TIMES MALANG, PAPUA – Papua adalah provinsi yang terletak dibagian paling timur Indonesia. Papua dikenal memiliki banyak tempat wisata menarik yang menjadi destinasi liburan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Tempat-tempat indah seperti Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Pegunungan Jayawijaya sudah terkenal diseluruh dunia sehingga dalam aspek pariwisata di Papua keberadaan keindahan alam menjadi aset pariwisata menarik bagi para wisatawan.
Papua juga memiliki potensi lain yang dapat dikembangkan dalam mengundang semakin banyaknya wisatawan untuk datang ke Papua yakni Budaya. Kekayaan budaya khas Papua jelas merupakan aset besar bagi ketahanan keragaman Indonesia sebagai sebuah negara.
Tak terbantahkan jika Papua memiliki keberagaman suku yang masih memegang erat jalinan kebudayaan dan kesenian yang dimilikinya seperti Patung ukiran, Tarian, Musik. Kebudayaan ini menjadi sangat penting karena menjadi identitas suku-suku di Papua dan sangat berpengaruh terhadap perilaku, kebiasaan dan kepercayaan.
Konteks ini sangatlah menarik, karena karakteristik yang khas dari berbagai macam ragam suku di Papua telah mewarnai eksistensi kokoh dari kebudayaan Papua.
Secara sederhana, Suku asmat memiliki banyak kebudayaan dan kesenian seperti Patung ukiran, atraksi tarian dan musik, kerajinan tas noken, dll. Suku ini dahulu terkenal dengan praktik kanibalisme namun seiring perkembangan zaman, hal ini sudah tidak terjadi lagi.
Masyarakat Suku Asmat mempunyai ritual atau acara-acara khusus seperti kehamilan, kelahiran, pernikahan dan kematian. masyarakat suku asmat kenyataan juga memiliki banyak kegiatan upacara upacara adat.
Keberagaman seni yang dimiliki suku asmat saat ini belum tersedianya sarana yang mampu mewadahi itu semua. Ada banyak pelaku budaya dan seni yang menekuni kebudayaan terpencar dan berdiri sendiri menampilkan karya dan atraksi budayanya karena masih belum menjadi perhatian besar.
Tidaklah dapat disangkal akan adanya pengaruh kebudayaan terhadap perwujudan adanya ruangan (space) dimana hubungan-hubungan antar individu dapat diwujudkan dengan tepat sesuai dengan motif dan lingkungan yang dihadapi oleh yang bersangkutan.
Hall (1959) menunjukkan pentingnya peranan pengetahuan kewilayahan (territoriality) yang dipunyai oleh hewan juga terdapat pada manusia dalam wujud jarak (distance), yang bagi manusia sebenarnya merupakan medium komunikasi di antara sesamanya.
Konstruksi Pemikiran
Hall (1966) memperlihatkan manusia hidup dalam ruangan-ruangan dengan tipe-tipe dan ukuran-ukuran tertentu yang tepat sesuai dengan kebudayaan mereka masing-masing. Salah ruangan-ruangan manusia hidup dan memperlihatkan adanya tipe dan ukuran yang tertentu adalah rumah (berikut pekarangannya) tempat manusia tinggal.
Struktur sosial dan tata ruang dalam kebudayaan di Indonesia sangat beraneka ragam, penduduk Indonesia yang tersebar di desa-desa, kampung-kampung yang di atur dalam tatanan budaya lokal dalam bentuk pola tata ruang sosial budaya berdasarkan pada nilai dan tradisi pada masing-masing etnik.
Jika Tanah Papua merupakan sebuah ruang sosial, maka ia terdiri dari berbagai ranah perjuangan dan kontestasi antara pelaku-pelaku sosial yang beranekaragam mencakup sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. Masing-masing ranah perjuangan memiliki relasi dengan ranah lainnya walaupun dalam tingkatan tertentu masing-masing ranah bersifat otonom.
Dalam ekplanasi lebih jauh, ditelusuri lebih jauh, ranah-ranah perjuangan tersebut tidak lain adalah arena-arena dominasi yang menjadi tempat berlangsungnya konflik antara pelaku-pelaku sosial di Papua yang terhubung dengan ranah yang lebih besar di tingkat nasional.
Integrasi Papua ke dalam Indonesia sendiri dilakukan dalam ranah politik internasional melalui the New York Agreement 1962 antara Indonesia dan Belanda. Pada ranah politik, Papua merupakan arena kontestasi Pemerintah Pusat/nasionalis Indonesia para nasionalis Papua.
Sedangkan ekonomi, Papua merupakan arena persaingan distribusi kapital antara pendatang, penduduk asli, dan perusahaan besar. Sementara dalam ranah kebudayaan, Papua adalah kawasan atau tempat untuk memperebutkan supremasi budaya antara lebih dari 312 suku-suku masyarakat asli Papua.
Menjadi sangat rasional jika eksistensi dari masyarakat hukum adat yang tumbuh dan berkembang di Papua sangat mendukung watak sosial dari kehidupan masyarakat Papua.
Dalam dasar pemikiran ini, dapat dipahami jika adat merupakan kebiasaan yang menjadi wujud kebudayaan yang terdiri dari nilai, norma dan aturan yang saling berkaitan menjadi sistem yang dipatuhi sebagai kebiasaan.
Adat bersifat pribadi sehingga adat hanya bisa di pahami dengan mendekatkan diri pada nilai-nilai budaya dalam masyarakat pemilik adat.
Masyarakat hukum adat (Indigeneous people) merupakan kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan sanggup berdiri sendiri, mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggota.
Ciri-cirinya adalah mempunyai kesatuan manusia yang teratur, menetap disuatu daerah mempunyai penguasa, mempunyai kesatuan kekayaan dan kesatuan hukum.
Noken dan Kearifan Lokal
Secara kontekstual, orang Asli Papua (Indigeneous People of Papua) adalah orang yang berasal dari rumpun Ras Malenesia yang terdiri dari suku-suku asli di Papua dan/atau yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat (hukum) adat Papua.
Hak ulayat (Beschhikkingsrecht) atau hak patuanan/landlord merupakan hak yang sangat tua dan asal mulanya bersifat keagamaan religio-magis, dipunyai suatu suku, desa atau gabungan desa tidak dipunyai individu. Masyarakat dengan tanahnya semacam memiliki hubungan lahiriah dan batiniah secara turun temurun.
Dari sini dapat dipahami adanya beberapa fungsi kearifan lokal, yaitu kearifan lokal sebagai penanda identitas komunitas, sebagai elemen perekat lintas warga, lintas agama, dan kepercayaan sehingga tidak menimbulkan sara, sebagai suatu tatanan yang bersifat tidak memaksa, sebagai penanda kebersamaan bagi komunitas.
Sebagai sesuatu yang mampu mengubah pola pikir individu dan kelompok, sebagai pendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi sekaligus sebagai mekanisme bersama untuk menepis kemungkinan yang mempengaruhi dan bahkan merusak kebersamaan komunal yang tumbuh atas kesadaran bersama.
Di tanah Papua para pengrajin noken adalah kaum perempuan dewasa sebagaimana tradisi dan budaya di Papua. Perempuan yang melakukan aktivitas menganyam/merajut sekaligus menjual. Dari beberapa hasil wawancara, ditemukan sejumlah gambaran fakta jika rata-rata perempuan di Papua mampu menganyam/merajut noken sambil menyusui anaknya.
Perempuan mampu menimang anaknya dalam sebuah noken sambil berjualan, perempuan mampu menganyam/merajut noken sambil menjaga barang dagangan (jualan), perempuan mampu menjual noken bersamaan dengan menjual hasil kebunnya.
Seluruh kegiatan perempuan dalam kaitannya dengan noken senantiasa dilakukan tanpa meninggalkan tanggungjawab domestik seperti; memasak, mengasuh anak dan memastikan anggota keluarga dalam kondisi sehat.
Analisis ini, peran gender bagi perempuan dalam hubungannya dengan noken adalah perempuan mampu melakukan perannya baik itu peran reproduktif (domestik), peran produktif (publik) dan peran sosial (kemasyarakatan).
Dalam penjelasan lebih lanjut, noken merupakan produk (hasil) sektor informal yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pengrajin/penghasil). Itlay (2016) mengatakan bahwa pendapatan bersih penjual noken paling rendah sebesar 1 juta rupiah per bulannya. Pendapatan penjual noken menjadi tambahan penghasilan bagi rumah tangganya.
Dengan demikian, disimpulkan walaupun perempuan mampu melakukan seluruh peran gender (domestik, publik dan sosial) dalam siklus hidupnya ternyata nilai ekonomi yang dihasilkan perempuan dalam peran publiknya sangat besar diluar nilai ekonomi yang diperhitungkan dari peran domestiknya.
Misal perempuan memastikan anggota keluarga cukup makan dan sehat untuk melakukan perannya masing-masing dan menghasilkan nilai ekonomi.
Ini berarti akumulasi nilai ekonomi yang merupakan kontribusi perempuan dalam sebuah institusi rumah tangga ketika melakukan peran gendernya sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari nilai ekonomi yang dihasilkan oleh laki-laki.
Tradisi noken dalam orang Papua sebagai simbol perlindungan, dimana noken dalam fungsinya sebagian komunitas pedalaman sebagai alat/kantung untuk menggendong/ menimangbayi sambil melakukan aktifitas lainnya. Dengan maksud, agar bayinya terlindungi saat perempuan (ibu) melakukan aktifitas lainnya.
Noken digunakan perempuan, mampu mengendong/menimang bayinya dibagian depan dan mengangkat hasil kebunnya dibagian belakang atau samping. Sehingga, perempuan tampak berada dalam dunia maskulin mirip seperti laki-laki yang berusaha mengangkat beban pada tubuhnya yang kekar (secara fisik).
Tak dapat dipungkiri jika noken dan perempuan adalah memberikan dampak besar bagi peran gender perempuan Papua dalam hubungannya dengan noken menggambarkan bahwa perempuan mampu melakukan perannya secara baik dan komprehensif, yakni dalam peran reproduktif (domestik), peran produktif (publik), dan peran sosial (kemasyarakatan).
Pada sisi ini terungkap dalam konstruksi pengetahuan dan pemikiran noken dan perempuan Papua merupakan sebuah sistem yang berorientasi pada tindakan (action-oriented) yang berisi kepercayaan atau pandangan.
Dapat dikatakan jika eksistensi Noken ditanah Papua memberi daya dukung yang besar bagi perkembangan industri kreatif lahir dari daya kreasi dan daya cipta tiap individu yang telah diberdayakan dengan memanfaatkan ketrampilan, kreatifitas dan pelindungan kebudayaan.
Dalam kajian Marit dan Warami (2015) bahwa noken Papua sebagai sumber industri kreatif, telah mengklasifikasikan komunitas noken menjadi 3 (tiga) yakni, komunitas pedalaman, komunitas pesisir/ pantai dan komunitas moderen. Noken Papua merupakan sumber industri kreatif komunitas di tanah Papua.
Masing-masing komunitas ini memberikan dampak yang luar biasa bagi pemberdayaan ekonomi kreatif yang berjalan di masing-masing wilayah Papua. Antar komunitas masyarakat faktanya membangun relasi kehangatan bersama dan mereka ini Bersatu padu dalam upaya mengumpulkan segala bahan mentah untuk pembuatan Noken.
Komunitas noken Papua merupakan sekelompok perajin noken yang melakukan kegiatan produksi secara bersama-sama dengan menggunakan daya cipta, pengetahuan serta infomasinya tentang akan noken Papua sebagai khazanah warisan budaya takbenda.
Industri kreatif di Tanah Papua sedang digalakkan menuju arah pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu dan kelompok atau komunitas sosial (etnis) untuk meningkatkan kesejahteraan serta kesempatan kerja, melalui upaya produksi dan eksploitasi daya kreasi dan daya cipta noken sebagai karya individu maupun kelompok yang berbasis bahasa. Tentu saja aspek ini menjadi penting karena disini upaya strategis tata kelola pengembangan ekonomi kreatif.
Industri kreatif dijadikan penggerak utama sektor-sektor ekonomi kreatif kekinian di Indonesia. Kalau dianalisis lebih jauh tantangan ini maka yang perlu dilakukan pemerintah membina lingkungan kebudayaan ini dengan cara memperkuat kluster-kluster industri kreatif, mempersiapkan sumber daya manusia kreatif, dalam melakukan pemetaan aset yang dapat mendukung munculnya ekonomi kreatif secara berkelanjutan.
***
*) Oleh : Selamat Riadi, M.Pd., Ketua Pembina Forum Budaya Muda Papua.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |