https://malang.times.co.id/
Opini

100 Hari Pemerintahan Prabowo: Memahami Kritik Aktivis dan Tantangan Politik

Senin, 27 Januari 2025 - 14:45
100 Hari Pemerintahan Prabowo: Memahami Kritik Aktivis dan Tantangan Politik Shohibul Kafi, S.Fil, Pengurus Wilayah DPD KNPI D.I. Yogyakarta.

TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming telah tiba, sebuah periode yang kerap menjadi tolak ukur awal bagi efektivitas sebuah pemerintahan. Bagi banyak kalangan, ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi apakah janji-janji perubahan yang disampaikan selama kampanye dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan konkret. 

Meskipun pemerintahan ini menghadapi ekspektasi tinggi, terutama dari kelompok yang mendambakan perubahan sosial dan politik, tantangan yang dihadapi jauh lebih besar dari sekadar implementasi program. Dalam realitas politik yang semakin kompleks, pemerintahan Prabowo dan Gibran dihadapkan pada tugas berat untuk mengelola sistem yang telah terlanjur tidak efisien dan seringkali mengabaikan suara-suara kritis.

Sebagai bagian dari masyarakat yang berperan penting dalam menjaga agar pemerintahan tetap berada di jalur yang benar, mahasiswa melalui Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEMSI) telah memberikan sorotan yang tajam terhadap jalannya pemerintahan ini. Kritik mereka bukan hanya mencerminkan ketidakpuasan, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa negara tidak melenceng dari prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan rakyat. 

Dalam kritik yang disampaikan, mereka menyoroti pemborosan anggaran, kebijakan fiskal yang tidak berpihak pada rakyat kecil, serta pengabaian terhadap isu lingkungan dan hak asasi manusia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sudah tiga bulan berlalu, pemerintahan Prabowo dan Gibran belum berhasil menunjukkan perubahan signifikan yang diharapkan.

Kritik dari BEMSI tidak hanya menuntut evaluasi terhadap kebijakan yang sudah ada, tetapi juga mengingatkan kita tentang pentingnya kesadaran politik dan pemahaman mendalam terhadap dinamika kekuasaan. Kritik ini seharusnya tidak dilihat sebagai bentuk oposisi semata, tetapi sebagai bagian dari proses demokratisasi yang sehat. 

Bagi pemerintahan, menerima kritik dengan sikap terbuka dan meresponsnya dengan kebijakan yang lebih progresif akan sangat menentukan legitimasi dan keberlanjutan mereka. Oleh karena itu, sebagai analis politik, saya akan menggali lebih dalam mengenai kritik mahasiswa ini, serta mencoba memahami tantangan yang dihadapi pemerintah dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Kritik Mahasiswa: Tuntutan Evaluasi Akbar yang Tak Bisa Diabaikan

BEMSI, sebagai representasi dari aktivisme mahasiswa, telah dengan tegas menuntut evaluasi besar-besaran terhadap kinerja pemerintah dalam 100 hari pertama. Kritik mereka sangat beragam dan mencakup berbagai isu mendasar, seperti pemborosan anggaran, kebijakan pajak yang kontroversial, hingga pengabaian terhadap isu lingkungan dan hak asasi manusia. 

Lebih dari itu, mereka juga menyoroti ketidakmampuan pemerintah dalam menunjukkan perubahan yang signifikan dalam mengatasi masalah struktural yang telah ada sejak pemerintahan sebelumnya. Misalnya, mereka mencatat bahwa pemerintah gagal mengelola anggaran dengan efisien dan kebijakan pajak yang diterapkan seperti PPN 12% justru memperburuk keadaan, bukannya memberikan manfaat bagi masyarakat kelas bawah.

Tentu kritik ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran perlu segera melakukan introspeksi. Warisan dari pemerintahan sebelumnya, baik dalam hal kebijakan fiskal yang tidak efisien maupun kebijakan luar negeri yang kontroversial, jelas memberikan tantangan besar bagi pemerintahan baru. 

Namun, tidak hanya itu. Kritik mahasiswa ini juga mengingatkan kita bahwa, meskipun pemerintahan ini memiliki potensi besar untuk melakukan perubahan, mereka harus berani melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang ada dan menghilangkan praktek-praktek yang menghambat kemajuan.

Jika dilihat lebih dalam, kritik yang dilontarkan oleh BEMSI sebenarnya bukan hanya sekadar oposisi terhadap kebijakan yang ada. Mereka berusaha membangun kesadaran kritis dalam masyarakat, agar pemerintah dapat mengubah arah kebijakannya menuju kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada rakyat. 

Mereka tidak hanya menuntut perubahan, tetapi juga menawarkan solusi konkret, seperti audit transparan terhadap proyek strategis nasional, reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi anggaran, serta pendekatan yang lebih inklusif terhadap isu-isu lingkungan yang semakin mendesak. Inilah yang menjadi nilai lebih dari kritik ini: mereka tidak hanya mencela, tetapi memberikan alternatif yang bisa dijadikan pijakan untuk memperbaiki kondisi yang ada.

Membaca Kritik melalui Tiga Pendekatan Filsafat Politik

Untuk lebih memahami kritik ini, kita bisa mengadopsi tiga pendekatan filsafat politik yang dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang masalah yang dihadapi, serta solusi yang perlu dijalankan. Tiga pendekatan tersebut adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang masing-masing mengungkapkan lapisan berbeda dari kritik yang ada.

Pertama, Pendekatan Ontologis. Menggali Akar Masalah dari perspektif ontologi, kritik mahasiswa mengungkapkan masalah yang jauh lebih dalam dari sekadar kebijakan-kebijakan yang tidak efisien. Pemborosan anggaran dan ketidakjelasan dalam kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah saat ini sesungguhnya merupakan hasil dari warisan pemerintahan sebelumnya. 

Sebagai contoh, kebijakan pajak yang kontroversial dan penambahan lembaga-lembaga baru yang tidak efisien, merupakan bagian dari masalah struktural yang telah lama ada. Ketika mahasiswa mengkritik pemborosan anggaran, mereka bukan hanya menyuarakan keluhan terhadap pemerintahan saat ini, tetapi juga menantang sistem pengelolaan anggaran yang sudah berlarut-larut. 

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, pemerintahan Prabowo harus melakukan evaluasi besar-besaran terhadap kebijakan yang telah ada dan memulai perbaikan dari akar permasalahan yang sudah ada sejak lama.

Kedua, Pendekatan Epistemologis. Kesadaran Kritis dan Pengaruhnya pada Kekuasaan Dari sisi epistemologi, kritik mahasiswa ini juga memperlihatkan peningkatan kesadaran kritis di kalangan generasi muda, yang semakin sadar akan ketidakadilan dan kegagalan sistem politik yang ada. 

Kritik ini bukan hanya tentang menyoroti kekurangan pemerintah, tetapi juga tentang mendorong pembentukan kesadaran kolektif yang menginginkan perubahan. Dalam konteks ini, mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai kelompok oposisi, tetapi juga sebagai agen epistemik yang dapat memengaruhi struktur kekuasaan dan cara pemerintah membuat kebijakan. 

Dalam pandangan filsuf politik seperti Paulo Freire, kesadaran kritis adalah langkah pertama dalam melawan struktur yang menindas. Mahasiswa, dengan segala analisis dan kritik mereka, mengajak kita untuk berpikir lebih kritis tentang kebijakan yang ada dan memberikan perspektif alternatif yang lebih inklusif dan berpihak pada keadilan sosial.

Ketiga, Pendekatan Aksiologis. Menegakkan Nilai Keadilan dan Keberlanjutan Dari sisi aksiologi, nilai-nilai yang terkandung dalam kritik mahasiswa sangat penting untuk menjadi dasar perubahan. Keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan adalah prinsip yang harus menjadi inti dari setiap kebijakan yang dijalankan. 

Kritik terhadap kebijakan pajak yang dianggap membebani rakyat kecil, serta pengabaian terhadap isu lingkungan dan hak asasi manusia, adalah bukti nyata bahwa pemerintahan saat ini belum berhasil menciptakan kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. 

Pemerintah perlu menunjukkan komitmen untuk menegakkan hukum dengan adil, serta memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak hanya menguntungkan segelintir kelompok, tetapi juga memberikan manfaat luas bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menanggapi Kritik: Peluang untuk Reformasi yang Lebih Baik

Kritik yang dilontarkan oleh BEMSI terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran membuka peluang besar untuk reformasi kebijakan yang lebih baik dan lebih berkelanjutan. Dalam dunia politik, kritik konstruktif dari masyarakat, khususnya dari kelompok aktivis mahasiswa, dapat menjadi kekuatan pendorong bagi pemerintahan untuk lebih introspektif.

Sebagai aktor utama yang memegang kendali atas kebijakan publik, pemerintah harus mampu melihat kritik ini sebagai sarana untuk memperbaiki diri, bukan sebagai ancaman terhadap eksistensi mereka. 

Keberhasilan sebuah pemerintahan tidak hanya diukur dari seberapa cepat mereka menanggapi tantangan, tetapi juga dari kemampuannya dalam merespons kebutuhan rakyat dan menjaga integritas sistem politik yang ada. Oleh karena itu, daripada menanggapi kritik dengan defensif, pemerintah seharusnya memanfaatkannya untuk memperbaiki kinerja dan memperkuat akuntabilitas.

Salah satu fokus utama kritik yang diajukan mahasiswa adalah mengenai pemborosan anggaran dan kebijakan fiskal yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Dalam hal ini, peluang untuk reformasi sangat jelas terlihat. 

Pemerintah perlu mengevaluasi kembali anggaran negara dan memperbaiki sistem pengelolaannya agar lebih efisien dan transparan. Banyak kebijakan yang sebelumnya diputuskan tanpa perhitungan matang, mengakibatkan ketidakseimbangan dalam distribusi sumber daya. 

Dengan merespons kritik ini, pemerintah dapat mulai memprioritaskan anggaran untuk program-program yang langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar yang lebih menyentuh lapisan paling bawah. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup rakyat, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang sedang berlangsung.

Di sisi lain, pemerintah juga harus lebih serius dalam menanggapi isu-isu sosial yang diangkat oleh mahasiswa, seperti hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan. Masalah deforestasi, kesenjangan sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus berkembang merupakan tantangan berat bagi pemerintahan manapun. Untuk menghadapinya, pemerintah perlu mengubah pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis pada prinsip keadilan sosial. 

Selain itu, pembenahan dalam penegakan hukum dan penghormatan terhadap kebebasan berpendapat menjadi aspek yang tak kalah penting. Menanggapi kritik dengan kebijakan yang lebih berfokus pada penguatan demokrasi dan pemberdayaan masyarakat akan memperlihatkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan cita-cita negara yang adil dan makmur. 

Sebuah pemerintahan yang mampu melakukan reformasi nyata berdasarkan kritik yang disampaikan oleh mahasiswa bukan hanya akan mendapatkan dukungan rakyat, tetapi juga menjadi contoh bagi masa depan politik Indonesia yang lebih transparan dan responsif.

Masa Depan Pemerintahan yang Berfokus pada Rakyat

Kritik yang dilontarkan oleh aktivis mahasiswa terhadap 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran harus dilihat sebagai refleksi dari kepedulian mereka terhadap masa depan bangsa. 

Kritik ini, yang mencakup pemborosan anggaran, kebijakan fiskal yang tidak berpihak pada rakyat, serta pengabaian isu-isu lingkungan dan hak asasi manusia, mengandung pesan penting bahwa pemerintahan harus lebih peka terhadap kebutuhan rakyat dan lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya negara. 

Sebagai pihak yang memegang tampuk kekuasaan, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk merespons kritik ini dengan kebijakan yang tidak hanya solutif tetapi juga progresif dan inklusif.

Sebuah pemerintahan yang mendengar dan menanggapi kritik dengan sikap terbuka akan memperlihatkan kematangan dalam berpolitik dan kesadaran akan pentingnya akuntabilitas. 

Dengan memperbaiki kebijakan yang dinilai tidak efisien dan merugikan rakyat, serta mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial dan transparansi, pemerintahan Prabowo-Gibran dapat menunjukkan bahwa mereka memang berkomitmen untuk membawa perubahan yang lebih baik. 

Reformasi dalam pengelolaan anggaran, penguatan penegakan hukum, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat adalah langkah konkret yang perlu diambil untuk memastikan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat.

Pada akhirnya, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bukanlah sesuatu yang mudah, namun dengan merespons kritik secara konstruktif, mereka memiliki kesempatan besar untuk memperbaiki kinerja mereka dan membangun fondasi yang lebih kuat bagi negara ini. 

Pemerintahan yang mampu belajar dari kritik dan menjalankan reformasi yang lebih inklusif akan memperkuat legitimasi politik mereka dan membangun kepercayaan publik. Ini adalah waktu yang krusial bagi Prabowo dan Gibran untuk membuktikan bahwa mereka tidak hanya mampu menghadapi kritik, tetapi juga mampu membawa perubahan yang lebih baik untuk masa depan Indonesia.

***

*) Oleh : Shohibul Kafi, S.Fil, Pengurus Wilayah DPD KNPI D.I. Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.