https://malang.times.co.id/
Opini

Memaknai Mudik

Rabu, 26 Maret 2025 - 18:30
Memaknai Mudik Muchamad Arif Kurniawan, Dosen Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor

TIMES MALANG, BOGOR – Ramadan perlahan memasuki pekan terakhir, membawa serta suasana haru dan kebahagiaan bagi banyak perantau yang bersiap untuk mudik ke kampung halaman. Tentu mudik memiliki makna spiritual yang mendalam. 

Setelah sebulan penuh menjalani puasa, menahan diri dari segala nafsu duniawi, mudik menjadi simbol perjalanan spiritual untuk kembali pada kesucian dan fitrah manusia. 

Tradisi mudik pada dasarnya telah ada sejak masa kolonial, meskipun tidak terkait secara langsung dengan idulfitri. Pada masa itu, tradisi tersebut berlangsung ketika para pekerja perkebunan kembali ke kampung halamannya setelah musim panen. 

Tradisi ini kemudian berkembang seiring dengan urbanisasi yang masif pasca kemerdekaan, terutama pada era Orde Baru dengan kebijakan pembangunan yang berfokus pada kota-kota besar.

Dalam masyarakat yang semakin individualis dan terfragmentasi, mudik mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dan ikatan sosial. Di samping itu, Umar Kayam (2002) mengemukakan bahwa, dalam tradisi Jawa, mudik berkaitan dengan kebiasaan para petani yang kembali ke kampung halaman untuk berziarah ke makam leluhur. 

Bagi masyarakat Jawa, kehidupan dunia ini tidak terpisah dari kehidupan setelah kematian. Ikatan batin antara yang masih hidup dan yang telah meninggal tetap ada, meskipun fisik mereka sudah tiada. Karena itu, berziarah dan mendoakan leluhur dianggap sebagai kewajiban. 

Tradisi ini dilakukan secara rutin, meskipun jarak dan tempat tinggal yang jauh. Nilai spiritual dalam tradisi ziarah inilah yang kemudian berkembang seiring dengan budaya masyarakat, hingga akhirnya membentuk kebiasaan mudik seperti yang kita kenal sekarang.

Pada tahun 2025 ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah melakukan survei, diperkirakan sebanyak 146,48 juta orang atau sekitar 52% dari total populasi Indonesia akan melakukan perjalanan selama libur lebaran idulfitri (Kompas, 11 Maret 2025).

Menegaskan Relasi Sosial

Aspek mendasar para perantau menggunakan momen mudik lebaran adalah untuk mengembalikan keselarasan keterikatan emosional mereka dengan lingkungan asal. Dalam hiruk-pikuk metropolitan Jakarta misalnya, identitas seseorang seringkali menyusut menjadi sekadar fungsi ekonomi; pekerja, konsumen, atau penyedia jasa. 

Namun, dalam konteks mudik, manusia kembali dikenali dalam keutuhan eksistensialnya sebagai anak, saudara, tetangga, dan anggota komunitas dengan sejarah personal yang kaya.

Lebih lanjut, mudik berperan sebagai mekanisme sosial yang memperkuat ikatan primordial di tengah arus modernisasi, ritual tahunan ini menjadi semacam "reset button" bagi struktur sosial yang terkikis oleh individualisme urban. 

Tradisi seperti halal bihalal, silaturahmi dari rumah ke rumah, hingga ritual makan bersama menjadi mekanisme penyeimbang terhadap alienasi yang kerap dirasakan di perkotaan.

Merajut Kembali Identitas Kebangsaan

Mudik bukan hanya sekadar tradisi tahunan, tetapi juga momen penting dalam memperkuat rasa kebangsaan. Saat jutaan orang dari berbagai daerah kembali ke kampung halaman.

Terjadi pertemuan dan pertukaran budaya yang memperkaya cara pandang serta mempererat hubungan sosial. Kisah-kisah dari kota dibawa ke desa, sementara nilai-nilai kearifan lokal dibawa kembali ke kota, menciptakan perpaduan budaya yang terus berkembang.

Lebih dari sekadar perjalanan pulang, mudik juga berperan sebagai jembatan yang menjaga persatuan bangsa di tengah berbagai perbedaan. Dalam perjalanan ini, kita diingatkan bahwa pada dasarnya, semua adalah bagian dari satu keluarga besar yang sama-sama mencari jalan pulang, baik secara fisik maupun batin.

Momen mudik menjadi kesempatan berharga untuk mewariskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak yang lahir dan besar di kota akhirnya bisa mengenal lebih dekat akar budaya mereka dengan berinteraksi langsung dengan kakek-nenek, sanak saudara, dan masyarakat di kampung halaman. 

Pengalaman ini memberikan mereka pemahaman yang lebih dalam tentang tradisi keluarga dan nilai-nilai lokal, yang sudah barang tentu, sulit sekali didapatkan hanya melalui komunikasi jarak-jauh apapun.

Selain itu, mudik juga menghidupkan kembali kekayaan budaya daerah, seperti dialek, makanan khas, dan tradisi unik yang mungkin jarang ditemui di kota. Jika di perkotaan bahasa sehari-hari lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia baku atau bahkan bercampur dengan bahasa asing.

Maka saat pulang kampung, banyak perantau kembali terbiasa menggunakan bahasa daerah mereka. Hal Ini menjadi cara alami untuk menjaga agar bahasa ibu tetap hidup dan tidak punah.

Begitu pula dengan kuliner tradisional yang mungkin sulit ditemukan di kota, mudik menjadi saat yang tepat untuk kembali menikmati cita rasa khas yang membangkitkan kenangan masa kecil dan memperkuat ikatan emosional dengan kampung halaman.

Dalam kehangatan kampung halaman, dan dalam momen kebersamaan dengan keluarga, tersimpan jawaban atas pertanyaan fundamental tentang "siapa kita" dan "ke mana kita pulang".

Sebagaimana dituturkan oleh penyair T.S. Eliot, "Kita tidak akan berhenti menjelajah, dan akhir dari semua penjelajahan kita akan membawa kita kembali ke tempat kita berangkat, dan mengenali tempat itu untuk pertama kalinya."

***

*) Oleh : Muchamad Arif Kurniawan, Dosen Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.