TIMES MALANG, BONDOWOSO – Pendidikan terlalu besar untuk dibebankan hanya kepada sekolah. Pendidikan sejatinya adalah tugas semesta. Ia melibatkan keluarga, masyarakat, dunia usaha, media, hingga negara. Ketika kita memandang pendidikan hanya sebagai urusan kurikulum di ruang kelas, kita sedang mempersempit makna luhur pendidikan.
Pendidikan adalah gerakan membangun peradaban, membentuk karakter manusia, dan menyiapkan generasi untuk hidup secara bermartabat di tengah tantangan zaman.
Pendidikan sebagai gerakan semesta berarti setiap pihak memiliki peran vital. Keluarga menjadi landasan pertama dan utama bagi pembentukan nilai dan karakter.
Di dalam rumah, anak-anak belajar tentang kasih sayang, kejujuran, kerja keras, serta bagaimana memperlakukan sesama. Sekolah kemudian menguatkan fondasi itu dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman sosial yang lebih luas.
Masyarakat memperkaya pendidikan melalui budaya, kearifan lokal, dan interaksi sosial sehari-hari. Dunia usaha berkontribusi dengan membuka akses pada dunia kerja nyata, memberikan inspirasi, dan mendukung pelatihan keterampilan masa depan.
Media dan teknologi menjadi alat memperluas akses terhadap sumber belajar tanpa batas ruang dan waktu. Sementara pemerintah bertugas memastikan sistem pendidikan berjalan adil, inklusif, dan bermutu.
Pada praktiknya, pendidikan kerap direduksi menjadi sekadar urusan persekolahan. Orang tua menyerahkan sepenuhnya tugas mendidik kepada guru. Masyarakat merasa tidak berkepentingan terhadap dunia pendidikan kecuali saat ada masalah.
Dunia usaha lebih fokus pada keuntungan ekonomi ketimbang investasi sosial melalui pendidikan. Media lebih sering menjual hiburan murahan ketimbang mendorong literasi. Semua ini menunjukkan bahwa kesadaran kita tentang pentingnya gerakan semesta dalam pendidikan masih jauh dari ideal.
Ada banyak contoh nyata yang membuktikan betapa efektifnya partisipasi luas dalam pendidikan. Program kampung literasi di berbagai pelosok Nusantara, misalnya, membuktikan bahwa komunitas lokal bisa menjadi kekuatan besar dalam menumbuhkan budaya baca.
Gerakan relawan pendidikan yang menjangkau daerah tertinggal menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari solidaritas. Perusahaan yang mendukung sekolah-sekolah vokasi dengan pelatihan berbasis industri adalah contoh lain kolaborasi nyata dunia usaha dalam pendidikan.
Membangun pendidikan sebagai gerakan semesta bukan perkara mudah. Ego sektoral menjadi tantangan besar. Pendidikan masih sering dipandang sebagai “wilayah” kementerian tertentu. Seolah masyarakat umum tidak punya hak atau kewajiban untuk ikut berperan.
Ada juga masalah kesenjangan digital, di mana tidak semua daerah memiliki akses yang memadai untuk pembelajaran daring. Selain itu, budaya konsumtif dan hedonistik dalam masyarakat modern perlahan-lahan menggerus semangat belajar, terutama dalam kalangan muda.
Guna mewujudkan pendidikan sebagai gerakan semesta, sinergi antar berbagai pihak sangatlah diperlukan. Sekolah tidak bisa berdiri sendiri dalam mendidik generasi muda. Universitas dan lembaga pendidikan tinggi juga harus berperan lebih aktif, tidak hanya dalam memberikan ilmu, tetapi juga dalam mengorganisir program-program pengabdian masyarakat yang berfokus pada pendidikan.
Dunia usaha bisa ikut serta dengan mengembangkan program pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Komunitas lokal bisa memberikan kontribusi penting melalui pendidikan berbasis kearifan lokal. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu akademis, tetapi juga nilai-nilai budaya dan sosial yang memperkaya karakter generasi muda.
Pemerintah tentu memiliki peran yang sangat besar dalam hal ini. Terutama dalam menyusun kebijakan pendidikan yang lebih inklusif. Perlu memastikan bahwa tidak ada satu pun anak yang terpinggirkan hanya karena keterbatasan ekonomi atau geografi.
Selain itu, media dan teknologi juga bisa membantu dengan menyediakan platform belajar daring. Memberikan akses pendidikan kepada mereka yang berada di daerah terpencil, tanpa membedakan status sosial.
Pendidikan sebagai gerakan semesta adalah sebuah panggilan untuk kita semua. Ini bukan hanya soal sistem sekolah, tapi bagaimana kita semua; keluarga, masyarakat, dunia usaha, media, dan pemerintah dapat bergandengan tangan dalam mendidik generasi penerus.
Pendidikan yang bermutu adalah hak setiap anak bangsa, tanpa memandang latar belakang apapun. Selamat Hari Pendidikan Nasional, mari kita bersama mewujudkan pendidikan yang menyentuh setiap hati dan membuka peluang bagi semua anak bangsa. (*)
***
*) Oleh : Mohammad Hairul, Kepala SMPN 1 Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur dan Instruktur Nasional literasi Baca-Tulis.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |