https://malang.times.co.id/
Opini

No Free Lunch

Kamis, 13 Februari 2025 - 15:07
No Free Lunch Asrorudin, Ketua Umum PC PMII Jombang.

TIMES MALANG, JOMBANG – Prabowo Subianto mengundang Makan siang gratis Ketum Parpol Koalisi Plus Surya Paloh bersama Presiden Recep Tayyip Erdogan di Istana Kepresidenan Bogor. Rabu, 12 Februari Kemarin.

Jamuan kenegaraan dan pertemuan Bilateral ini tentu membahas banyak hal, dan bahkan menyepakati 13 perjanjian kerja sama lintas sektor. Dan bagi saya patut diacungi Empat Jempol sih, terutama undangan Makan Siang Gratis (MSG) nya.

Jika membahas makan siang gratis (MSG) sebenarnya sudah lumrah terjadi dan bahkan menjadi budaya yang telah dilestarikan. Contoh saja ketika ada sahabat kita datang bertamu ke rumah tepatnya di siang hari, pastinya kita sediakan makan, jika ada anggaran dan bahan bakunya. 

Jadi teringat candaan teman kampung saya yang bilang "Orang kalau sengaja bertamu di siang hari, maka bisa dipastikan dia berharap dapat makan siang gratis itu". Sepertinya kita pernah mengalami situasi semacam itu?

Tapi, akhir-akhir ini anehnya makan siang gratis (MSG) kini sudah menjadi buah bibir dimana-mana, padahal kegiatan makan siang gratis (MSG) ini kan sudah berabad-abad terjadi, sudah ada sejak Era Kolonial, Kerajaan besar, hingga kerajaan-kerajaan kecil hari ini. 

Apalagi di kampung saya, tanpa ada embel-embel kampanye atau program-pun, biasanya warga sudah pasti menyiapkan Makan siang Gratis (MSG) untuk tetamu yang datang tanpa berharap timbal balik apapun.

Lalu menurut kawan-kawan yang membuat ramai Makan Siang Gratis ini apa sih? Padahal jika kita sabar sedikit untuk menilai Program Prioritas yang baru seumur jagung ini justru dapat kita cerna bahwa akan ber-impactfull pada banyak hal. Seperti, adanya pembentukan lembaga baru, Badan Gizi Nasional (BGN) yang setingkat Menteri, lalu lahan baru pembangunan dapur-dapur umum yang disediakan Negara. 

Juga, konon katanya perputaran Ekonomi masyarakat yang semakin membaik, dimana bahan-bahan baku yang dibutuhkan untuk Program Makan Siang Gratis (MSG) nantinya melibatkan dan memberdayakan potensi ekonomi masyarakat sekitarnya. Dan saking banyaknya, sampai tidak cukup saya tuliskan alasannya disini!

Nah, kira-kira jika saya mulai berandai-andai dengan pertanyaan bagaimana? Misal, Apakah karena memang kalian baru dengar soal adanya makan siang Gratis di Dunia ini? Atau tahunya dari Kampanye Presiden Prabowo yang kalian tonton di Tiktok kala Pilpres kemarin, dimana ia menyebutkan jika Makan Siang Gratis sebagai Program Prioritas nantinya jika terpilih? 

Atau juga karna memang bentuk protes pada mekanisme pelaksanaan Makan Siang Gratisnya yang belum maksimal? Atau, jangan-jangan karena kalian sebenarnya tidak setuju dengan Program Makan siang Gratis ini, sebab berdampak pada lahirnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 terkait kebijakan efisiensi anggaran belanja Negara yang akhirnya berimbas pada tempat kalian sekedar mencari penghidupan?  

Apapun itu, nyatanya tidak ada makan siang gratis "No Free Lunch" ini merupakan ungkapan yang menggambarkan bahwa hal-hal yang tampak gratis selalu memiliki biaya yang harus dibayar oleh seseorang. Atau bahwa tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang benar-benar gratis, karena semua ada harganya.

Tahun 2022, Media Tempo pernah menulis asal-usul idiom tidak ada makan siang gratis. Rupanya idiom “No free lunch" ini telah ada tahun 1800-an. Dimana pada 1872, banyak bar di Crescent City (New Orleans), Amerika Serikat menawarkan makan siang gratis (MSG) untuk menarik pelanggan agar mengunjungi barnya. 

Tetapi jika ingin minum, mereka harus bayar. Pemilik bar sengaja menawarkan makan siang gratis, di mana biaya makanan tersebut ditanggung dari pembelian minuman.

Jadi Meskipun berkedok gratis, sebenarnya pelanggan tetap membayar.
Lalu, bagaimana jika pelanggan tidak membeli minum? pemilik bar sengaja membuat makanannya tinggi garam, sehingga mau tak mau pelanggan membeli minum. Bahkan membeli minum tambahan. Jadi meskipun makanannya digratiskan kala itu, tetapi tetap “Tidak ada makan siang yang gratis”.

Saya juga ada cerita, ketika saya makan di restoran yang bertuliskan "All You Can Eat" Dimana saya  bersemangat untuk makan disana, lalu membayangkan bahwa akan makan sepuasnya. Padahal itu merupakan strategi marketingnya saja, toh tetap juga dibatasi waktu dan aturan lainnya. Artinya, selalu ada hal yang lain yang sebenarnya tidak kita ketahui sepenuhnya. 

Persis cerita pada waktu Pilpres dan Pileg, dan Pilkada Serentak kemarin. Dimana banyak sekali para Cukong menggunakan idiom “Tidak ada makan siang gratis”. 

Idiom itu digunakan dalam proses mem-backup calon yang didukungnya, sebagai ultimatum kesepakatan lain dan sekaligus menjadi gambaran melakukan sesuatu dengan maksud tertentu. Seperti ada udang di balik batu.

Misalnya, teman Anda mentraktir makan siang atau memberikan sesuatu. Anda dapat makan atau sesuatu gratis tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.
Tapi, benarkah Anda mendapatkan hal yang benar-benar gratis? Anda memang tidak terbebani dalam bentuk uang, tetapi justru beban moral kedepannya.

Anda tidak mungkin menolak permintaan bantuan teman anda di kemudian hari, yang telah mentraktir makan siang itu. Artinya, saat Anda berkenan ditraktir, Anda sudah tahu kawan Anda berpeluang mendapatkan bantuan Anda di lain waktu. 
Karena “No Free Lunch”.

Tapi, dalam konteks menilik Program Prioritas Negara berupa Makan Siang Gratis (MSG) ini. Maka Negara sejatinya tidak boleh berbisnis dengan rakyat, apalagi jika berkutat pada prinsip untung dan rugi.

Lebih-lebih jika program Makan Siang Gratis (MSG) ini hanya dijadikan komoditas guna menunaikan janji kampanye kemarin lalu berdalih Efisiensi Anggaran, dan mengorbankan banyak aspek lainnya.

Dan akhirnya, warung samping terminal tempat biasa kita bersenda gurau dan makan siang tetap harus dibayar, malahan harganya naik Rp. 3000.

***

*) Oleh : Asrorudin, Ketua Umum PC PMII Jombang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.