melainkan pada kebebasan berpikir yang mengiringinya.

Konsep digdaya dalam konteks perempuan juga perlu dimaknai secara jernih. Digdaya bukan hasrat untuk mengungguli atau mendominasi laki-laki, melainkan kemampuan untuk berdiri tegak dalam nilai dan pengetahuan. 

Perempuan yang digdaya adalah perempuan yang adil sejak dalam pikirannya mampu menimbang, memahami, dan bertindak tanpa kehilangan nurani. Dari sanalah relasi setara dapat tumbuh secara alami, bukan dipaksakan oleh slogan.

Sementara itu, makna berkarya dalam gerakan KOPRI tidak boleh terjebak pada pencapaian seremonial atau hiruk-pikuk viralitas. Karya sejati kerap hadir dalam kerja-kerja sunyi: kaderisasi yang sabar, penguatan literasi keperempuanan, pendampingan sosial, serta keberpihakan pada mereka yang terpinggirkan. Sejarah sering luput mencatat kerja-kerja ini, padahal justru di sanalah fondasi peradaban disemai.

Kisah seorang ibu yang dengan segala keterbatasannya mengantarkan anaknya menembus pendidikan tinggi, misalnya, jarang dikenang sebagai peristiwa besar. Namun secara substantif, perjuangan sunyi semacam itulah yang menentukan arah masa depan bangsa.

Di usia ke-58, KOPRI dihadapkan pada tanggung jawab zaman yang kian berat. Dunia menuntut kader perempuan yang tidak hanya lantang bersuara, tetapi juga matang dalam berpikir dan jernih dalam bersikap. 

Maka, Harlah ini semestinya menjadi momentum memperkuat kaderisasi berbasis ilmu, nilai, dan kebermanfaatan sosial. Sebab ketika pengetahuan menjadi pijakan, digdaya dan karya akan tumbuh beriringan menjadi cahaya yang tidak menyilaukan, tetapi menerangi.

***

*) Oleh : Azizah Zamzam, S.Kom., Majelis Pembina PC PMII Kab Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.