https://malang.times.co.id/
Opini

Menapaki Masa Depan Pendidikan Indonesia

Selasa, 06 Mei 2025 - 08:55
Menapaki Masa Depan Pendidikan Indonesia Ahmad Mashafi, Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang

TIMES MALANG, SUMENEP – Gonta-ganti kebijakan pendidikan setiap periodesasi pemerintahan bukan persoalan baru bagi bangsa ini. Belum juga mendapat buah dari kebijakan sebelumnya, peruhabahan kurikulum sudah dilakukan karena dianggap tidak efektif dan efisien untuk pendidikan di Indonesia. 

Kurikulum 2013 berarilih menjadi K13 Revisi, berlanjut menjadi kurikulum merdeka dan akhir-akhir ini diwacanakan akan diterapkan kurikulum penjurusan yang dianggap sebagai vaksinasi untuk mengentaskan persoalan pendidikan. 

Alhasil, dari banyak perubahan kebijakan itu sedikit sekali perubahan yang dialami, mirisnya kurikulum nasional yang diberlakukan tidak mampu di terapkan di daerah-daerah yang hanya memiliki ruang kelas ala kadarnya, bangunan tidak layak pakai, hingga pendidik yang belum sesuai kompetensi pengajar. Tentunya perubahan kurikulum demikian mendapat sorotan publik, yang meminta dasar alasan yang digunakan dalam rangka menyusun kebijakan baru itu.

Disamping persoalan itu, muncul keinginan Wakil Presiden yang sempat menjadi bahasan serius, Artificial Intelegent (AI) akan dimasukkan kedalam kurikulum nasional sebagai bentuk adaptasi percepatan pendidikan indonesia yang sudah tertinggal jauh. 

Belum pasti pertimbangan yang digunakan oleh (Wapres) sehingga saluran AI dijadikan gebrakan dalam pendidikan. Dalam sudut yang berbeda sifat konsumerisme tidak hanya terjadi pada barang dan jasa saja, rupa-rupanya dalam dunia pendidikan juga terjadi. 

Terlepas daripada bangsa kita masuk kategori negara penjiplak, akan tetapi secara mendasar apakah dengan AI tersebut pendidikan bangsa ini akan naik level atau bahkan akan mengalami degradasi yang signifikan?

Pertanyaan semacam selalu membayangi paradigma kita, sedangkan pendidikan merupakan hal fundamental dalam kehidupan manusia. Padahal kita mengetahui dampak negatif dari AI dalam bangsa ini sangat tinggi. Mampukan kiranya kita mengawasi gelombang perubahan yang terjadi nantinya.

Seharusnya bangsa ini mengakui kegagalan masa lalu yang dijadikan sebagai pelajaran, bukan justru memberikan tindakan yang tidak sesuai dengan realitas yang terjadi, perlu membuka mata, melihat kondisi sosio-kultural setiap wilayah baik keterbatasannya maupun persoalan wilayah.

Saya dapat menilai bahwa orientasi keberhasilan pendidikan kita diukur dengan selembar kertas (Ijazah) yang seharusnya di tujukan kepada aksiologis pendidikan. 

Kurikulum nasional bukanlah persoalan utama, sebab sosio-kultural masyarakat berbeda-beda. Pendidikan tidak akan mampu berjalan apabila tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Jika kurikulum nasional dipaksakan untuk diterapkan.

Artinya masyarat kota disamakan dengan masyarakat desa padahal secara pengalaman barang pasti sangat berbeda. Justru hal demikian menjadi pemicu terjadinya ketertinggalan dan kesenjangan pendidikan. 

Persoalan dasarnya adalah sistem yang kita pakai tidak relevan digunakan. Pendidikan tidak hanya persoalan kurikulum, namun serangkaian kerangka nilai dan norma (Sistem) menuju orientasi ideologi bangsa.

Kendati demikian, ketidak jelasan sistem yang berjalan berimplikasi terhadap gonjang ganjing arah dan tujuan utama. Menjadi delamatis antara pendidikan untuk mencerdaskan atau untuk mencari lapangan kerja. 

Tidak salah pendidikan diorientasikan untuk menunjang pemenuhan aspek materi manusia, yang bermasalah apabila kualitas yang ada hasil pendidikan tidak sesuai dengan kompetensi kebutuhan. 

Nilai itu hanya bisa diperoleh apabila sesuai dengan norma yang berlaku disetiap wilayah. Dalam aspek ini, AI tidak cocok diberikan untuk wilayah tertentu yang secara fasilitas belum memadai.

Agenda bangsa ini mempersiapkan, tidak hanya pada aspek kognitif, ada aspek yang dasar yakni psikomotorik dan afektif sebagai nilai manusia. Harusnya arah pendidikan kita menuju manusia bernilai yang dibekali oleh norma yang baik dan wawasan yang cemerlang. Pendidikan kita terlalu menganut sistem tuntutan masa sehingga aspek kondisi lokal seringkali dikesampingkan.

Saya membayangkan sekiranya dapat dilaksanakan sistem pendidikan termasuk kurikulum diberikan sepenuhnya otoritas kepada pemerintah daerah untuk disesuaikan dengan lingkungannya. Saya berasumsi akan menghasilkan produk pendidikan yang berkualitas. 

Perbaikan kualitas guru dilakukan secara masif untuk menumbuhkan suasana belajar menyenangkan. Siswa tidak dijadikan sebagai penampungan pengetahuan guru, dan yang guru tanamkan harusnya adalah kesadaran sebagai manusia.

Inilah wajah baru pendidikan yang kita nantikan bersama, kesaradan pendidikan tidak hanya sebagai formalitas semata. Ia dijadikan sebagai kebutuhan primer untuk mencapai satu tujuan yakni kemajuan bangsa. Bukan sebagai wadah untuk mencetak generasi yang akan menjadi mesin penggerak kapitalis seperti sekarang ini. 

Bernilai tidak hanya berada pada kepala melainkan semua aspek dalam manusia. Tentu tugas bangsa ini bukan kepada hal yang administratif melainkan kepada persoalan dasar yaitu fasilitas pendidikan yang memadai disetiap daerah. (*)

***

*) Oleh : Ahmad Mashafi, Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.