TIMES MALANG, JAKARTA – Sampai Sabtu siang ini, baru 800 orang meninggal dunia yang ditemukan tim pertolongan Myanmar menyusul peristiwa gempa bumi dahsyat, dan ribuan lainnya masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan.
Sementara itu para saksi melaporkan, melihat pasien tergeletak di tanah di Rumah Sakit Umum Mandalay karena kurangnya tempat tidur yang tersedia.
Hingga kini operasi penyelamatan terus berlanjut.
Gempa bumi yang terjadi sekitar tengah hari pada hari Jumat itu berpusat di sebelah barat kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay.
Namun dampaknya terasa di sejumlah pusat kota besar, termasuk ibu kota Naypyidaw.
Laporan awal resmi menyebutkan, jumlah korban tewas mencapai 144.
Tetapi ketika pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing tiba di Mandalay Sabtu pagi tadi, angka jumlah kematian telah direvisi kemudian dirilis dan jumlah korban tewas menjadi 808, sementara 2.400 lainnya terluka.
Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah ditengah operasi pencarian dan penyelamatan yang terus berlangsung.
Dikhawatirkan masih banyak lagi yang terjebak di bawah reruntuhan.
Myanmar juga menerapkan keadaan darurat di enam wilayah menyusul gempa bumi kembar dahsyat dekat Mandalay.
Gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 SR, Jumat tengah hari kemarin mengguncang Myanmar bagian tengah.
Guncangan gempa terasa hingga ibukota Thailand, Bangkok yang jauhnya 640 mil itu, dan beberapa tempat lain di Thailand.
Pusat gempa berada sekitar 11 mil dari kota Mandalay, rumah bagi 1,2 juta orang dan merupakan kota terbesar kedua di Myanmar (sebelumnya dikenal sebagai Burma).
Dua belas menit kemudian gempa susulan berkekuatan 6,4 SR terasa di Mandalay.
Apa yang menyebabkan gempa bumi Myanmar dan Thailand?
Hanya sedikit kekuatan di Bumi yang sama kuatnya dengan pergerakan lempeng tektonik yang membentuk kerak planet ini.
Pegunungan Himalaya memiliki puncak-puncak yang menjulang tinggi karena pergerakan lempeng India yang lambat ke utara.
Bergerak dengan kecepatan sekitar 5 cm per tahun, lempeng India itu menghantam lempeng Eurasia, memaksa kerak bumi runtuh dan terangkat.
Tetapi pergerakan itu tidak mulus, sering kali terjadi dalam guncangan hebat.
Gempa bumi hari Jumat di Myanmar merupakan konsekuensi dari salah satu penyesuaian tersebut, yaitu pergeseran yang tiba-tiba dan merusak struktur Bumi.
Gempa berkekuatan 7,7 SR tersebut diduga dipicu oleh pergerakan Sesar Sagaing yang memisahkan Lempeng Hindia dengan Lempeng Sunda yang berada di sebelah timur.
Dari Amerika Serikat, Presiden Donald Trump menyatakan, AS akan membantu Myanmar.
Trump mengaku sudah berbicara dengan pejabat di Myanmar tentang gempa bumi tersebut dan bahwa pemerintahannya akan memberikan beberapa bentuk bantuan.
"Kami akan membantu," katanya kepada wartawan di Gedung Putih.
Secara terpisah, Badan Pembangunan Internasional AS akan mengirim sejumlah tim ke Thailand untuk membantu upaya pemulihan.
USAid , nama badan tersebut, telah menjadi sasaran pemotongan dana oleh pemerintahan Donald Trump, dan lebih dari 80 persen programnya dibatalkan sejak Januari.
PBB juga ssdang bersiap memobilisasi penuh sumber daya mereka di Asia Tenggara untuk membantu mereka yang membutuhkan.
"Pemerintah Myanmar telah meminta dukungan internasional dan tim kami di Myanmar sudah melakukan kontak untuk memobilisasi sepenuhnya sumber daya kami di kawasan tersebut guna mendukung rakyat Myanmar,” kata Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
"Namun tentu saja ada negara lain yang terkena dampak. Pusat penyebarannya ada di Myanmar, dan Myanmar adalah negara terlemah dalam situasi saat ini," tambahnya.
Myanmar sering kali dilanda gempa bumi besar, dengan sedikitnya 14 gempa bumi berkekuatan 6 atau lebih terjadi di wilayah tersebut selama seratus tahun terakhir.
Namun, Dr. Ian Watkinson, dari Departemen Ilmu Bumi di Royal Holloway, Universitas London, mengatakan, bahwa Mandalay, kota yang dekat dengan episentrum gempa terakhir, telah mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak tahun 2010.
"Yang perlu diperhatikan adalah adanya peningkatan pesat dalam pembangunan gedung-gedung tinggi yang terbuat dari beton bertulang," tambahnya.
"Selama gempa bumi berkekuatan 7 skala Richter atau yang lebih besar pada peristwa sebelumnya di sepanjang Sesar Sagaing, Myanmar relatif belum berkembang. Namun gempa bumi hari ini adalah ujian pertama infrastruktur Myanmar modern terhadap gempa bumi besar dengan fokus dangkal yang dekat dengan kota-kota besarnya," ujarnya.
"Berdasarkan gempa bumi serupa di Turki selatan pada bulan Februari 2023 dan kerusakan yang terjadi di sana setelah bertahun-tahun pembangunan yang tidak diatur, kemungkinan kerusakan serupa telah terjadi di Mandalay dan Sagaing dan mungkin kota-kota lain di Myanmar tengah," tambahnya lagi.
Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews mengatakan kepada Times Radio, bahwa gempa bumi tersebut bisa jadi merupakan “bencana yang lebih besar dari bencana lainnya”.
"Ada 20 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan sebelum gempa bumi ini terjadi. Tiga setengah juta orang mengungsi di dalam negeri sebelum gempa bumi terjadi. Separuh dari populasi jatuh ke dalam kemiskinan sebelum gempa bumi terjadi. Jadi, Anda sudah memiliki situasi yang sangat, sangat sulit," tambahnya.
"Dalam arti tertentu, ada bencana yang lebih besar dari bencana lainnya. Selain itu, kita telah melihat bencana alam di masa lalu bahwa junta militer Myanmar akan menjadikan bantuan sebagai senjata. Mereka akan menghalangi bantuan masuk ke daerah yang sangat rentan dan sangat membutuhkan," ujarnya lagi.
Warga negara Myanmar di luar negara asal mereka, banyak diantaranya adalah pengungsi yang melarikan diri dari perang saudara, dan telah berusaha keras untuk menghubungi orang-orang yang mereka cintai di Myanmar.
Keluarga Emily sedang mengunjungi biara Ma Soe Yein, salah satu biara terbesar di Mandalay, saat gempa bumi terjadi.
Berasal dari Yangon, Emily sekarang tinggal di Thailand, dimana ia mengelola sebuah restoran kecil.
Meskipun keluarganya awalnya mengira mereka akan aman di dalam biara, namun kenyataannya biara itu runtuh. Tiga bibi buyutnya, yang ia sebut sebagai "nenek-neneknya", tewas.
"Semua saudara dan anggota keluarga saya yang lain sangat sedih dan terpukul mendengar hal itu," katanya.
"Nenek saya merawat saya ketika saya masih kecil dan saya merasa sedih karena tidak dapat kembali dan melihat mereka untuk terakhir kalinya," katanya.
"Keluarga kami tidak percaya ini, tetapi kami harus menerima situasi ini," katanya. "Saya merasa sangat sedih dan terpukul karenanya. Ada banyak bencana yang terjadi di negara ini, dan sekarang bencana alam juga terjadi, dan kami kehilangan banyak nyawa. Ini sangat buruk, dan saya sangat menderita," tambahnya.
Jumlah korban tewas akibat gempa bumi dahsyat di Myanmar kemungkinan besar akan melampaui angka resmi pemerintah sementara yang 808 orang itu yang tercatat dari Sagaing, Kyaukse, dan Naypyidaw.(*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Imadudin Muhammad |