TIMES MALANG, SULAWESI TENGGARA – Setelah memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (Ormas), kini pemerintah bersepakat untuk memberikan IUP kepada Perguruan Tinggi dalam mengelolah pertambangan.
Rencana pemberian IUP telah tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis 23 Januari 2025.
Pengusulan agar kampus mendapatkan IUP, dikliam datang dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko. Menurutnya, kampus memiliki program studi pertambangan yang menyiapkan sumber daya manusia untuk mampu mengelolah pertambangan di Indonesia.
Pada kesempatan lain, media nasional seperti Tempo, dalam podcast Youtube bocor halus mengatakan bahwa, dalam proses revisi UU Minerba terdapat banyak masalah dan system kebut agar segera selesai.
Terbukti dalam rapat Badan Legislasi yang membahas revisi UU Minerba, banuyak anggota DPR yang tidak tahu menahu persoalan ini. Bahkan naskah akademik dalam proses pembahasan itu, belum dipegang oleh sebagian anggota DPR.
Begitupun dengan forum Rektor yang menyetujui agar kampus diberikan IUP. Hal ini agar memberikan kemandirian kepada pihak kampus untuk meningkatkan pendapatannya, terkhusus kampus swasta.
Upaya Pembungkaman
Jika di zaman orde Baru pembungkaman terhadap suara-suara kritis dilakukan secara nyata (kontak fisik), maka direzim ini, pembungkaman dilakukan dengan membuat system.
Sistem diubah sedemikian rupa agar mampu memberikan ruang-ruang kepada pemerintah untuk menyuplai lembaga yang dianggap lantang menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada kemaslahatan orang banyak.
Kampus adalah tempat dimana insan manusia dibina dan diberikan pendidikan, agar menjadi manusia seutuhnya. Tentunya, target utama dari pemerintah memberikan IUP kepada kampus adalah mahasiswa yang senantiasa turun aksi dijalanan.
Secara kelembagaan Ketika kampus diberikan IUP, maka birokrasi kampus diharapkan mampu meredam aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa.
Secara psikologis, seseorang yang sudah diberikan banyak bantuan, pasti tidak akan mengkritik atau melawan orang yang sudah memberikan bantuan tersebut. Sehingga, bisa dikatakan pemberian IUP ini, akan menjadi alat politik untuk kampus melakukan balas budi kepada pemerintah.
Dosen ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan pemberian konsesi tambang tersebut bertujuan menundukkan perguruan tinggi agar tidak dapat lagi menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah, sebagaimana yang selama ini berjalan.
“Kalau benar dugaan tersebut, tidak berlebihan dikatakan terjadi prahara di perguruan tinggi dalam fungsi kontrol dan penegakan demokrasi di Indonesia".
Konsensus pemberian IUP kepada kampus memang masih terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk dari pihak kampus itu sendiri. Yang terpenting untuk kita lakukan ialah.
Pertama, mahasiswa harus melek atas kejadian ini. Merapikan barisan dan turut mengawal kebijakan pemberian IUP ke kampus agar dibatalkan.
Kedua, pihak kampus harus memiliki Nurani yang kuat, agar tidak menerima kebijakan ini. Sebab, kampus adalah Lembaga pendidikan yang tugasnya melakukan penelitian, pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. pemberian tambang kepada kampus bukanlah solusi dari untuk meningkatkan kesejahteraan kampus.
Ketiga, tidak ada satupun consensus pertambangan di Indonesia yang ramah lingkungan. Sehingga, jika kampus turut andil melakukan penambangan, maka kampus menghianati tugas utama pendidikan dan menjadi corong terjadinya kerusakan di muka bumi ini.
Bergeraklah Mahasiswa
Sudah saatnya mahasiswa keluar dari zona nyamannya saat ini. Tanpa disadari, mahasiswa sebagai benteng pertahanan terakhir dari masyarakat sipil, mulai dimatikan.
Pemerintah akan mencari jalan untuk membungkam nalar kritis mahasiswa, agar pemerintahan dimulus mengambil kebijakan yang bisa saja tidak pro dengan kepentingan rakyat.
Kebijakan ini hanya menjadikan perguruan tinggi sebagai alat untuk membungkam suara kritis dari dalam kampus. Eko Prasetyo mengatakan mahasiswa seluruh Indonesia agar mempunyai pikiran dan tindakan yang kritis menyikapi persoalan terhadap kebijakan, peraturan, kehidupan di dalam ataupun di luar kampus.
Olehnya itu, keberlangsungan hidup masyarakat ada ditangan kalian sebagai mahasiswa, agen of change yang akan menjadi barisan terdepan untuk mendorong terciptanya kehidupan yang adil dan makmur, tanpa adanya penindasan.
***
*) Oleh : Asman, Pegiat literasi Asal Sulawesi Tenggara.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |